Tyler ingin menolongku. Aku tahu itu dan aku percaya itu.

"Kubilang lepaskan dia, Tess," suara Tyler terdengar mantap. Tapi, aku yakin tadi aku mendengar ada sedikit kekhawatiran di dalam suaranya.
"Apa? Lepaskan dia," Tess terdengar tidak percaya. "untuk apa aku melepaskannya?"

"Tidak seperti ini perjanjian nya," kata Tyler.

Sebentar.

Perjanjian? Perjanjian apa? Tyler membuat perjanjian dengan Tess?

"Apa?" kataku tercekat.

Tyler tidak menghiraukanku. Dia tetap bicara dengan Tess.

"Kau harus melepaskan Lisa, Tess. Kau melanggar perjanjian nya."

Aku menatap Tyler. Berusaha memahami apa yang dia maksud. Tapi, aku tak bisa memahami apapun.

"Huh! Perjanjian katamu? Aku tidak bilang apa-apa soal perjanjian. Perjanjian nya adalah kau membantuku menyulik Aiden dan membantuku membuat Lisa, datang kesini. Hanya itu perjanjian nya."

"Apa?" suaraku nyaris tak terdengar. "Tyler membantumu melakukan ini semua?"

Aku tidak percaya. Aku benar-benar bingung.

"Kau membantu mahkluk ini untuk menyulikku dan Lisa? Apa kau sudah gila!" bahkan aku sudah lupa bahwa ada Aiden diruangan ini.

Dia terlihat sangat marah. Siap menghajar Tyler.

"Tidak! Tidak mungkin Tyler membantu Tess. Benarkan kataku?" aku menatap mata Tyler penuh harap. Matanya yang berwarna coklat gelap terlihat sulit untuk ditebak.

Aiden mendengus dan Tyler memelototinya. Sedangkan aku, mau mati saja rasanya.

Tak ada seorangpun yang bicara. Kami saling mengawasi dalam diam. Kemudian, Tess bicara memecah keheningan. "Well, semakin tegang saja disini. Apa peperangan akan mulai sedikit lagi?"

Aku benci Tess. Aku sanggup untuk membunuhnya dan tidak menyesalinya, karena semua perbuatannya. Memecah belah kami semua. Akan tetapi, disisi lain aku juga masih sulit mencerna tentang perjanjian antara Tyler dengan Tess.

"Tyler, kau sungguh pengecut. Dasar berengsek!" kata Aiden, geram.

Tyler tak menanggapi perkataan Aiden. "Lepaskan dia," kata Tyler lagi kepada Tess.

"Aku kira kau tahu cara kerja denganku, karena kau sama denganku," kata Tess.

"Yang aku tahu kau tidak akan menyakiti Lisa."

"Bodoh sekali kau percaya padaku," kata Tess, sambil tertawa miris. "kukira kau lebih pintar dari kelihatannya."

Apakah Tyler mengorbankan Aiden dan aku?

"Kalian sudah selesai? Bisakah kalian melanjutkan ngobrolan kalian ditunda dulu? Karena aku dan Lisa adalah manusia biasa yang tidak tahu apa kalian itu," cela Aiden.

"Dasar pengganggu," gumam Tyler.

"Wah, sepertinya kau salah sangka. Hanya kau yang tidak tahu apa-apa disini, sayangku," aku sangat mual mendengar apa yang dikatakan Tess barusan.

Aiden terlihat bingung dan curiga terhadapku. Dia menatapku dan ketika aku membalas menatapnya, aku tahu dia percaya padaku.

Dan aku akan mengkhianati kepercayaannya padaku.

"Aku percaya Lisa," kata Aiden.

Aku menelan ludah. Berharap andai saja Aiden tidak percaya padaku. Sepertinya aku lebih senang bahwa dia membenciku saat ini.

"Oh, kalau begitu. Bagaimana kalau kutunjukkan bahwa dia memang manusia biasa?" Tess mengatakannya dengan sangat melebih-lebihkan suaranya yang nyaring, hingga membuat telingaku sakit.

Aiden berjengit.

Tyler tak bergerak.

Dan aku tak bernapas sama sekali.

Tess bakalan mematahkan leherku didepan Aiden. Sehingga Aiden tahu bahwa aku juga sama menyeramkannya.

Suasana sangat mencekam. Kami saling tidak mempercayai. Bingung pihak mana yang harus dipercayai.

"Aku akan memberikanmu apapun jika kau melepaskan Lisa," kata Tyler.

Tess tidak bergeming. "Sebegitu pentingnya kah perasaan cewek ini di mata mu, Tyler? Lagipula si mortal ini tidak bisa berbuat apa-apa jika tahu kenyataannya," dia melirik Aiden.

"Apa maksud kalian? Dan siapa yang dimaksud mortal?" sela Aiden.

Tak ada satupun yang menjawab pertanyaan Aiden.

Ketegangan menggantung di udara dan siap meledak kapan saja.

"Kau akan segera tahu," kata Tess. Aku nyaris mendengar suara leherku sendiri patah, kalau Tyler tidak menerjang Tess duluan.

Aku terjatuh dan membuat bunyi yang keras. Aiden langsung membantuku berdiri untuk keluar dari sini.

"Cepat pergi dari sini," geram Tyler. Tanpa menoleh pun aku tahu bahwa Tyler sudah berubah menjadi sosok iblis. Aiden sedikit terpengarah melihat Tyler, tapi hanya sebentar karena, dia langsung membantuku.

Tess mencakar, memukul dan melakukan apapun agar dia bisa lepas dari cengkraman Tyler.

Ini kesempatanku dan Aiden untuk keluar dari sini. Kami berlari secepat mungkin dan menghiraukan suara erangan kesakitan dari perkelahian dibelakang kami.

Akhirnya kami berhasil keluar dari sana.

Tinggal sedikit lagi mencapai mobilku. Pikirku.

Ketika ingin membuka pintu mobilku aku mendengar suara teriakan Tyler, melengking dan menulikan.

Dan ketika aku menoleh, tiba-tiba Tess sudah menancapkan pisau ke dada sebelah kiriku. Tepat di jantungku.

Aku menatap mata Tess yang hitam pekat dan dia tersenyum sangat mengerikan.

Aiden membeku di tempat.

"Lari dariku, Aiden," kataku.

Lalu aku ambruk ke tanah.

-----------------

Ada satu hal yang tidak pernah berubah dariku selama ini.

Ingin aku dikutuk ataupun tidak, hal ini tak berubah. Yaitu menatap langit.

Sejak kecil aku sangat ingin menjadi orang yang bisa ke angkasa luar. Karena setiap aku melihat bintang-bintang dan bulan aku selalu lupa waktu.

Aku selalu suka menatap langit. Ketika semua orang takut akan badai dan petir, aku malah menganggap semua itu indah.

Bagiku semua yang ada dilangit semuanya indah. Tak peduli walaupun itu mematikan.

Setiap aku melihat langit aku merasa tak ada yang berubah. Tetap menenangkan.

Aku ingin tahu apakah kutukan ku juga tidak berubah jika aku ada di luar angkasa sana. []

------------------

Selamat lebaran. Mohon maaf lahir dan batin.

Maaf ya part ini pendek banget.

Vomment jangan lupa.😊😊

7juli16

Immortal SoulWhere stories live. Discover now