14. The Trap

3.3K 358 28
                                    

Terkadang ada saatnya aku di masa-masa tersulit ku.

Ketika semua orang yang kukenal bergiliran menua, lalu mati.
Aku tetap disini. Mengunjungi pemakaman mereka.

Satu-persatu.

Bahkan ketika aku mengunjungi pemakaman orang tuaku, aku tidak menangis.
Aku tidak bisa.
Dan tidak akan pernah.
Karena inilah diriku yang sebenarnya.
Aku sepenuhnya terkendali.

Seharusnya.

-------------------

Aku mengerjap. Pandanganku menjadi gelap. Tess menyerang kepalaku duluan. Tapi itu membuatku kembali tersadar.

Aku bangkit walaupun terhuyung-huyung. Aku mengerjap-ngerjap dengan keras. Tess menyunggingkan bibirnya dan memperlihatkan kilatan taringnya yang mencuat.

Aiden bangkit sambil memegangi kepalanya. Kemudian dia melihat Tess-walaupun aku tidak yakin Aiden mengenali bahwa mahkluk itu adalah Tess- dan terpengarah. Tapi hanya sebentar karena langsung menyuruhku ke belakang punggung nya.

Dasar cowok.

Disaat seperti ini dia masih mau melindungiku.

"Tidak apa. Aku akan melawan nya," kataku. Walaupun aku yakin cara terbaik adalah pergi dari sini secepatnya.

Tess mendekatiku bukan Aiden. Pelan-pelan sekali, seakan aku adalah tikus yang akan lari terburu-buru kalau dia menerjangku dengan cepat.

"Hhh...hhh," itu suara napasku yang berburu. Setiap Tess mendekat aku seperti berhenti napas.

Lalu, Tess menerjangku dengan cepat, tapi Aiden langsung kearah depanku. Dia bergulat dengan Tess.

Ini dia peluangku untuk mengambil pisau dapur dimeja tadi. Jaraknya memang hanya enam langkah dari tempatku tapi, rasanya seperti membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengambil pisau itu.

Aku berlari untuk mengambil pisau itu ketika tangan Tess mencengkram kakiku. "Sialan. Lepaskan aku!" pekikku.

Aiden masih berusaha untuk melawan. Ku menendang-nendang kakiku dengan liar. Tapi Tess malah nyengir. Aku bergidik. Aku ingin melebur dengan udara saja rasanya. Aku tidak pernah menghadapi iblis seperti ini.

Aiden memukul Tess dengan cukup keras dan itu membuatnya melepaskan cengkramannya dariku.

Aku tersandung dan hampir jatuh. Aku langsung mengambil pisau itu dan ingin sekali melihat pisau ini menancap di dada kiri iblis itu. Tapi dia sudah menghilang yang hanya meninggalkan Aiden di sisi ruangan.

"Aiden," kataku. Dia terlihat buruk. Bahkan di penerangan yang remang-remang ini aku bisa tahu ada luka di sekujur tubuhnya. Aku menghampirinya. "Kau tidak apa-apa?" tanyaku.

Aiden hanya mengangguk.

Sejak kapan dia diculik oleh Tess? Sejak semalam?

Aku menggeleng, tak seharusnya memikirkan itu. Melihat Aiden dalam keadaan utuh saja, aku sangat bersyukur.

Pikiranku kembali ke dunia nyata.

Kemana perginya Tess? Aku harus menghancurkan nya karena telah melukai Aiden tapi, disisi lain aku senang karena dia menghilang.

Bunyi 'pip' lagi.

Kali ini bukan membuat penerangan tapi sebaliknya.

Baiklah.

Ini sungguh menyeramkan. Aku merasa sedang menonton film horor yang peran utamanya diteror oleh iblis tidak waras yang sangat ingin membunuh. Tapi sayangnya, ini semua bukan film. Aku bukan macam orang yang takut pada setan atau semacam nya, tapi beda halnya dengan mengalaminya sendiri.

Immortal SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang