Keinginannya hanya satu, menangkap pelaku pembunuhan adiknya. Dan ya, ia seorang pendendam, jika seseorang merebut miliknya, maka milik orang itu pun akan ia rebut. Mata dibalas kepala, nyawa dibalas neraka. Tak apalah meski dirinya harus pindah sek...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sialan!" Rafa pun langsung menutup wajahnya dan berlari kabur menuruni tangga, dari cerita yang Alfie bicarakan, mereka bukanlah orang baik-baik yang bisa diajak kompromi. Oleh sebab itu, lebih baik dirinya kabur secepat mungkin.
"WOYY! JANGAN LARI LO!!" Orang tersebut ikut lari mengejar Rafa.
Tap!
Tap!
Tap!
Lqngkah terdengar keras. Tanpa disadari, Rafa sudah berlarian hingga ke halaman belakang sekolah. Sedikit lagi, tinggal memanjat pagar, maka dia sudah meninggalkan area sekolah. "Gak, gak gak, gue bukan bocah nakal," gumam Rafa, mencoba meyakinkan diri.
Langkah di belakangnya semakin terdengar keras. Dikejar panik, Rafa bergegas menaiki pagar tembok di hadapannya. Ia melompat menggapai bagian atas tembok sebagai pegangan, lantas menarik tubuhnya ke atas dan kakinya pun ikut naik. Setelah sampai atas bocah itu melompat keluar dari area sekolah dan berlari pergi.
"Ngilang kemana tuh monyet!?" Sosok yang sedari tadi mengejar Rafa pun celingukan, mencari Rafa ke setiap sudut di belakang sekolah.
••••
Seolah tak terjadi apa-apa Rafa kembali masuk ke dalam kelas dan duduk anteng memperhatikan pelajaran. Gak ada yang curiga sama gue kan? pikir Rafa. Ia melirik sejenak ke arah tempat duduk Hernandez, di mana lelaki dingin itu tampak fokus mencatat materi di papan tulis.
Rafa menghela nafas lega lantas ikut mencatat. Lelah rasanya setelah mengendap-endap menghindari maut yang mengejarnya tadi, bahkan ia sampai bersembunyi di kebun belakang sekolah hingga digigit puluhan nyamuk. Namun, yasudahlah, toh ia berhasil selamat dari petaka.
Jam terus berputar, hingga bel berbunyi. 'Jam Pelajaran Selesai, Saatnya Istirahat Kedua' Suara itu menggema dalam sekolahan.
"Gan, Lo tau gak info terbaru?" Cantika yang duduk di bangku terdepan berdiri lantas menghampiri Megan. Seperti biasa, kedua perempuan itu pergi bersama menuju kantin.
"Gak, kenapa?"
"Itu Loh, kata Ayang gue ada yang nyusup ke markas mereka sekitar jam 11an tadi. Dia udah nyoba ngejar, tapi gak ketangkep katanya. Anaknya tiba-tiba ilang di halaman belakang sekolah."
"Hm, terus?" Megan yang berjalan di samping Cantika bersedekap dada, tak fokus mendengarkan kawannya. Atensinya dicuri oleh pemandangan Hernandez yang berjalan di belakang Rafael seolah sedang membuntuti. Apa cuma perasaan gue aja? batinnya.
••••
"Rafael Sanzio kamu itu anak baik, rajin menabung, imut, pinter, dan teladan, jadi gak boleh nakal-nakal lagi!" Rafa berucap di depan cermin yang memantulkan sosok dirinya. Tak terhitung sudah berapa puluh kali Rafa mengakatakan kalimat itu pada dirinya sendiri.