Bab 1 - Perjodohan

385K 11.3K 294
                                    

Perjodohan


Menikah.

Evelyn bukannya tak pernah memikirkan tentang pernikahan. Ia punya kekasih dan ia mencintai kekasihnya. Ia punya impian untuk menikah dengan kekasihnya, memiliki keluarga kecil yang bahagia. Namun impiannya itu harus hancur ketika ayahnya memberitahukan kabar perjodohannya dengan Armando Alfian Brawijaya.

Evelyn tidak tahu apa yang terjadi, tapi perusahaan ayahnya mengalami krisis hingga terancam bangkrut dan grup perusahaan Brawijaya milik keluarga Arman, bisa membantu mereka. Tapi untuk itu, Evelyn harus menikah dengan Arman, putra sulung dari keluarga itu.

Evelyn mengenal Arman. Dia adalah kakak dari Lyra, sahabat Ryan yang adalah adik Evelyn. Evelyn pernah bertemu dengan Arman beberapa kali, dan ia sudah melihat sendiri betapa cueknya pria itu setiap kali berhadapan dengannya. Sebenarnya, Arman adalah pria pertama yang tidak terpesona oleh kecantikan Evelyn.

Jujur, cueknya Arman itu agak menyakiti harga diri Evelyn juga. Selama ini, ke mana pun ia pergi, ia hanya mendengar orang-orang memuji kecantikannya. Tapi Arman bahkan tak sedikit pun tertarik padanya. Bahkan sejak kedatangannya ke rumah Evelyn bersama papanya tadi, Arman tak sekali pun menatap Evelyn.

"Gimana, Evelyn?" Pertanyaan ayahnya itu menarik Evelyn dari pikirannya.

Evelyn berdehem. "Emangnya Evelyn punya pilihan lain?"

"Kalau kamu nggak setuju ..."

"Nggak ada pilihan lain," suara dingin itu milik Arman. Pria itu akhirnya menatap Evelyn. "Cuma itu satu-satunya cara buat nyelametin perusahaanmu. Dan keluargamu. Adikmu juga masih kuliah, kan?"

Evelyn mengernyit. Ya, ia harus memikirkan keluarganya. Ryan juga.

"Evelyn mau ngomong sama Arman dulu," Evelyn berkata.

"Evelyn ..."

"Nggak pa-pa, Om," Arman menghentikan kalimat ayah Evelyn. "Arman juga ada yang mau diomongin sama Evelyn." Arman lalu berdiri. "Kita bisa keluar sebentar," ucapnya pada Evelyn. Pria itu lantas pamit pada orang tua Evelyn untuk mengajak Evelyn keluar dulu.

Evelyn mengangkat dagu angkuh dan mengikuti Arman keluar. Ia bahkan tak terkejut ketika Arman langsung masuk ke mobilnya tanpa lebih dulu membukakan pintu untuk Evelyn.

Evelyn tak tahu ke mana Arman membawa mereka, tapi ia tidak bertanya. Sepanjang jalan, hanya keheningan panjang yang menemani mereka. Sementara Evelyn masih terus mengulang kata yang sama, yang mendadak terdengar gila baginya; pernikahan.

"Kamu mau di sini aja atau ikut ke dalam?" suara dingin Arman itu kembali menyadarkan Evelyn.

Evelyn baru menyadari jika mobil Arman sudah berada di pelataran parkir sebuah ... restoran. Ia segera melepas seat belt-nya dan menyusul Arman yang sudah turun lebih dulu. Pria itu bahkan tidak menunggu Evelyn dan langsung masuk begitu saja ke restoran.

Evelyn tak bisa membayangkan jika dia benar-benar harus menikah dengan pria itu. Dingin, cuek, sombong. Tidak ada hal bagus satu pun dari Arman. Kecuali dia tampan. Ya, Evelyn akui itu.

Bahkan sejak pertama kali Evelyn melihat Arman, ia langsung mengakui ketampanan pria itu. Kulitnya putih, bersih. Matanya menyorot tajam, tegas. Bahkan suaranya juga ....

Sentuhan pelan di lengannya seketika menyadarkan Evelyn dari pikiran bodohnya. Ia menoleh, agak bingung, ketika melihat seorang pria muda yang mengenakan seragam staf restoran itu berdiri di sampingnya.

"Ya?" tanya Evelyn.

Pria muda itu menunjuk ke arah salah satu meja dan Evelyn melihat Arman di sana.

Marry Me or Be My Wife (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang