Explode 9

13.9K 438 10
                                    

Di tempat lain di saat yang sama, Chloe merasa begitu bosan dan kesepian di apartemen Leon. Ia pun memutuskan untuk berkeliling menyusuri tiap sudut apartemen itu.

Apartemen Leon tergolong elit dan mewah. Chloe heran, bagaimana mungkin apartemen seluas ini hanya dihuni oleh satu kepala saja? Chloe semakin mengernyitkan dahinya ketika melihat tak ada satupun debu yang menempel, penataan barang-barang juga tergolong rapi, padahal Leon sempat mengatakan bahwa ia tak mempunyai asisten rumah tangga. Bertolak belakang dengan Clayton, yang semasa hidupnya sedikit pemalas dalam hal-hal membersihkan apartemen dan suka meletakkan barang-barang sembarangan.

Beberapa lama menelusuri tiap-tiap ruangan, tiba-tiba mata Chloe berhenti pada sebuah pintu yang entah kenapa menarik perhatiannya.

Batinnya berargumen. Haruskah ia memasukinya? Ataukah ia harus menghentikan kelancangannya? Bagaimana jika itu ruangan pribadi Leon? Namun, rasa penasarannya mengalahkan itu semua.

Ia mengangguk pasti pada dirinya sendiri. Awalnya Chloe begitu takut untuk memutar knop pintu itu, namun tak urung ia tetap membukanya.

Cklek!

Pintu berhasil terbuka dan ia mulai melongokkan kepalanya ke dalam ruangan. Matanya menelusuri seluruh isi ruangan dan saat itulah matanya membelalak kagum.

Chloe terperangah, ia membuka pintu semakin lebar dan mulai mengambil langkah untuk masuk ke dalam ruangan yang telah dipenuhi berbagai lukisan. Pencahayaan di dalam ruangan yang tidak begitu terang menambah kesan seni yang begitu indah.

Ruangan yang penuh dengan lukisan-lukisan cantik, dimulai dari lukisan yang terlihat gagal sampai lukisan tersempurna bak seorang profesional, tak bisa membuat pandangan Chloe teralihkan sedikitpun. Lantai ruangan juga dipenuhi cat-cat yang berserakan lengkap dengan kuas-kuasnya.

Chloe semakin yakin untuk menghampiri seluruh isi ruangan ini masih dengan ekspresi kagumnya. Segalanya terlihat berantakan, menjelaskan bahwa ini semua hasil karya Leon. Sepertinya ruangan ini ruangan khusus yang dipakai melukis olehnya.

Tangan Chloe mulai menyentuh satu persatu lukisan. Benar-benar indah.

Pikiran Chloe tiba-tiba menampilkan bayangan Leon. Sepertinya laki-laki itu memang penuh dengan kemisteriusan. Namun, lukisan abstrak cantik yang sekarang sedang disentuhnya membuyarkan pikiran Chloe.

"Astaga! Cantiknya.."

Saat ia beralih lagi, Chloe hampir terjatuh saat kakinya tersandung oleh kanvas yang berserakan di lantai. Ia sedikit mengumpat, tapi akhirnya ia kembali berjalan.

Mata indahnya berhenti pada sebuah lukisan setengah jadi yang masih dalam bentuk sketsa. Jemari Chloe menyentuh tiap arus goresan pensil yang membentuk dua orang pria yang sedang tersenyum.

"Wajahnya.. familiar," Chloe semakin mendekatkan wajah dan menyipitkan matanya berusaha mengingat siapa salah satu sosok pria di lukisan ini.

"Leon? Ya, ini pasti Leon.." Chloe mengangguk-anggukkan kepalanya yakin. Namun, pria yang terlihat sedang bersama Leon itu, entah kenapa, Chloe merasa wajah itu juga familiar. Chloe mengernyitkan dahinya saat mencoba menebak siapa pria itu, namun deringan ponsel dari saku celananya membuat Chloe beralih dari lukisan itu. Ia menghela napas ringan saat melihat nama suster Sandy yang tertera pada layar ponsel.

"Ya?"

"Dokter, saya ingin memberitahu, hari ini ada jadwal operasi pukul 2 siang," ujar seorang wanita di seberang telepon.

"Tapi, aku agak tidak enak badan sekarang, bagaimana kalau Dokter Frey yang menggantikanku?"

"Aduh, sialnya Dokter Frey sedang cuti 1 minggu."

Chloe menghela napas berat.

"Oke, aku akan ke rumah sakit nanti."

"Baiklah."

Chloe berjalan keluar dari ruangan ini, ia harus segera memesan taksi dan bersiap-siap untuk kembali bekerja.

***

"Tidak apa-apa, San. Hanya saja kemarin aku mengalami suatu kejadian. Sudahlah, terima kasih, aku akan kembali ke ruanganku," ujar Chloe kepada asistennya.

"Baik, Dok."

Setelah suster Sandy berlalu dari depan pintu ruangan Chloe, Chloe pun masuk sambil melepas jas putihnya. Ia sangat lelah karena operasi yang cukup lama hingga memakan waktu 2 jam.

Chloe menyelampirkan jasnya pada kursi dan berlalu mengambil air putih. Ia lalu berjalan menuju meja kerjanya sambil meminum air putih segar itu. Chloe meletakkan gelasnya dan duduk. Ia memijit pelan pelipisnya kemudian memandang foto Clayton yang masih setia terpampang di meja kerjanya.

"Aku masih merindukanmu," ujar Chloe berbisik.

Chloe merenung sejenak sebelum akhirnya ia melakukan panggilan untuk suster Sandy.

"Halo? Data pasien yang akan menjalani operasi besok pagi apa sudah ada?"

"Sudah, Dok. Semuanya sudah siap."

"Kau taruh di mana?"

"Di laci sebelah kiri seperti biasa, Dok."

Chloe pun membuka laci meja yang dimaksud oleh asistennya.

Namun sedetik setelah itu, "AAAAAAAAAAAH!!!!!!!"

"Halo? Halo? Dokter?! Apa yang terjadi? Anda baik-baik saja kan?!! Halo?"

Chloe terperangah melihat pemandangan itu, "Astaga.." Ia menutup mulutnya dengan tangan kirinya yang sedikit gemetar.

"Dokter?!"

"Aku.. Baik-baik saja , San," ujar Chloe sambil berbisik.

"Dokter yakin? Saya akan segera menemui Anda!" kata suster Sandy di telepon.

Suster Sandy hanya bisa mendengar suara napas Chloe yang sangat tidak teratur.

"Aku.. Yakin. Kau tidak perlu kemari," ujar Chloe gemetar.

"Tapi Dok-" Chloe langsung memutus sambungan teleponnya.

Pandangannya tidak bisa teralihkan sedikitpun pada sesuatu di lacinya.

Mata Chloe menyapu ke segala sudut ruang kerjanya dan perlahan bangkit dari duduknya dengan napas yang tak karuan.

Setetes air bening keluar dari sudut matanya, "Aku.. takut," bisik Chloe sambil mencengkeram kuat roknya. Badannya luruh di atas lantai.

Darah bangkai kucing dari leher yang tergorok tragis itu menodai berkas-berkas Chloe di lacinya. Pisau yang menancap kuat pada perut kucing berwarna hitam itu benar-benar menyeramkan dan sukses membuat Chloe histeris ketakutan.

Siapa yang melakukan itu? Apa maksudnya?

Dengan badan yang masih gemetar, Chloe menyambar tas dan ponselnya lalu berlari dengan sekuat tenaga ke luar ruangan. Sesampainya di luar, Ia memberhentikan sebuah taksi .

"Apartemen Gran Antoine," ujar Chloe pada si sopir taksi.

"Baik."

Chloe memejamkan mata sambil memijit pelipisnya. Ia benar-benar mual melihat kondisi kucing tadi.

Setelah beberapa saat dirasa sudah sedikit tenang, Chloe melakukan panggilan untuk suster Sandy.

"Halo? Sandy, maafkan aku. Aku harus pulang. Batalkan semua jadwal konsultasiku setelah ini."

"Ken-" Chloe langsung memutus panggilan sepihak dan kembali memijit pelipisnya.

***

TBC
23 Maret 2015

By : @paphatophulus & @dayDreamless

Beautiful PainWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu