24. Not a good choices

2.8K 240 10
                                    

Aku diam membisu.

Sulit merangkai kata-kata agar bisa keluar dari mulutku. Entah apa yang kurasakan saat ini, antara ingin tertawa dan bingung. Namun tak ada satu kata pun yang bisa ku lontarkan.

Aku hanya menatap Tyler seakan barang antik yang aneh.

Tyler berdecak. "Apa kau akan terus melihatku dengan tampang seperti itu, hah?"

Aku masih diam. Berusaha merangkai kata.

"Tyler, kau sedang bercanda kan?" akhirnya kalimat itulah yang berhasil keluar dari mulutku.

Aku tahu bahwa Tyler sedang tak bercanda, tapi tetap saja aku berharap lain.

Aku menatap ke arah luar jendela. Langit malam terlihat sangat jernih. Bintang-bintang terlihat bercahaya dari kejauhan dan bulan menggantung rendah di langit.

"Aku tahu kau bingung," kata Tyler. "Tapi aku juga tak ingin kau selalu menjadi cewek yang selalu kebingungan akan semua hal ini."

Aku cemberut dan menaikkan sebelah alisku. Entah mengapa aku merasa tersinggung. Selama ini dia menganggap aku sebagai cewek kebingungan yang selalu terkejut akan hal semua ini? Yahh, well, aku bahkan baru beberapa bulan yang aku baru tahu bahwa aku bukan satu-satunya immortal di dunia ini.

Dan sekarang Tyler menganggap ku cewek dungu? Bukankah seharusnya dia yang seharusnya dari dulu menunjukkan diri? Karena dia tahu tentang diriku sebenarnya.

Tapi aku tak mengatakan semua itu. Karena aku sudah lelah berdebat dengannya.

"Kau tahu Tyler, aku bukan cewek bodoh. Aku sedang tidak ingin ribut denganmu, oke? Cukup jelaskan saja tentang para hunter itu."

Tyler duduk dan menepuk kasur, tanda bahwa aku bisa duduk di sebelahnya.

Lalu aku duduk. Mau tak mau aku mengembuskan napas.

"Jadi kau akan menceritakannya?" tanyaku. Menatap lurus ke arah dinding. Tyler juga menatap lurus ke arah dinding.

"Kau tahu bahwa legenda ada karena mereka penuh dengan kenyataan?" aku mengangguk. "Para hunter seperti itu. Aku juga tak pernah melihat mereka ataupun pernah menganggap mereka nyata, karena mereka hanya legenda. Seperti cerita tentang unicorn."

Tyler tertawa.

Aku menggigit bagian dalam pipiku.

"Tapi, bagaimana kau bisa langsung mengatakan bahwa orang yang meneleponku adalah hunter. Maksudku, bisa saja itu hanya seseorang yang menemukan kata-kata itu dari salah satu buku tua dan menelepon orang secara acak. Atau bahkan orang itu hanya mengarang saja."

"Kau benar. Tapi tetap saja ada kemungkinan bahwa itu hunter. Informasi tentang para hunter memang sangat terbatas. Tapi aku pernah baca sebuah buku kuno yang menjelaskan tentang para hunter. Selalu ada predator di atas predator adalah...hmm, entahlah, seperti kata motivasi mereka." paparnya.

Aku ragu.

Bahkan ketika Tyler bilang bahwa aku bisa menjadi manusia normal lagi ketika selalu berdekatan dengan Aiden masih membuat ku berpikir keras. Dan sekarang ini? Oh ya ampun, kurasa aku tak tahu harus menyikapi hal ini dengan bagaimana lagi.

"Berarti ini semua masih belum pasti, iyakan? Kita masih menduga-duga. Dan kuharap bahwa legenda itu tak pernah nyata." terkadang aku berharap bisa mati selamanya dan di satu sisi aku merasa hidupku terlalu berharga untuk itu.

Tyler mengedikkan bahu. Kurasa dia juga masih tercengang dan sedang berusaha mencerna semua ini.

Kemudian Tyler berkata. "Entahlah, tapi kurasa kita harus menyiapkan hal terburuk yang mungkin terjadi."

Immortal SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang