Awake (Part 2)

En başından başla
                                    

Lelah untuk terus berteriak, Lilith pun menjatuhkan niatnya begitu saja, menyerah dalam derita yang tak kunjung usai dibuat tuhannya sendiri.

Di tengah pupusnya harapan, ketika hatinya terus berteriak meminta pertolongan, muncul suatu cahaya lain yang mengalihkan perhatiannya. Sinarnya bagaikan matahari yang menyulut di waktu siang. Cahaya itu menyorotnya dari atas, menggantikan purnama yang hanya bisa memantulkan benderang mentari. Pelan-pelan, Lilith mendongakkan kepala, namun langsung berpaling sekejap setelah sadar akan matanya yang tertusuk silau. Semakin terang dan benderang, cahaya itu terus mendekati tempatnya terkulai tak berdaya. Dekat dan semakin terang, kelopak matanya pun sudah tak sanggup lagi untuk menahan, membuatnya hampir bisa menerawang pelindung matanya sendiri. Cahaya itu masih terus mendekat, sampai sejengkal dekatnya. Seringai di bibir sang gadis kian melebar, lantaran matanya yang kini terasa seakan terbakar. Sejenak, ia berusaha menenangkan diri, namun degupan kuat jantungnya menghalanginya untuk bernapas pelan. Sampai akhirnya, batinnya berpulang dari dunia mimpi mengerikan.

Terbangun dari lelap, jiwanya akhirnya kembali ke atas permukaan dunia yang nyata. Napasnya masih memburu, dirinya masih tak percaya bahwa yang barusan hanyalah mimpi.

Sekali lagi, ia mendapati dirinya berada di atas sofa berwarna hitam, tempat di mana ia bertemu dengan wanita berambut hitam yang sempat dikenalnya secara canggung.

Rasa tenang pun mendekap hatinya dalam sekejap, ketika mendapati rak buku yang melebar di sisi kirinya, tampak serupa dengan yang tercetak di memorinya.

Perlahan, ia mengatur napasnya di atas tempatnya berbaring, lalu membangunkan tubuhnya pada posisi duduk, sebelum akhirnya merebahkan kakinya ke bawah. Kakinya menapak di permukaan yang berbeda, di atas lantai dingin yang terasa lembab dan lengket. Tersentak oleh apa yang diraba telapak kakinya, Lilith dengan refleks menarik kakinya kembali dari lantai dan menoleh ke bawah untuk mencari tahu.

"Apa ini?"

"Itu bekas tumpahan susu." Sebuah suara gagah membalasnya dari belakang punggungnya.

"Hah?"

Lilith lekas menoleh, memeriksa siapa gerangan pemilik suara maskulin barusan. Ia dapati pria berambut perak berdiri di belakangnya, dengan buku yang tebalnya satu inci di tangan kirinya.

"Apa aku membuatmu kaget?" tanya Claude dalam suasana yang bergeming.

Lilith menghela napas sebelum akhirnya menjawab, "Tidak."

Gadis itu menerawang ke belakang punggung Claude, melihat tirai jendela yang separuh tertutup, berhiaskan cahaya jingga yang agak semu dipandang. Tersadar olehnya bahwa matahari hendak separuh terbenam di ufuk Barat, pertanda bahwa senja akan berganti menjadi malam dalam hitungan menit.

"Oh ya, hampir lupa!" Claude tiba-tiba menyela di tengah lamunannya. "Perkenalkan, namaku--"

"Claude, bukan?" Lilith balik menyela. "Pelayanmu, Eterna memberitahuku."

Claude bergeming sejenak, tangannya menadahi mulutnya yang sedikit menyeringai entah kenapa. Ada cekungan kecil di pipinya, pertanda bahwa ia sedang menahan tawa, entah guyonan macam apa yang tak sengaja dilontarkan Lilith.

"Apa ada yang lucu?" Lilith menatap curiga.

"Maaf--" Claude menahan pipinya agar tidak tersenyum, "--aku hanya tidak habis pikir apa yang membuatmu menyangka bahwa ia adalah pelayanku."

"Apa aku salah?"

"Tidak juga." Claude berjalan mendekati Lilith, lalu menyandarkan tubuhnya pada pinggiran lengan sofa.

"Aku memang majikannya, namun bukan berarti ia adalah pelayanku," lanjutnya dengan nada yang tak lagi diiringi tawa.

"Begitu?" Lilith mengernyit malu.

The Sacred Witcher Act I: The CurseHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin