32. Kill me (2)

2.2K 222 63
                                    

"Hal yang paling menyedihkan di dunia adalah kau tidak pernah merasakan cinta walau sebentar saja."

***

"Bunuh aku," pintaku.

Aku mengarahkan ujung anak panah Mark ke jantungku. Aku menelan ludahku dan berusaha mengingat hal-hal yang menyenangkan.

"Sekarang, lakukanlah Mark. Ini memang sudah tugasmu sebagai hunter. Tapi aku ingin kau tahu bahwa aku tidak menyesali diriku pernah berteman dengan Cassie. Mungkin kau tidak percaya tapi tanpanya aku tidak akan pernah tahu apa rasanya mempunyai teman dan aku berterima kasih kepadanya akan hal itu."

Aku membayangkan wajah Cassie yang selalu bersemangat ketika berbicara dan rasanya menyenangkan aku pernah berteman dengannya.

Aku memejamkan mataku dan berpikir tentang Aiden. Senyumnya, tawanya, rambut pirang keemasannya dan segala hal tentang dirinya. Wajahnya yang cemas dengan diriku membuatku ingin tersenyum. Hadiah darinya hingga dirinya yang selalu menganggapku seperti cewek lainnya.

Semua orang akan baru tersadar bahwa dirinya pernah bahagia disaat terakhirnya. Akhirnya aku tahu apa rasanya bahagia ketika anak panah sudah menargetkanku.

Aku mendengar Mark mengencangkan tali busurnya dan siap memelesat kapan saja. Aku tetap memejamkan mata dan aku bisa mendengar suara burung yang bercicit dari kejauhan.

Inilah saatnya.

Inilah akhir dari kehidupanku.

Dan kuharap itu semua tidak sia-sia.

Lalu, aku bisa mendengar anak panah dilepaskan.

***

"Jangan!" Teriak seseorang.

Aku membuka mataku.

Aku melihat anak panah itu mengenai pohon dibelakangku yang hanya beberapa inci dariku. Tidak mungkin Mark meleset kecuali ia sengaja.

Seseorang memelukku dan aku terkesiap. Ia memelukku erat dan aku langsung tahu aroma ini, wangi sabun dan sampo. Aiden.

Aku tidak ingin dia melepaskanku dan kuharap ini terjadi selamanya. Itu sungguh terdengar egois, masalahnya tadi aku menyuruh Mark untuk membunuhku dan sekarang aku tidak ingin Aiden melepas pelukannya untuk melindungiku.

"Aiden." Suaraku terdengar lirih.

Aiden semakin memelukku erat. "Tidak. Apapun yang kau katakan aku tidak akan melepaskan dan membiarkan Mark membunuhmu."

"Mark bukan pembunuh. Inilah yang seharusnya dia lakukan, kau harus ingat bahwa aku berumur seribu tahun dan tidak ada orang yang seharusnya hidup selama itu. Aku tidak seharusnya ada di dunia ini," ujarku. "Aku memang sudah seharusnya mati."

"Dengarkan penjelasannya! Dan sekarang pergilah dari sana!" Mark terdengar tidak sabar. Aiden berbalik dan tetap membuat aku di belakangnya.

Aneh rasanya ketika aku harus dilindungi oleh seseorang. Pertama, karena aku tidak pernah dilindungi dan yang kedua karena aku baru dilindungi disaat nyawaku di ujung tanduk.

"Cepatlah menyingkir!" Teriak Mark sambil menodongkan busurnya.

"Aku akan baik-baik saja." Bohong. "Ini sudah pilihanku dan ini harus terjadi." Entah kenapa aku lancar untuk menyakinkan Aiden yang padahal aku sendiri tidak yakin pada diriku sendiri.

"Kau bohong!" Ujar Aiden. Ia tidak perlu repot untuk berputar menghadapku, karena ia sudah tahu diriku. Kurasa.

"Aku akan tetap memanahnya walaupun kau tidak menyingkir." Gertak Mark. Aku tahu ia sungguh-sungguh akan ucapannya.

Duniaku terasa kecil. Duniaku hanya sebesar globe dan tuhan memainkan globe itu sesuka hatinya. Dan aku adalah peran utama yang memang ditakdirkan menyedihkan dan dikutuk. Maksudku benar-benar dikutuk oleh keadaan yang muram dan segala hal menyedihkan.

"Aku serius akan memelesatkan panah ini tidak peduli siapapun kau!" Ujar Mark. Dia mulai tidak sabar dan aku tahu itu karena pasti ia menganggap Aiden adalah salah satu korban bodohku yang rela melakukan apapun untukku. Dan sekarang aku yang terkesan salah.

Oh ayolah, kapan dunia ini tidak pernah menyalahkanku? Tidak pernah!

"Aiden kau harus pergi dari sini sekarang juga! Aku tidak peduli apa yang kau pikirkan tapi aku akan menyalahkan diriku selamanya jika sampai kau terluka."

Aku harus mati sekarang juga ditempat aku dibunuh waktu itu. Di hutan. Tapi aku juga tidak ingin Aiden melihatku dan menangisi kematianku.

"Ini peringatan terakhir dan aku akan membunuh kalian berdua," ujar Mark.

Sekarang aku panik dan aku tahu Aiden tidak akan pergi begitu saja.

Mark memelesatkan anak panahnya dan aku langsung mendorong Aiden secepat mungkin.

Aku terjatuh.

Aiden tidak jauh dari tempatku dan anak panahnya mengenai bahu Aiden. Aku ingin membunuh Mark saat ini juga karena menyakiti Aiden! Tapi itu tidak mungkin karena saat ini akulah kelinci yang sedang diburu.

Aku langsung menggapai tangan Aiden. Ia masih tersadar walaupun tidak sepenuhnya tersadar. Anak panah itu menancap di bahu kanan Aiden dan untunglah itu tidak cukup dalam. Aku tetap menggengam tangannya erat dan membantunya untuk bangkit.

Mark mendekat dan mengacungkan panah langsung kearah kepalaku. Dalam jarak sedekat ini tidak mungkin ia meleset. Mungkin inilah akhirnya. Aku memang menyedihkan tetapi setidaknya di akhir hayatku aku mempunyai orang yang akan mengingatku ketika aku sudah mati. Yaitu Aiden.

Aku berpaling dan menatap mata Aiden yang sendu dan terlihat cemas. Aku menggeleng dan mengucap 'semua akan baik-baik saja' tanpa suara.

Dan inilah akhir kehidupanku.

***

"Apa yang kau lakukan?"

Cassie? Kuyakin itu suara Cassie.

Cassie setengah berlari dan langsung meninju kakaknya. Mark meringis kesakitan dan terlihat ia juga terkejut.

Aku langsung berdiri dan membantu Aiden untuk berdiri. Ini kesempatan kami dan kami harus pergi dari sini secepatnya.

Dan tanpa menoleh lagi kami lari sekencang mungkin menembus kegelapan hutan.









***
Terima kasih kepada semua pembaca immortal soul yang selalu setia menunggu😘😘. Vote and comment plz

Immortal SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang