11. Mengikhlaskan

9K 516 7
                                    

Kamar

Entah seberapa banyak cairan bening yang ku keluarkan sejak tadi dan entah apa yang sebenarnya aku tangisi, aku masih bingung perasaan macam apa yang sedang aku rasakan? mengingat Azam bukanlah siapa - siapa dan dari awal pun tak ada yang berani memulai sehingga perasaan ku semakin dalam dan dalam kemudian tibalah saat ini aku merasa terjebak oleh perasaan ku sendiri nyatanya aku mengunci Azam rapat - rapat dalam hati ku sehingga aku pula yang repot karna tak dapat mengeluarkannya dalam hatiku ini.

Mataku yang mulai membengkak aku berusaha mengucapkan
"Bismillah.. gia keep hamasah ana kuat dan ana bisa! Pasti bisa! Allahuakbar" ucapku pada bayanganku sendiri di depan cermin memberi semangat dengan memasukan sugesti berupa kata - kata yang menguatkan.

Aku malu pada diri ku sendiri dan kepada Allah karna begitu mudahnya aku menangisi sesuatu yang memang bukan hak ku apalagi seorang ikhwan tapi jarang sekali aku menangisi dosaku sendiri??
Aku harus mencoba mengikhlaskan Azam dan yang terpenting sekarang ini adalah aku harus memantaskan diri ku kemudian lebih mendekatkan diri pada sang maha cinta pemilik Azam dan ikhwan yang akan menjadi jodohku nanti.
Keadaan ini aku dapat menjamin tak akan berlangsung lama aku hanya perlu menyesuaikan diri dengan keadaan ku yang sekarang bisa di bilang tanpa Azam mengingat memang hubungan ku dengan Azam tergolong unik. Aku dengan Azam tidak pernah intens dalam menghubungi satu sama lain berbeda dengan orang lain yang setiap menit bahkan detik harus melaporkan segala aktivitas kepada sang pacar, aku dengan azam sangat menghindari aktivitas sms atau yang lainnya karna menurut kami aktivitas itu hanya buang - buang waktu paling kami menghubungi satu sama lain jika keadaan yang memaksakan atau dalam keadaan mendesak.
Jika mengingat banyak hal yang unik di antara kami dan jarang sekali di gunakan oleh sebagian orang yang berpacaran di luar sana seharusnya aku dapat dengan mudah mengikhlaskannya.

Cairan bening ini pun berangsur - angsur kering dan tak lagi menetes aku pun segera melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan badan yang sedari tadi banyak mengandung bakteri dan mengambil air wudhu karna dengan air wudhu akan meredamkan amarah ku yang membludak.

Setelah selesai membersihkan tubuhku kemudian aku pun melaksanakan shalat magrib.

"Kakak turun yuk makan dulu" suara teriakan ibu ku dari lantai satu, sepertinya semua orang telah berkumpul di meja makan sederhana milik keluaga ku.

aku pun memutuskan untuk ke bawah mengingat aku sudah sangat lapar sehabis menangis tadi jangan di kira menangis itu tidak mengeluarkan energi.
Aku pun menggeser kursi meja makan yang biasa aku tempati dan benar saja semua keluarga termasuk abangku yang akhir - akhir ini tengah di sibukan oleh sekripsinya sudah berkumpul di tempatnya masing - masing.

Perkenalkan abangku bernama Muhammad Rizal Pahlevi ia berperawakan tinggi, kulit sawo matang, mata belo, hidung mancung, dan mempunyai alis yang sangat tebal. Menurut pandangan seorang perempuan abangku sangat manis dan maco tak heran jika banyak wanita sangat mengidam - idamkannya tapi sebanyak apapun itu abangku masih kokoh dengan pendiriannya untuk No khalwat until akad. Yah begitulah kakak ku ia juga salah satu inspirasi ku walaupun aku sedikit tidak akur jika sedang bersama - sama.

"Dek.. mata kamu kenapa? Abis nangisin siapa?? Kamu di jahatin? Bilang sama abang mana orangnya" abangku yang memulai pembicaran keluar deh sifat protektifnya abangku sepertinya dialah orang yang pertama kali peka dengan mata sembab ku ini dan sontak saja ayah dan ibu langsung menatapku penuh tanya.

"iiissshh abangku alay deh" ucapku seolah mengalihkan topik pembicaraan.

"Ehh kok abang udah pulang sih?" Tambahku pada bang Rizal sebelum ia akan menghujaniku dengan berbagai ribu pertanyaan.

"Duuh adek abang pinter ngeles yah.. emang kenapa kalo abang udah pulang? Engga suka" ucapnya dengan mimik muka yang sedikit di sinis - siniskan.

"Iissshhh suudzon" dengusku sedikit kesal kebiasaan buruk abangku keluar yaitu tukang suudzon.

Abangku pun terkekeh geli melihat kelakuan manja adek perempuan satu - satunya yang tidak pernah berubah walau sekarang aku sudah kelas 2 SMA.
"Gini lho adek ku sayang.. sekripsi abang sudah di terima tinggal menunggu sidangnya" ucapnya dengan air muka yang sangat bahagia yaaah aku tau betapa bahagianya abangku saat ini aku pun dapat merasakan kebahagiannya.

"Hah?? Apa?? Selamat yah abangku yang paling ganteng akhirnya abangku terbebas dari julukan mahasiswa abadi" aku pun langsung tertawa geli ucapanku memuji sekaligus menjatuhkan.

Ibu dan ayahku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah pola kedua orang anak kesayangannya.

"Ya allah dek.. kamu itu antara memuji dan menghina beda tipis yah, kuliah abang ga seabadi itu yah dek abang cuma 5 semester kok" pembelaan abangku yang tak mau di sebut mahasiswa abadi.

"Ibu ayah udah kelaparan nih..." aku langsung menengok ayahku yang sedang merengek meminta makan kepada ibuku dengan gayanya yang berlebihan sambil memegangi perutnya semua orang yang ada di sini langsung tertawa termasuk ibu ku.

"Sudah sudah kalian sih ribut terus liat ayahmu sudah merengek" ucap ibuku sambil menyendok nasi di piring ayah.

"Iyaa iyaa.. siap mah" ucapku yag di balas anggukan oleh abangku tanda setuju.

"Sebelum makan kita berdo'a dulu dan kalk ini do'a akan di pimpin oleh abang" ucap ayahku.

"Baik yah..." balasnya yang tak kalah semangat.

"Bismillahir rahmannir rohim.. Allahumma barik lana pima rojaktana wakina adza banar" ucap abangku dengan khusyuk.

"Amin.." ucap kami serempak.

Makanpun di mulai, saat makan kami dilarang keras oleh ayah untuk mengobrol. Hanya suara sendok dan garpu yang saling berbenturan meramaikan suasana makan malam kami.

***
Pagi yang cerah untuk memulai aktivitas sehari - hari. Hari ini aku membawa si mico kesayangan lagi karna sudah terlalu lama si mico diabiarkan sendiri sebagai penghuni garasi.

"Ayah, mah, abang gia pamit dulu yah.. " sapaku pada semua anggota keluargaku kemudian aku pun menyalaminya satu persatu.

"Abang semangat yaah sidangnya semoga lancar.. do'a adik cantik mu ini selalu menyertai abang.. fighting keep Hamasah!!"  Pesanku pada bang rizal yang hari ini bertepatan dengan hari sidang skripsinya.

Bang Rizal mengidikan bahunya geli melihat kelakuan adiknya yang pagi - pagi udah ngelantur ga jelas..

"Mah adek salah minum obat yah" teriakan bang rizal pada ibuku yang tengah sibuk merapikan meja makan kemudian bang rizal dihadiahi kekehan geli dari ayah dan ibu Kemudian aku pun mencibikkan bibirku kesal.

"Yasudah, kakak berangkat gih nanti kesiangan kotak bekalnya jangan lupa di bawa" ucap ibuku yang berusaha menengahiku dan abang.

"Siap bos!" Ucapku dengan sigap sambil memasukan kotak bekal ke dalam tas kemudian menyalami semua anggota keluargaku.

"Gia berangkat yah.. Assalamualaikum" ucapku mengakhiri perbincangan di pagi hari.

.......

Assalamualaikum para readers yang budiman, baik hati, dan tidak sombong :D author bawa next chapter nih dan nepatin janji up malam minggu ohiyah hay para Jomblo mulia 👋 ..
Tapi maaf singkat banget soalnya lagi mentog semoga suka yah hihihi..
Sekian
Wassalamualaikum

Regards

Fitriyani Syawaliah 👓

Anak Rohis Kok Pacaran??Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora