Beberapa detik kemudian, semuanya sangat cepat. Tiba-tiba tubuh gadis itu limbung jatuh di atas pasir putih yang hangat.

"Astaga." Spontan Marc menggendong tubuh limbung itu membawanya ke dalam rumah.

***

Untuk beberapa saat Marc hanya mondar mandir di kamarnya sesekali melihat ke arah tempat tidur. Gadis yang beberapa waktu ditemuinya kini berbaring di sana. Dan Marc tidak tahu harus berbuat apa untuk membuat gadis itu siuman.

Minyak angin? Marc menyesal tidak menuruti ibunya untuk membawa serta barang kecil itu.

"Di mana aku?" Marc segera menoleh dan mendekat saat gadis itu siuman.

"Kau di rumah pantai." Jawab Marc pelan. Mata gadis itu membulat menatap Marc sedang berjongkok di sebelahnya.

"Apa yang kau lakukan?" Serunya sedikit berteriak.

"Hey, tenanglah. Kau pingsan di pantai dan aku membawamu kemari."

"Benarkah? Kau kira aku percaya dengan ucapanmu?" Pandangan matanya menyelidik.

"Sungguh, Nona. Aku tidak berbohong. Apa aku kelihatan seperti pemuda tidak baik-baik?"
Gadis itu masih menatap Marc dengan ketakutan namun ada sirat menantang di dalamnya.

"Aku Marc. Kau?" Tangan kanan Marc terulur berharap di sambut. Gadis itu tetap bergeming menatap Marc dengan pamdangan sulit diartikan.

"Selena." Jawabnya kemudian tanpa berniat membalas uluran tamgan Marc. Marc menarik kembali tangannya.

"Nama yang bagus. Kau tinggal di daerah sini?" Tanya Marc lagi yang hanya dijawab anggukan kepala.

"Aku harus pulang. Terima kasih sudah menolongku." Selena bergegas bangkit dan berjalan cepat. Marc tersenyum melihat tingkahnya.

"Tunggu. Kau bisa menunjukkan aku pintu keluar rumah ini, Tuan muda?" Langkah Selena terhenti

"Apa? Tuan muda? Namaku Marc." Marc meringis mendengar Selena menyebutnya.

"Ya, erm... Marc."

"Akan kuantar sampai rumahmu. Ayo." Marc menggenggam jemari Selena yang tanpa disadari oleh Marc, membuat Selena berdegup kencang.

Beberapa tahun yang lalu sejak terakhir tangannya digenggam seseorang, dan kini Selena merasakan desiran aneh itu pada pemuda yang baru dikenalnya. Dia Marc.

***

Selena memghembuskan nafasnya yang selama itu tertahan karena meredam debaran jantungnya. Bagaimana tidak, Marc-- pemuda yang baru saja mengantarnya itu tak melepas tangannya--meski tadi mereka berjalan dengan keheningan.
Sampai mereka tiba di rumah Selena.

Rasanya Selena ingin menangis sekaligus tersenyum. Bagaimana mungkin Marc bisa membuat debaran itu hanya dengan memandang matanya.

Tidak sopan,

Selena menatap langit-langit kamarnya sambil mengingat sebab ia pingsan saat melihat Marc.

Bodohnya kau, Selena. Itu memalukan.

Selena mengetuk-ngetuk kepalanya dengan kesal.

"SELENAAA," Wajah Arianna menyembul di balik daun jendela dengan gayanya yang periang.

"Arianna, rumahku punya pintu. Kau harus membiasakan masuk lewat pintu mulai sekarang."

"Aku mengetuk pintumu beberapa kali dan kau tidak muncul. Jadi aku memanjat lewat jendela. Hehehe," Selena mendengus mendengar kekehan Arianna, sahabatnya.

Selena dan Arianna berteman sejak kecil. Mereka bak botol dengan tutupnya. Tak dapat dipisahkan. Namun nasib Selena tidak sebaik Arianna. Ibunya meninggal karena melahirkan adiknya yang juga tidak tertolong. Dan ayahnya pergi meninggalkannya sendiri. Tewas saat ombak pantai menerjang para nelayan lima tahun yang lalu. Termasuk, Adam Mc'Louis. Pemuda yang dicintai sekaligus dibencinya.

"Jadi siapa pemuda tampan yang mengantarmu tadi, heuh?" Arianna menaik turunkan matanya pada Selena.

"Hanya orang gila."

"Ayolah Selena. Siapa dia? Aku tak pernah melihatnya. Apa dia dari kota?" Selena mengangkat bahu. Namun ia tahu, gadis seperti Arianna takkan putus asa sebelum pertanyaannya terjawab. Gadis keras kepala.

"Marc. Itu yang dia katakan."

"Wah... jadi kalian sudah berkenalan? Bagaimana ceritanya?" Arianna membalikkan tubuhnya menjadi tengkurap di kasur empuk Selena.

"Aku pingsan." Ucapku singkat. Tapi sukses membuat Arianna tertawa keras sambil menendang-nendangkan kakinya di udara kosong.

"Astaga Selena, berkenalan saja membuatmu pingsan." Gadis itu tertawa sampai terbatuk-batuk, membuat Selena semakin merah padam.

"Jangan salah. Aku terkejut melihatnya tiba-tiba berdiri di belakangku. Mataku berkunang-kunang dan...."

"Dan...?" Sambumg Arianna menunggu kelanjutan kalimat Selena.

"Ah, tentu saja kau pingsan, lalu pemuda yang bernama Marc itu menggendongmu seperti bridal style dan memberimu nafas buatan." Arianna terkekeh geli menyuarakan bayangannya tentang apa yang terjadi pada sahabatnya.

Selena memukul kening Arianna dengan penggaris berharap gadis itu berhenti berpikir yang tidak-tidak.

"Berhentilah berkhayal dengan otak bodohmu itu. Kau terlalu banyak menonton film Mattel."
Arianna mendesis sambil mengusap keningnya

"Selena, berhentilah menunggu Adam di sana. Dia sudah... kau tahu sendiri. Bahkan ayahmu juga tak terselamatkan." Selena menatap Arianna tajam.

"Dia akan kembali. Dia sudah berjanji padaku akan kembali. Buktinya, mereka tak menemukan mayat Adam jika ia benar-benar telah tewas. Mereka hanya menemukan mayat ayahku dan beberapa nelayan yang pergi bersama ayahku." Arianna menghela nafas panjang. Sulit sekali mengubah keyakinan Selena yang masih percaya bahwa Adam masih hidup.

***

Well well well...

Ancur ancur deh ini cerita.

Betewe, kritik saran donk buat ini ff gueje.

So, paling enggak tolong tinggalkan jejak guys. Jangan cuma jd silent reader yaaa.

xie-xie

A Love At The Thresold Of Twilight (Marc Marquez & Selena Gomez) COMPLETEDDove le storie prendono vita. Scoprilo ora