Bab 9 - Jealousy?

Comincia dall'inizio
                                    

"Mereka masih liburan, Pak. Sejauh ini, nggak ada masalah di kantor Pak Haris," lapor Luki. "Tapi nggak mungkin Pak Arman ngirim Pak Haris untuk liburan lebih lama lagi. Pak Haris harus ngurus perusahaannya, Pak."

"Aku bakal ngurus itu," sahut Arman. "Mulai hari ini, kita bakal ngecek juga langsung ke kantor Ayah. Sampai kita ngeberesin semua masalah di kantor Ayah, usahain Ayah nggak ke kantor. Aku bakal minta Papa ngajak Ayah sama Ibu liburan keliling dunia kalau perlu."

"Baik, Pak. Setelah ini, saya juga akan mencari tau lagi kegiatan Pak Filip sekarang," ucap Luki.

Arman mengangguk. "Langsung lapor begitu ada kegiatan yang aneh dari pengkhianat itu."

"Baik, Pak," jawab Luki patuh.

***

Sepeninggal Arman, Evelyn juga bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruang makan tanpa menghabiskan sarapannya. Ketika melihat Riani, Evelyn bertanya,

"Jam berapa restoran cewek itu buka?"

Riani yang sudah tahu siapa 'cewek' yang dimaksud Evelyn itu menjawab,

"Jam delapan pagi, Bu."

Evelyn menoleh ke arah jam dinding. Sebentar lagi restorannya buka.

"Aku siap-siap dulu, abis ini kita ke sana," Evelyn berkata.

Ia lantas naik ke kamarnya, mencari pakaian terbaiknya. Diambilnya atasan sifon putih favoritnya dari lemari. Usai bersiap, ia bergegas turun dan mengajak Riani pergi.

"Kita beneran pergi ke restoran itu, Bu?" tanya Riani.

Evelyn menjawab dengan anggukan.

Sepanjang perjalanan, Evelyn membayangkan berbagai skenario tentang apa yang akan dilakukannya di restoran itu. Pertama, ia akan memesan makanan yang punya saus paling banyak. Lalu ....

Suara dering ponselnya kemudian menarik Evelyn dari pikirannya. Ia mengerutkan kening melihat Arman meneleponnya. Dia tidak mungkin tahu ke mana Evelyn akan pergi, kan?

Evelyn lalu menatap Riani tajam.

"Kamu nggak ngasih tau Arman kan, kita mau pergi ke mana?" selidik Evelyn.

Riani berdehem. "Pak Arman meminta saya melaporkan ke mana pun Bu Evelyn pergi. Lagian, kalau Bu Evelyn tiba-tiba menghilang seperti minggu lalu, Pak Arman juga jadi khawatir, Bu."

Khawatir? Evelyn mendengus kasar. Ketika Arman kembali meneleponnya setelah telepon pertamanya diabaikan Evelyn, Evelyn me-reject telepon itu, lalu mematikan ponselnya.

Ia memeriksa penampilannya sekali lagi ketika mereka sudah tiba di pelataran parkir restoran. Evelyn turun dan masuk ke restoran, diikuti Riani di belakangnya. Mengambil tempat di tengah-tengah, Evelyn mengamati sekitarnya. Restoran ini sepertinya cukup populer, melihat cukup banyaknya pengunjung di sini.

Ketika pelayan mengantarkan buku menu, Evelyn mencari makanan yang bersaus. Ia memutuskan untuk memesan pasta. Evelyn mengamati sekeliling restoran itu sembari menunggu pesanannya. Diketukkannya kuku jarinya di meja karena tak sabar.

Lalu saat pelayan yang membawa pesanannya datang, Evelyn bersiap-siap. Pelayan itu akan datang dari belakangnya. Evelyn menajamkan telinga dan melirik ke samping. Ketukan sepatu pelayan itu semakin dekat, dan saat Evelyn melihat kaki pelayan itu, ia mengulurkan kaki ke jalan, membuat pelayan itu tersandung kakinya. Nampan di tangan pelayan itu seketika goyah dan Evelyn berpura-pura akan menangkap nampan itu, tapi ia malah mengarahkan nampan itu ke arahnya.

Piring berisi pasta pesanan Evelyn tadi jatuh di sisi meja dalam posisi terbalik sementara pastanya mengenai pakaian Evelyn sebelum jatuh berceceran di lantai. Terdengar suara panik si pelayan meminta maaf padanya, sementara suasana restoran yang tenang itu seketika riuh. Insiden tadi berhasil menarik perhatian pengunjung restoran lainnya.

Di belakang Evelyn, Riani sudah mengambil lap untuk membersihkan noda di pakaian Evelyn, tapi Evelyn mencegahnya. Evelyn lantas bangkit dari duduknya dan berseru keras,

"Mana manajer restoran ini?!"

Si pelayan itu tampak pucat, berkali-kali mengucapkan maaf sembari membungkuk di depan Evelyn. Rasa bersalah mengusik Evelyn, tapi ia tidak akan berhenti. Memasang ekspresi marah, Evelyn kembali berteriak,

"Apa kamu tau berapa harga pakaian ini?! Panggil manajermu, sekarang! Ah, tidak, tidak. Panggil pemilik restoran ini sekarang!"

Evelyn lalu melihat beberapa pelayan datang menghampiri mejanya, juga seorang pria yang mengenakan seragam berbeda. Sepertinya dia manajernya.

"Siapa pemilik restoran ini?" tuntut Evelyn. "Apa kalian tau siapa aku?! Panggil pemilik restoran ini!"

Para pelayan saling bertukar tatap panik, sementara manajer restoran itu tampak bingung. Lalu di tengah keributan itu, akhirnya sosok yang ditunggu Evelyn datang juga.

"Ada apa ini?" Intan bergabung dengan kerumunan itu.

Evelyn mengangkat dagu. "Jadi kamu pemilik restoran ini?" sinisnya. "Restoran dengan pelayanan sejelek ini, bikin aku buang-buang uang aja."

Mata Intan menyipit tajam. "Apa masalahmu?" Wanita itu bahkan tak sedikit pun tampak gentar. "Kalau kamu nggak suka pelayanan di sini, kamu bisa makan di tempat lain."

Wanita ini benar-benar ....

"Liat apa yang dilakuin stafmu!" seru Evelyn marah. "Pakaian mahalku jadi kotor! Ini pakaian yang didesain khusus untukku dari desainer terkenal!"

Intan mendengus kasar melihat pakaian Evelyn, membuat Evelyn nyaris saja menjambak wanita itu.

"Pakaianmu kotor?" Intan menatap Evelyn sinis. "Baiklah, akan kubantu membersihkannya."

Evelyn mengerutkan kening bingung, lalu sebelum ia sempat memikirkan atau melakukan apa pun, ia mendapati siraman air dari gelasnya ke pakaiannya. Evelyn mendengar kesiap terkejut dari para staf restoran itu. Bahkan Riani sudah panik di belakangnya.

Namun sebelum siapa pun sempat melakukan sesuatu, terdengar seruan kaget sekaligus panik dari pintu restoran,

"Evelyn!"

Evelyn menoleh dan ia harus menahan desisan kesal melihat Arman di sana. Pria itu bergegas menghampirinya, melotot kaget, tak percaya, melihat pakaian Evelyn yang tidak hanya kotor, tapi juga basah.

"Apa-apaan ..."

"Dia yang bikin kacau di sini," Intan membela diri. "Dia ..." Kalimat Intan terhenti saat tatapan tajam Arman terarah padanya.

"Kalau kamu tau aku, kamu pasti nggak bakal berani ngelakuin hal kayak gini ke istriku," ucap Arman dengan nada berbahaya. "Udah cukup main-mainnya. Aku nggak peduli meski kamu cewek, aturanku tetep sama. Kamu tau itu, kan?"

Intan tampak shock, sekaligus marah. Namun mengejutkan Evelyn, wanita itu tiba-tiba membungkuk pada Evelyn dan meminta maaf. Di tengah kebingungannya itu, Evelyn mendapati Arman memakaikan jasnya ke bahu Evelyn, lalu menarik Evelyn pergi dari restoran itu.

Arman membawa Evelyn ke mobilnya, sementara Riani naik mobil Arman yang tadi dibawa Evelyn ke sini. Begitu mobil itu meninggalkan pelataran parkir restoran, Arman berkata,

"Kamu tuh sebenernya cemburu atau apa?"

Evelyn kontan melotot tak terima dengan tuduhan Arman itu.

"Alasan kamu nyari Intan dan buat gara-gara kayak gitu di restorannya, bukan karena kamu cemburu, kan?" tuduh Arman lagi. "Kamu suka ama aku? Atau, kamu cinta sama aku?"

Evelyn sudah akan menjawab dengan elakan ketika Arman berkata lagi,

"Kalau bukan karena itu, sebaiknya kamu ngasih aku alasan masuk akal kenapa kamu ngelakuin hal bodoh kayak gini."

Alasan masuk akal. Hal bodoh.

Sialan, Arman!

***

Marry Me or Be My Wife (End)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora