Chapter 19

3.1K 477 20
                                    

Bobby masih terjaga, seharian ia dan Lee hanya duduk dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Keduanya tak saling bicara. Bobby terus memperhatikan benteng besar itu, mencari solusi terbaik untuk masuk ke sana hanya dengan dua orang. Bukan hanya Bobby, tapi Lee juga memikirkan hal yang sama. Mereka tak akan mungkin keluar dari jurang ini dan mencari teman-teman yang lain, ia lelah berada di pulau ini. Ke-egoisannya mengambil alih, ia meyakinkan dirinya untuk masuk ke sana hanya bersama Bobby. Mereka berdua akan masuk, dengan atau tanpa teman-temannya yang lain ini. Ia harus tahu apa yang ada dibalik benteng raksasa itu, ia ingin semuanya segera berakhir, ia ingin tahu final mission mereka. Lee yakin, ia dan Bobby bisa menemukan alat komunikasi dibalik benteng itu. Sangat yakin. 

'Kita masuk, dengan atau tanpa yang lainnya.' Lee bangkit, berdiri tegap dan mengecek semua senjatanya yang tersisa. 

Bobby mendengus. lagi-lagi Lee berpikir terlalu gila. 'Ku rasa otakmu sudah berpindah tempat.' Bobby menyesali perkataannya, ia tak pernah bicara sarkas, tapi Lee memang sudah gila. 

'Kau bisa menjamin kalau tempat itu tidak berbahaya dan kita bisa selamat ?' Tanya Bobby setelah tak mendapat respon dari Lee yang sibuk mengecek senjatanya. 

'Kau ingin terus duduk diam disini ? kita punya dua pilihan saat ini. Mengakhiri semuanya atau kita yang berakhir.' Lee menatap tajam Bobby. 

Kilatan matanya memperjelas kepanikan dan keputusasaan, Bobby bisa menangkap hal itu saat Lee menatap tajam ke arahnya. Apa yang dikatakan Lee memang ada benarnya, tapi kalau mereka berdua terlalu gegabah, nyawa mereka akan terbuang sia-sia. Bobby masih yakin kalau teman-temannya yang lain masih hidup, mereka pasti baik-baik saja, tapi bagaimana jika akhirnya ia dan Lee masuk lalu berakhir di dalam sana ? bunuh diri. Bobby tak akan bunuh diri. Lebih baik ia mati bertarung dengan reevers daripada melakukan hal bodoh dengan masuk ke dalam benteng aneh itu. 

'Ini tengah malam, aku tidak terlalu yakin, tapi ku rasa tengah malam adalah waktu yang tepat untuk masuk ke sana.' jelas Lee, kali ini tatapannya datar. 

 Bobby mencerna perkataan Lee. Memikirkannya berulang-ulang. Ia memang tak bisa terus menunggu. Mengakhiri semuanya atau mereka yang diakhiri. Bobby bangkit dan mengecek semua senjatanya. Lee mengangguk mantap dan berjalan menyusuri jalan setapak yang mengarah keluar hutan, Bobby mengikutinya di belakang - bersiaga dengan sebilah pisau belati. 

Keduanya terus berjalan dan berhenti tepat di pepohonan terakhir yang menjadi bagian luar hutan. Di depan keduanya, tanah miring yang kosong tanpa tumbuhan atau semak belukar terhampar luas beberapa hektar. Kurang dari tiga kilometer mereka sampai di depan benteng besar itu. Bobby dan Lee melempar pandangan, mengangguk mantap sebelum akhirnya melangkah keluar dari hutan, menyusuri tanah kosong yang terlihat mengerikan. Kapanpun, mereka bisa saja diserang ditempat terbuka seperti ini. Tak ada tempat untuk sembunyi selain berlari menghindar. Bobby terus berjalan mengikuti Lee, memperhatikan sekeliling. Hanya tanah kosong, dataran miring. jauh dalam hatinya, Bobby berdoa agar ia dan teman-temannya yang lain bisa kembali berkumpul, menyelesaikan misi ini bersama. Bukan pengecut, tapi ia hanya terlalu memikirkan teman-temannya. Ia terlalu peduli pada yang lain. Ia ingin mereka bisa kembali ke kehidupan biasanya, tidak berakhir seperti tim penelitian dua tahun lalu. Hilang dan ternyata menjadi reevers di tempat ini. 

Beberapa meter lagi Bobby dan Lee sampai di depan benteng raksasa itu. Bobby mencari-cari pintu yang mungkin ada disekitar dinding besar itu, sementara Lee menggenggam erat pistolnya - bersiaga kalau tiba-tiba saja ada yang menyerang mereka. Bobby menarik bahu Lee, keduanya berhenti. 

'Beberapa meter diatas, ku rasa itu pintu masuknya.' ucap Bobby menunjuk sebuah pintu baja besar yang berada beberapa meter di bagian atas jurang. 

211 [BOOK ONE OF 211 SERIES]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora