12.Hope and reality

Start from the beginning
                                        

Dirga hanya menatap nya, tanpa bicara pemuda itu mencengkram tangan Rasya cukup kuat menariknya menjauh dari kerumunan, ke arah gang kecil di samping jalan utama.

"Le-lepasin!" Raysa memberontak nafasnya kacau.

"Lo ga tau apa-apa." Datar tak ada gema dari ucapannya.

Raysa menatap tak percaya.
"Sejauh ini gue ikut di medan yang sama, dan lo bilang gue gak tau apa-apa!?"

Suasana di antara keduanya menegang. Hujan mulai turun, menambah berat udara di sekeliling.

"Gue tau lo nuntut keadilan," ucap Raysa, suara nya bergetar, "Tapi cara main lo ngelibatin banyak pihak! lo sadar gak sih?"

Dirga menatap balik tanpa gentar.
"Gue sadar dan gue gak akan berhenti."

Kemudian cowok itu mendecih "Aaa gue tau jangan-jangan lo ikut andil di dalamnya?"

Raysa mengangkat wajahnya mendengus tak percaya "Terserah lo mau menyimpulkan apa. Niat gue cuman satu, gue gak mau kalian terus kejebak dalam permainan mereka."

Hening keduanya saling diam, hujan menutupi suara demo yang mulai mereda. Raysa memilin jilbabnya lalu memutar tubuhnya mencari sesuatu untuk di perhatikan, pikiran benar-benar kacau! namun pandangannya malah jatuh pada lengan Dirga.

Terlihat luka sobek di sana, darah nya merembes dari balik kemeja biru muda yang ternyata juga ikut tersobek.

"Tangan lo ... Berdarah?" Raysa menyergit, Dirga hanya melirik kemudian menutup lukanya dengan telapak tangan miliknya.

"Sini," kata Raysa pelan. Menarik tas pemuda itu membawanya pada emperan kedai terdekat. Hujan deras membuat hawa di sekeliling keduanya terasa semakin dingin.

Tanpa bicara, Raysa mulai membersihkan luka Dirga. Tangannya sedikit gemetar tapi gerakannya terlatih. Dirga hanya diam memperhatikan, membiarkan gadis itu mengobati lukanya.

"Lo perlu mikirin diri lo sendiri dulu, sebelum lo mikirin orang lain," ujar Raysa lirih tanpa menatap Dirga.

"Ngerti gak lo?"
Dirga yang sedari tadi memperhatikan Raysa dari samping tergugu sebentar kemudian mengangguk polos.

"Lo juga gitu kan?" Dirga akhirnya menyahut.

"Gue mahasiswi kesehatan, gue di didik buat jadi calon tenaga medis."

Raysa mendongak, menyerngitkan dahinya.Tatapan keduanya bertemu-hanya beberapa detik tapi terasa lebih lama dari seharusnya. Keduanya buru-buru mengalihkan pandangan.

Dirga berdehem mengalihkan matanya mencari kesibukan lain. Raysa tak sengaja menekan luka Dirga membuat pemuda itu meringis.

"Maaf," ujarnya singkat. Ia kembali melanjutkan ucapannya.

"Lain kali," bisik Raysa sambil membereskan perban. "Diskusi itu bisa jadi cara yang paling damai."

Dirga terkekeh ia mengedarkan pandangannya pada rintik hujan di luar kedai.

"Dan–gak semua orang mau di ajak diskusi."

Dirga melanjutkan,
"Beberapa lebih milih uang buat nutupin semua permasalahan."

Gadis itu tertegun, berhenti beraktivitas sebentar. "Keadaan gue juga se-chaos demo ini ternyata," Ucap Raysa nyaris seperti gumaman.

Raysa menutup luka Dirga dengan rapi, sebuah Handsaplas bergambar jerapah tertempel sebagai penahan terakhir dari perban. Ia telah selesai mengobati lengan Dirga, gadis itu berdiri dari duduknya lalu mengembalikan obat-obatan itu kembali pada tas P3K.

Dirga melirik Raysa ia tersenyum "Thanks."

"It's my pleasure." Raysa mengangguk.

Hujan semakin deras. Suara rintik nya menelan percakapan mereka, meninggalkan keheningan aneh–antara dingin, lelah dan sesuatu yang tak terucap.

"Main hujan-hujanan yuk?" Raysa menyergit bingung, tapi sebelum ia menjawab gadis itu lebih dulu tertarik keluar dari kedai. Dalam hitungan detik tubuhnya basah kuyup, jilbabnya yang lepek malah tertempel di pipinya.

Raysa mendelik "Ga! luka lo!" Gadis itu panik buru-buru melindungi lengan Dirga dengan kedua tangannya. Membuat cowok itu terkekeh ... ia menarik lengan Raysa berlarian di antara derasnya hujan.

Dirga tertawa puas melihat Raysa kewalahan, sementara gadis itu tersenyum masam karna ulah Dirga.

'Aku hampir percaya hidup akan terus semanis ini, sampai keadaan kembali membuat ku terbangun pada realita. bahwa puing-puing itu masih menjadi bawah sadar indah yang tak lengkang oleh waktu.'

                           *******

Asap rokok tipis melingkar di udara, bercampur bau obat merah yang baru mengering pada lukanya. Terperangkap dalam kamar redup milik Dirga, serta lagu Feast–Berita kehilangan mengalun pelan melingkupi suasana.

Dirga duduk di lantai, punggung nya bersandar pada ranjang, ia menegakkan tubuhnya menatap semua berkas yang sempat di kumpulkannya berserakan di lantai. tempelan stikcy note, foto, potongan berita, dan coretan kasar nama-nama yang terlibat dalam kasus kematian Bayu.

Di tengah semua itu satu foto yang paling mencolok–Bayu tersenyum lebar dengan Almamater universitas mereka, dengan papan bertuliskan "Fiat justitia ruat caelum¹."

Dirga menatap lama. perlahan Tangannya mulai mengepal kuat.

"Lo tau gak Bayu ...."

"Mereka pikir semua bisa bersih cuman karna jabatan dan koneksi."

Dirga berucap pelan, dengan asap yang keluar bersama ucapannya.

Kali ini ia membuka map coklat di samping laptop nya. Dokumen hasil pencarian. dari forum hukum, tangkapan layar, bahkan salinan surat laporan yang tak pernah naik di pengadilan.

Di layar laptop miliknya, terbuka vidio pendek– rekaman demo setelah gas air mata di lepas ke udara. Raysa muncul samar di tengah kerumunan, suaranya serak saat berteriak.

"Hentikan gas nya! Ada yang pingsan!"

Dirga menghentikan video itu tepat pada frame wajah Raysa. Ada sesuatu yang aneh di mata gadis itu. Bukan cuman kepedihan ... Tapi juga ketakutan, kehilangan dan keputusasaan?

Dan untuk sesaat, tekadnya sendiri goyah.

"Gak seharusnya lo ikut masuk di sini sya ...."
Dirga membuang nafas kasar.

"Karna gue yang mulai, gue juga yang bakal nyelesain masalah ini sampai tuntas." Pemuda itu menutup matanya menarik dalam-dalam puntung rokok terakhirnya lalu mengeluarkan nya perlahan.

Ia mulai mematikan leptop nya, menutupnya dan meletakkannya asal di atas lantai. Ia menunduk, membuang puntung rokok nya pada asbak di sebelah kanannya. Kemudian menatap lengannya yang terbalut perban dengan rapi. ada plester bergambar jerapah ternyata di sana, sudut bibirnya tertarik kecil. membuat jemari kirinya bergerak mengusap pelan lengan kanannya, ia bersandar dengan lelah lalu menarik nafas panjang.

Dan di resapi nya dunia malam ini. tetap sama dingin dan hening, alunan lagu mengisi kekosongan, samar suara hujan mulai terdengar menetes pada atap di luar jendela. Ritmenya lambat dan menyayat.

Foto bayu kembali menarik perhatiannya ia mengangkat tinggi foto bayu menyamakan arah cahaya redup jendela kamarnya pada foto yang di genggamnya.

"Lo tenang aja ...." Matanya berkilat yakin.

"Gue janji ... nama lo gak bakal hilang gitu aja." Dirga mengatupkan bibirnya. Ada doa pelan yang ia langitkan, ia menutup matanya. Berharap kali ini dunia sedang tidak bermain-main pada tekadnya.

                           *******

¹Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh.

Holaa! Akhirnya aku update juga:)
Maafkeun ya guys🥲
Dan sorry juga ... kalau banyak kata-katanya yang masih keliatan rancu;)

See you in the next part
Bubay~💗💃

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: 2 days ago ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Epilog tanpa prolog : From different way to same wayWhere stories live. Discover now