"Hernandez?"

"Yap! Austin Hernandez, itu nama lengkapnya. Kalo kata gue sih jangan deket-deket dia. Soalnya kalau sekalinya uang lo jatuh terus ketauan sama dia, gak bakal balik tuh uang."

Berkedip bingung, Rafa mencoba mencerna ucapan Gaby. Jadi Austin itu tipe yang seperti copet atau bagaimana? Perasaan uang Austin sudah lebih dari cukup.

Melihat wajah polos Rafael membuat Gaby ingin menceritakan seluruh unek-uneknya. "Gak percaya yah? Asal lo tau nih ya! Dulu uang gue jatuh di kelas, dan dengan mata kepala gue sendiri, gue liat tuh bocah masukin uang gue ke saku dia!"

"Beneran Austin?"

"Yes, Aus–"

"Oke, nanti kasih tau ke yang lain, rapatnya habis sekolah." Dengan ponsel menempel telinga, sosok yang tengah digibahi itu nongol. Baru saja keluar dari ruang OSIS yang baru.

"Aus banget gue." Gaby langsung mengalihkan pembicaraan saat melihat Austin tepat 1 meter jaraknya dari mereka. Seolah tak melihat Austin, ia dengan cepat berjalan melewatinya.

Anggukan kecil Rafa berikan. Menatap Austin sejenak, Rafa baru tahu jika Austin Hernandez adalah seorang OSIS. Apa jabatannya? Ketua? Wakil? Jujur penyakit Kepo-nya jadi kumat.

Sama tertariknya, Austin menatap Gaby dan Rafa yang berjalan bersama. Namun, wajah datar Austin terlalu sulit dibaca. Hanya diam yang dia tampilkan saat menatap kedua insan berbeda jenis itu berjalan bersama.

••••

"Met sore." Dengan tak sopan, seorang perempuan menerobos masuk ke dalam kamar yang berisi 2 orang pria. "Apakabar perkembangannya?"

Seolah sudah biasa, 2 sosok itu masih anteng di tempatnya, yang satu menatap komputer dan yang lainnya tiduran membaca lembaran-lembaran berkas.

"Gak ada perkembangan," ujar yang di depan komputer.

"By, lo harus gabung sama mereka, buat tau inti dari kelakuan bejad mereka." Yang tengah tiduran pun ikut menyahut.

"Lah? Kok gue?" Gaby mengerutkan keningnya.

"Buat balas budi sama kita yang udah biayain lo makan. Dah, gaknusah banyak tanya. Sabtu besok lo resmiin buat gabung sama mereka."

Decakan kesal pun Gaby keluarkan. Dia berjalan ke lelaki yabg tengah duduk di depan komputer. "Ken, lo punya penyadap? Penyadap suara, atau lokasi, atau kamera juga boleh."

Ken menggelengkan kepala. "Gak, mahal." Dengan gaya hidup serba numpang, ia mana bisa beli barang macam itu. Ken pun melanjutkan aktivitasnya.

Merasa penasaran, Gaby hanya menontoni pergerakan Ken. "Eh, itu kok mirip Rafa!" Mendadak Gaby mendekatkan wajahnya ke layar komputer. "Scroll ke atas bentar."

"Rafa? Si culun itu?" Ken mengerutkan keningnya. Ia pun menuruti permintaan Gaby, dan memperlihatkan wajah yang dilihat mereka sepintas tadi.

"Hegel bukan Rafael, Tentara AD bukan pelajar," ujar Ken. Sudah gila Gaby, wajah Rafa untuk apa dipajang di artikel-artikel penting.

Gaby menggaruk kepalanya sambil meringis kuda setelah tahu ia salah lihat. "Ooh, yaudah si, lanjutin kerjaan lo aja."

Dengan sopan Gaby undur diri. Gaby beranjak meninggalkan kamar teman-temannya itu.

Gaby pergi duduk di ruang tamu. Sembari meminum kopi santai, ia bersandar pada sofa. Ponsel berwarna merah muda dimainkannya.

"Jadi kepo sama tuh culun," gumam Gaby. Bukannya apa-apa, dirinya baru pernah melihat seorang culun berani bersikap berani di hadapannya.

Setahunya, kebanyakan orang-orang seperti itu akan gugup saat di dekat seorang gadis, apalagi gadis cantik seperti dirinya.

Karena bukan ahli informatika, maka Gaby hanya mengetik nama Rafael Sanzio pada kolom pencarian Google. Hampir tak ada informasi tentang si culun itu, kecuali...

"Kejuaraan tekwondo tingkat provinsi?" Kening Gaby berkerut tak percaya. "Yang dilaksanakan Pengprov TI... juara... dua, Rafael Sanzio?" Gaby langsung membuka foto dokumentasi perlombaan itu.

Diperbesar gambar tersebut hingga ia dapat melihat seseorang yang memegang papan juara perlombaan. "Lah? Kok beda?"

Sekilas sosok yang di foto itu memang mirip Rafa, namanya pun sama persis. Namun, sosok itu berambut coklat terang dan tak menggunakan kacamata bulat, wajahnya pun nampak terurus. Tampan, tetapi jadinya tak mirip dengan Rafa si culun.

Apa keduanya kembaran yang dirahasiakan? Terlalu lawak, sudah seperti seperti novel-novel saja.

~To Be Continued~

CATCH SESSIONWhere stories live. Discover now