Lamaran

60.9K 8K 547
                                    

Orang bilang pertemuan pertama selalu kebetulan. tapi bagaimana caramu menjelaskan pertemuan-pertemuan selanjutnya? apakah Tuhan campur tangan di dalamnya?

- Orizuka, Infinitely Yours

*

Kim Tae Hyung mengangkat spatulanya dari panci dan meleparnya ke lantai. Ia membawa hasil karyanya lalu membating kasar ke pot washing. Lelehan coklat terciprat ke mana-mana. Semuanya bagaikan mimpi buruk. Tangannya cacat dan dia tidak bisa melakukan segalanya dengan baik.

Ia sudah mencobanya lima kali tapi rasanya tidak sebaik ketika menggunakan kedua tangan. Karyanya hancur. Ia harus membuat semua pelanggannya kembali tersenyum. Matanya beralih pada tangan kanannya yang dibebat.

Satu yang terlintas. Gadis itu. Gadis sialan yang telah memperburuk keadaan.

"Berita terbaru untuk Chef pastry Kim."

Sebelum Taehyung mengutuk, Kim Dae Hyun datang ke dapurnya lebih dulu dengan pakaian santai. Ada beberapa hal yang membuatnya agak terkejut. Pertama, kakak keduanya tidak menggunakan coat seperti biasa. Kedua, dia terlihat lebih bahagia. Ketiga, yang lebih mengejutkan, Daehyun ada di dapurnya.

Sedangkan Daehyun masih mempertahankan senyumnya sambil melempar majalah mingguan yang cukup terkenal di Eropa.

Daehyun sendiri sebenarnya tidak akan mau datang ke toko Taehyung apalagi sampai masuk ke dapur kalau bukan untuk memberi selamat atas kedapatan 'calon istri' untuk adiknya. Kalau bukan karena itu, ia pastikan tidak akan selangkah pun masuk ke dapur. Wewangian manis membuat hidungnya sakit.

"Jangan bercanda, Hyong."

Daehyun terus melangkah ke dalam dapur yang megah dengan alat-alat menakjubkan yang sering adiknya katakan. Sesekali tangannya bergerak memegang alat-alat yang menarik perhatian. Ini pertama kali ia berani masuk dapur sejak adiknya jadi pastry chef. Dan ini tidak seburuk bayangannya, meski aroma coklat sedikit tercium.

"Ibu sudah menceritakan semuanya padaku. Calon istrimu yang merusak tanganmu, kan?"

Ungkapan 'merusak' membuat Taehyung tidak terima, "Hyong, serius, memangnya aku..." Menyadari ada kekeliruan, alisnya terangkat. "Tunggu, calon istri?"

"Aku ingin bertemu dengannya."

"Dia bukan calon istriku, ini jelas kecelakan."

Daehyun berbalik melihat mata tajam milik Taehyung. Wah, serius melihat Taehyung rasanya seperti berada di depan cermin, meskipun ia berpikir dirinya masih jauh lebih tampan.

"Aku mungkin percaya. Tapi ibu..." Daehyun mengagguk-angguk, "Jangan harap. Dan ayah akan membunuhmu."

Taehyung menggeram, belum sempat mengeluarkan protes Daehyun kembali membuka suara.

"Kapan kau akan melangsungkan pernikahan. Apa semuanya sudah beres?"

"Tidak akan pernah."

Taehyung duduk di salah satu kursi. Menyandarkan bahunya di sana. Ia menghela sekali.

"Kau tidak akan pernah tahu rencana ayah."

"Ya, aku memang tidak tahu."

"Sayangnya kau memang tidak tahu dia ke rumah si calon istrimu."

"APA?"

***

Dalam sekejap semuanya berubah menjadi buruk. Jauh lebih buruk dari yang permah terpikirkan. Tumit bootnya yang tinggi menghentak-hentak masuk ke dalam pekarangan rumah. Kenyataan terburuknya adalah, semua memang sudah kacau. Sewool tidak dapat memikirkan hal baik lainnya selain terus mengumpat dan mengutuk seseorang.

Kim Tae Hyung.

Hah, memangnya siapa lagi? Laki-laki itu pantas disalahkan atau semua kekacauan ini. Otaknya panas, hatinya mendidih. Tidak ada lagi hari baik.

Sewool kau harus pulang.

Ada apa?

Barusan Taehyung memintaku mengantarnya ke rumahmu.

Apa? Bisa tolong dipersingkat.

Keluarga Taehyung, datang melamarmu.

Setelah menerima telepon dari Wonwoo, tanpa pikir panjang, tanpa takut kehabisan uang, ia menelepon taksi.

Sebelum masuk ke dalam, ia sempat menatap dua mobil yang terparkir di halaman. Tsk, lucu sekali. Menyebalkan.

"Hai, sayang."

Sapaan lembut yang terkesan tegas langsung menyapa ketika Sewool baru memasuki ruang keluarga. Kim Ji Hee tersenyum sumringah. Begitu juga dengan ayah.

Sewool ingat ayah tidak pernah tersenyum secerah saat ini sejak kaburnya Han Se Kyung. Ayahnya terlihat sangat bahagia. Saat melihat betapa bahagianya ayah menatap mereka, perlahan amarah Sewool mulai muncul kepermukaan.

Ia duduk dengan gelisah. Kakinya bergerak kesana kemari. Akan jauh lebih baik kalau ayah marah dan menghukumnya ketimbang menyetujui tawaran pernikahan yang terkesan konyol. Ayah saat ini terlihat seperti orang gelap mata. Laki-laki itu terlihat seperti menyetujui tawaran keluarga Kim.

Ada apa ini? Masalah kebangkrutan ayah setidaknya masih bisa ku tangani.

"Saya akan sangat berterima kasih kalau anda menyetujui ini, Tuan."

Kepala Sewool terangkat sedikit. Menatap laki-laki yang duduk tepat di sebelahnya. Matanya melebar tidak percaya.

"Suatu kehormatan jika Anda mempercayai saya mengambil putri anda."

Taehyung berusaha mengucapkannya seperti seorang putra bangsawan. Oh, tidak jangan salahkan jika dirinya terlalu sopan. Taehyung lahir dikeluarga yang penuh aturan dan menjunjungi tinggi harga diri. Sementara di sebelahnya, ia melihat bibir Sewool bergetar hebat. Ia yakin, kalau saja tidak ada orang lain mungkin gadis itu sudah menangis.

Tiba-tiba Taehyung mengambil tangan Sewool. Menggenggamnya erat.

"Aku tidak tahu, tapi saat melihat putri anda..."

Taehyung menunduk dan tersenyum sebentar, mengusap punggung tangan Sewool dengan ibu jarinya dan kembali berkata,

"... dia sangat mudah menarik hati saya."

Ingin sekali Sewool berteriak dan memukul Taehyung. Tapi ternyata jemari Taehyung mampu menghentikan waktu dan membuat Sewool tidak sekuat yang ada di dalam benaknya. Gadis itu mulai lemah.

Sewool hanya berharap kalau Cupid sedang tidak mampir ke sini dan membidik hatinya dengan anak panah sialan.

***

BRAK! BRAK! BRAK!

Sewool menggedor-gedor pintu kamarnya yang dikunci. Selepas kepergian Taehyung, ayahnya langsung menyeretnya ke kamar.

"Ayah, kau tidak harus melakukan ini. Aku bisa membantu keluarga kita. Ada apa dengan Ayah. Ayah. Kumohon..."

Sewool menggigit kuat-kuat bibirnya yang mulai bergetar. "Kumohon..." Suaranya melemah.

Sebulir air mata jatuh bergulir di pipinya. Suaranya tidak lagi bisa keluar. Tubuhnya merosot jatuh di belakang pintu. Sewool terisak-isak. Dadanya nyeri. Ayahnya tak pernah melakukan ini padanya. Sewool ingat kali pertama ketika ia membawa seorang laki-laki ke rumah, Han Jae Seok marah besar. Sewool tidak boleh berhubungan dengan pria yang belum pernah Han Jae Seok kenal. Tapi sekarang...

Tangisnya meluap. Dadanya semakin sakit ditambah tubuhnya yang lelah. Ia tidak tahu sudah berapa lama dia duduk di belakang pintu. Sampai matanya sayup-sayup tertutup perlahan. Setelah itu yang Sewool tahu hanya rasa sakit yang menemaninya malam ini dengan harapan yang masih sama.

Semoga besok jauh lebih baik.

***

You Are the Pastry of My EyeWhere stories live. Discover now