Bab 8 - Party

Mulai dari awal
                                    

Tak punya pilihan lain, Evelyn berjalan ke arah piano di sudut ruangan. Ia menarik napas dalam, sebelum memainkan melodi lagu ulang tahun, sebelum dilanjutkan dengan Beloved dari Yiruma. Di tengah permainannya, Evelyn menatap ke satu titik dan langsung menemukan Arman di sana.

Pria itu menatapnya lekat, tersenyum. Evelyn bahkan tak sadar ia sudah membalas senyum Arman. Mengakhiri permainan pianonya, suara tepuk tangan memenuhi ball room hotel. Istri Pak Hendri menghampiri dan memeluknya. Beberapa wanita-wanita lain yang seusia ibunya juga menghampirinya, memuji kecantikan dan kemampuan bermain pianonya.

Namun di sela kerumunan itu, Evelyn kemudian melihat Arman bersama seorang wanita. Evelyn tak mengenali wanita itu. Satu hal yang Evelyn tahu; ia cantik. Rambut pendek sebahunya membingkai wajah kecilnya dengan sempurna. Gaun yang dikenakannya juga tampak modis.

Evelyn memperhatikan Arman mengobrol dengan wanita itu. Sementara wanita itu tak hentinya tersenyum pada Arman. Siapa dia? Saudara? Bukan. Papa Arman adalah anak tunggal, dan Arman hanya punya satu adik bernama Lyra. Juga, wanita itu tidak ada apa-apanya dibandingkan Lyra. Lyra jauh lebih cantik dari wanita itu. Evelyn juga lebih cantik dari wanita itu. Seharusnya begitu.

Syukurlah istri Pak Hendri itu kemudian membawa Evelyn pergi dari kerumunan itu dan kembali ke Pak Hendri. Memanfaatkan itu, Evelyn pamit untuk mencari Arman. Namun setelah ia menemukan Arman, bukannya menghampiri suaminya itu, Evelyn justru bertanya pada Riani yang sedari tadi memang mengikutinya,

"Siapa cewek itu?"

Riani menatap Evelyn bingung.

Evelyn mengedikkan kepala ke arah Arman. "Cewek yang sama Arman itu."

Riani menoleh ke arah Arman. "Oh, Bu Intan. Putri direktur DIA Construction."

Evelyn mendengus kasar. "Mereka teman kuliah? Atau rekan bisnis? Dia kerja di perusahaan juga?" buru Evelyn.

"Bu Intan tidak bekerja di perusahaan, tapi punya bisnis sendiri. Bu Intan mempunyai bisnis restoran. Restoran tempat makan malam Bu Evelyn dan Pak Arman bersama Pak Hendri dan istrinya itu adalah milik Bu Intan," Riani menerangkan.

Evelyn mengernyit tak suka. Kenapa Arman membawa Evelyn ke restoran itu?

"Ah, dua tahun lalu ada kabar kalau Pak Arman dan Bu Intan berkencan, tapi sebenernya, Bu Intan yang memang menyukai dan mengejar-ngejar Pak Arman, Bu," lanjut Riani.

Mendengar itu, Evelyn melotot. "Arman sepopuler itu?" desis Evelyn.

Riani tampak terkejut, sebelum mengangguk.

Evelyn menatap Arman yang masih bersama Intan, kekesalan mendadak memenuhi dadanya. Pria sombong sok populer itu. Apa dia lupa jika dia sudah menikah? Berani-beraninya dia bermesraan dengan wanita lain seperti itu di depan umum?

Evelyn lantas melangkah menghampiri Arman. Ia nyaris saja mengumpat ketika Arman terkejut melihat kehadirannya. Reaksinya persis seperti seorang pria yang tertangkap basah berselingkuh. Namun belum sempat Evelyn melemparkan kata-kata pedas, pria itu tiba-tiba meraih pinggang Evelyn dan menarik Evelyn mendekat.

"Sayang, kamu ke mana aja? Dari tadi aku nyariin kamu," Arman berkata.

Evelyn berusaha mengontrol ekspresinya dan memasang senyum. Ia lalu menatap ke arah Intan dan mendapati ekspresi cemburu di wajah wanita itu. Tunggu. Arman tidak melakukan ini untuk membuat wanita itu cemburu, kan? Apa dia gila popularitas?

"Permainan pianomu tadi menakjubkan," Arman kembali berkata.

Pujian ini juga untuk membuat Intan semakin cemburu, kan?

Marry Me or Be My Wife (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang