Bad News

1.4K 141 0
                                    

-Barbara's POV-

Aku membuka mataku saat aku merasakan matahari memasuki celah kamar. Aku menggeliat pelan lalu melirik Harry yang masih tidur disebelahku dengan pulasnya.

Aku langsung bangun dan menyiapkan sarapan untukku, Harry, Rey, dan Elena. Satu jam kemudian, aku mendengar tangisan Elena dari atas membuatku mematikan kompor dan berlari kearahnya.

"Hey, Mom here," Ujarku lalu membawa Elena ke gendonganku.

Seseorang yang masuk membuatku menoleh ke arah pintu dan mendapati Harry dengan wajah bangun tidurnya.

"Morning, sayang," ujar Harry dengan suara bangun tidurnya yang khas.

"Morning, daddy," Ujarku.

Tak lama kemudian Rey juga terbangun lalu meminta Harry menggendongnya.

Kami pun turun untuk sarapan, aku meneruskan memasakku yang kurang sedikit lagi matang.

.

Siang ini kami dirumah tanpa melakukan apa-apa, aku sangat bosan. Aku hanya melihat Rey yang bermain kereta api mainannya. Harry dan Elena sedang berada di taman belakang.

Krriiing... Kriing...

Suara ponsel Harry menggema ditelingaku, aku segera memanggil Harry untuk mengangkat teleponnya.

"Harry, ada yang meneleponmu, sebaiknya kau angkat dulu," Panggilku dan dia masuk lalu memberikan Elena padaku.

"Halo."

"...."

"Apa? Itu tidak mungkin!"

"....."

"Ya, dimana alamatnya?"

"...."

"Baiklah, terima kasih."

Aku mengernyit melihat wajah Harry yang khawatir dan-- entahlah.

"Siapa itu Harry? Ada apa?" Tanyaku penasaran.

"Err.. Barbara, kita harus memberikan Elena dan Rey pada Mom lalu kita berangkat! Ada hal penting!" Kata Harry.

.

Setelah menaruh Rey dan Elena ke rumah Mom Anne, aku dan Harry mulai berangkat lagi. Aku tak tahu Harry membawaku kemana. Yang pasti Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Harry, pelankan mobilmu! Ada apa? Kita mau kemana?"

Hening. Harry tak menjawab pertanyaanku dan dia masih fokus ke jalanan.

Beberapa menit kemudian kami sampai di parkiran rumah sakit. Aku masih tak mengerti dia ingin mengunjungi siapa.

"Harry, untuk apa kita kerumah sakit?" Tanyaku.

"Siapa yang sakit? Kau sakit?" Harry menggeleng.

"Lalu siapa? Kenapa wajahmu sangat khawatir?" Tanyaku sekali lagi.

"Err.. jadi begini. Listen, err... I'm sorry. Mom dan Dadmu err.. mereka.. err.." Sialan, aku jadi mati penasaran jika seperti ini.

Aku masih bingung apa yang dikatakan Harry. Ada apa dengan Mom dan Dadku? Jangan-jangan....

"Harry! Ada apa? Katakan! Ada apa?" Desakku.

"Err... jadi, Mom d- dan Dadmu kecelakaan."

Deg

Ini tidak mungkin. Ini tidak mungkin.

Air mataku lolos begitu saja. Tanpa menunggu Harry aku langsung keluar dari mobil dan berlari masuk, aku dapat mendengar Harry meneriakkan namaku tapi aku terus berlari.

"Dimana kamar Clara Palvin?" Tanyaku kepada suster.

Suster itu masih mencari di komputetnya. Dengan cukup sabar aku menunggu.

"Fuck! Cepatlah!" Desakku.

"Maaf, Nona. Clara Palvin tidak ada kamar, dia berada di ruang mayat bersama suaminya."

Deg

Tuhan, secepat inikah? Bahkan aku belum membahagiakan mereka! Secepat inikah?

