12. Hangout

3.8K 316 1
                                    

19 juni 2016.

----------------

Aku merasa sekolah sangat sesak hari ini. Atau memang selalu seperti ini.

Aku ada ujian trigonometri hari ini. Walaupun aku sudah bertahun-tahun belajar tentang trigonometri tetap saja nilaiku tak lebih dari delapan puluh. Mendapat delapan puluh mungkin kalian pikir itu bagus, tapi untuk aku yang sudah lama mengulang-ulang pelajaran itu, yahh tidak bagus. Jadi aku menduga bahwa aku memang payah di pelajaran ini dan sialnya aku belum belajar untuk ujian hari ini. Mungkin aku harus ikut kelas tambahan.

"Hei," ujar Kate teman sekelasku ketika dia menyenggolku. Aku tidak menghiraukannya. Tetap pusing akan hal ujian hari ini. "Kelihatannya kau tidak bersedih sama sekali atas kematiannya Tyler ya?" Kate terkenal dengan sebutan pembuat onar.

Aku berhenti dan menoleh kearahnya. Melihat diriku merespon dia bicara lagi. "Atau kau memang tidak sedih karena kau yang menabraknya?" Kate dan teman-temannya terkikik.

Aku memutar bola mataku. Dasar menyebalkan. Batinku.

"Aku heran mengapa cowok-cowok sangat suka padamu walaupun kau sudah jahat pada mereka. Kau itu seperti panah beracun untuk semua orang. Dasar pembawa masalah"

Aku berbalik dan berjalan menjauhi gerombolan itu. Aku merasa ada sesuatu yang membuatku tersiksa karena ucapan Kate tadi. Itu benar.

Semua itu benar.

Aku tidak peduli. Aku tidak peduli. Aku mengucapkannya dalam hati dengan berulang-ulang sangat seperti mantra.

Tapi aku tetap peduli. Seberapa keras aku mencoba.

Aku memasuki kelas trigonometri. Beberapa murid sudah duduk dan beberapa ngobrol. Tidak ada yang belajar. Bahkan aku nyakin beberapa dari mereka tidak tahu bahwa hari ini ada ujian.

Dasar pelajar zaman sekarang. Batinku.

Aku duduk di belakang. Karena hanya ada dua bangku disana yang tersisa. Biasanya aku duduk di depan karena tidak ada yang mengangguku disana. Tapi sepertinya duduk di belakang juga tidak ada bedanya.

Aku mengeluarkan buku triginometri dan mengerjakan beberapa soal. Atau lebih tepatnya aku hanya mencoret-coret buku ku saja.

Aku tidak bisa konsentrasi. Akhirnya kututup buku trigonometri ku dan membiarkan diriku berimajinasi sebentar.

Ketika bel berbunyi aku baru tersadar di sebelah mejaku sudah terisi seseorang. Dan aku juga baru sadar bahwa orang itu adalah Aiden.

Mejaku memang tidak bertautan dengan meja Aiden, tapi hanya dengan bersebelahan saja sudah aneh. Aku tahu dia duduk disitu karena dia tidak punya pilihan lain.

Rasanya ini akan menjadi semakin rumit.

Mrs. Pierra masuk ke kelas dengan suara khas ketukan sepatunya. "Selamat pagi, anak-anak. Hari ini kalian akan memulai pelajaranku dengan ujian trigonometri," semua murid menghela napas dan protes.

"Tidak. Aku tidak memberi pengecualian," lagi-lagi semuanya menghela napas.

Mrs. Pierra mulai memberikan kertas ujian kepada kami. Aku memusatkan seluruh perhatianku pada kertas ujian trigonometri ku, bukan ke Aiden.

Baru lima menit ujian dimulai sudah banyak yang mulai gelisah. Tapi Aiden tetap tidak berkutik. Dia mengerjakan soalnya dengan tenang.

Justru aku yang tidak tenang. Bukan karena ujian ini tapi karena Aiden tidak seperti biasanya.

Memang sudah seharusnya begini sejak awal. Ini kemauanku sendiri. Aku membatin dan memejamkan mataku.

------------------

Immortal SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang