Explode 21

4.9K 253 31
                                    

Kucuran air hangat dari shower yang sengaja Chloe nyalakan, membisukan isakannya dari luar. Ia tetap menyalakannya agar tidak ada seorang pun yang mendengar tangisannya. Chloe menatap nanar pantulan dirinya di cermin yang terus mengembun karena uap air. Sesekali ia usap agar sosok rapuhnya kembali terlihat pada cermin itu.

Ia menangis, keras sekali, mencoba meluapkan segala rasa yang ada di dadanya. Air mata terus menerus mengganggu wajah cantiknya. Matanya sembab. Perasaan di hatinya kacau. Isakan yang seharusnya terdengar begitu pilu, tersaingi oleh suara kucuran air.

Batin Chloe meminta,

jangan beri pria itu air matamu.

Chloe menggeleng dalam kesadarannya, sambil terus memerhatikan kepayahannya pada cermin yang mulai dipenuhi oleh embun lagi.

Tidak. Ia tidak menangisi Leon. Melainkan menangisi Clayton dan tindakan bodohnya tadi malam. Ia menyesal. Sangat menyesal.

Wanita yang rambutnya sudah setengah kering ini pun semakin mempersedu tangisnya. Jemarinya meraba bibir yang tidak seharusnya menerima ciuman dari Leon. Namun, tangis pilu itu perlahan berubah menjadi amarah. Ia menggeram. Tangannya mengepal kuat.

Seketika ia hantamkan pukulannya pada cermin yang memantulkan diri lemahnya. Cermin itu retak. Pantulan wajahnya menjadi kacau. Chloe membenci dirinya saat ini, sehingga yang bisa ia lakukan hanyalah menghancurkan sisi semunya.

 Chloe membenci dirinya saat ini, sehingga yang bisa ia lakukan hanyalah menghancurkan sisi semunya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Buku-buku jarinya berdarah, namun Chloe tak memedulikannya. Ia berjalan keluar dari kamar mandi setelah menutup kran showernya. Ia harus menyudahi perasaan bodohnya saat ini. Walaupun ia belum siap untuk melewati kecanggungan saat bertemu Leon sewaktu-waktu.

Beberapa belas menit berlalu, Chloe meraih ponselnya untuk melakukan panggilan kepada Mr. Adam. Ia baru ingat kalau ia belum memberi kabar tentang kehidupan barunya di sini.

"Halo?" sahut seorang pria paruh baya begitu telepon tersambung.

Chloe menghela napas, berusaha agar bersuara senormal mungkin. "Halo.."

"Miss. Chloe, apa kabar?"

"Baik. Terima kasih. Aku ingin menemuimu untuk mengucapkan sesuatu yang lebih dari sekedar terima kasih," ucap Chloe.

"Sama-sama, Miss. Dan..tentu saja, kita bisa bertemu di Goddison Park kapan pun Anda mau."

"Kau sengaja memilih tempat yang lebih dekat bagiku. Kau begitu baik," puji Chloe pada pengacara pribadinya.

Terdengar suara kekehan sebagai bentuk respon terhadap pujian Chloe.

"Kita bisa bertemu setengah jam lagi. Apa kau keberatan?" tanya wanita yang tengah mendesis menahan sakit akibat luka di buku-buku jarinya.

"Tentu saja. Dan sama sekali tidak keberatan."

"Baiklah. Sampai jumpa."

"Sampai jumpa, Miss."

Chloe membuang begitu saja ponselnya ke atas ranjang. Sekarang, ia sedikit memberi perhatian pada luka yang darahnya mulai berhenti menetes. Menghantam kaca hingga retak dengan sekali pukulan jelas membuat tangan Chloe terluka dan merasakan sakit. Namun, rasa itu bukanlah apa-apa dibanding yang ada di hatinya.

Beautiful PainWhere stories live. Discover now