Seketika lututku lemas dan aku merosot ke lantai dan menangis sekeras-kerasnya tak peduli tatapan orang yang menilaiku gila.

Aku melihat seseorang berlari ke arahku. Harry. Dia langsung memelukku dan mencoba menenangkanku.

"Sssttt... sabar sayang, ini kehendak tuhan. Relakan mereka!" Kata Harry sambil mengelus punggungku.

"Mengapa kau tak mengatakan ini padaku? Mereka orang tuaku! Mereka meninggal Harry! Mereka meninggal!" Teriakku kepada Harry. Aku langsung bangkit dan berlari mencari kamar mayat.

Aku mememukan Bibi Lily yang sedang menangis sambil bersender di tembok. Hatiku mencelos melihatnya. Aku menghentikan langkahku. Aku berjalan gontai ke arah Bibi Lily.

"Bibi," panggilku parau.

Bibi Lily menengok ke arahku lalu memeluk aku dengan kuat dan menangis.

"Mereka sudah pergi, Barb! Mereka pergi!" Ujar Bibi Lily sambil menangis dipundakku.

.

-Author's POV-

Ini sudah lima hari semenjak Mom dan Dad Barbara di makamkan, Barbara kini berbeda. Ia tak mau keluar kamar, tak mau berbicara, tak mau makan, bahkan dia sudah seperti tak peduli lagi pada Rey dan Elena.

Selama ini Harry dan Gemma lah yang menjaga Rey dan Elena, mereka mengerti bagaimana perasaan Barbara. Setiap hari, Elena dan Rey selalu menangis, Elena yang masih membutuhkan susu pun terpaksa harus menggunakan susu kalengan sedangkan Rey selalu memanggil-manggil Barbara.

"Harry, aku rasa kau tidak boleh membiarkan Barbara seperti itu. Ia akan sakit," Usul Gemma.

"Aku tahu, Gem. Tapi dia tak mau membuka pintu kamarnya. Aku sudah berusaha," Ujar Harry putus asa.

Selama ini yang dilakukan Barbara hanyalah menangis. Dia masih tak percaya bahwa Ia tak punya siapa-siapa sekarang. Dia yatim piatu sekarang. Dia menyesal jaranh bertemu dengan orang tuanya semenjak Ia menikah dan punya anak. Mereka hanya berkomunikasi lewat telepon.

"Barbara, keluarlah, aku tak ingin kau sakit," Harry mengetuk pintu berharap Barbara akan keluar.

Hening. Tak ada jawaban dari Barbara.

"Barb, keluarlah. Anak-anak membutuhkanmu!"

Hening. Tak ada jawaban lagi.

Harry baru ingat bahwa Ia punya kunci cadangan kamar ini. Ia langsung mencari di laci dan akhirnya Ia menemukannya.

Harry langsung membuka pintu ini dan berhasil. Ia iba melihat Barbara yang sedang menatap jendela luar, terlihat badannya lebih kurus dan rambutnya juga terlihat sangat kusut. Pundaknya bergerak menandakan bahwa Ia menangis.

Harry menghampiri Barbara dan jongkok di bawah Barbara.

"Sayang, sudahlah. Mereka sudah pergi," Ujar Harry sambil menghapus air mata Barbara.

"Mereka sudah tenang disana. Aku yakin mereka pasti sedih melihatmu seperti ini," Ujar Harry lalu menyelipkan rambut Barbara ke belakang kupingnya.

"Jangan ganggu aku, Harry," ujar Barbara pelan.

"Dengarkan aku, mereka sudah tenang disana! Percuma kau menangis, mereka tak butuh tangisanmu, mereka hanya butuh doa darimu. Sudahlah! Jangan menghukum dirimu seperti ini!" Kata Harry jengah.

Hai hai... udah lama gak update ya! Maaf banget ya! Keep vomment ya guys! Thanks 😊

My Heart Belongs Harry Styles 2Where stories live. Discover now