Attention!!!⚠️ Dilarang keras memplagiat cerita ini ... Mohon kerjasamanya ;)
Dunia tak lagi sama, mata yang dulu menatap dengan dalam entah mengapa tidak lagi mengerjab, tangan yang dulu kokoh kini tak lagi bertenaga, hanya air mata menjadi saksi...
Laki-laki itu di jaga bukan di rusak:( -Rayhan putra elfath
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
***
"Bodoh begitu saja kamu gak becus!"
Prangg... Gelas berbahan kaca di lempar keras ke arah lantai, membuat wine berwarna merah itu bagai bercakan darah segar yang menghias lantai.
Gadis itu menunduk, mengepal tangannya kuat meredam tangis yang mati-matian ingin keluar menumpahkan isinya.
Matanya menangkap serpihan kaca telah menancap pada punggung kakinya yang tak tertutup heels, ia mengetuk-ngetuk ujung heelsnya, hingga membuat darah segar mengalir di sana tak ada ringisan hanya tawa kecil yang terdengar sumbang.
Gadis itu mengangkat wajahnya menatap lekat seseorang di depannya.
"Aku rasa disini gak cukup adil kalau aku yang bermain sendiri kan? Apalagi kerjaan Anda hanya memerintah tanpa turun tangan, bagaimana kalau Anda sendiri yang memastikan."
Orang yang berada di hadapan gadis itu mengangkat tangannya geram "Kenapa mau tampar aku? Tampar ... Tampar sekarang sepertinya kau tidak akan berani-"
Brakk! Tangan itu malah menggebrak meja keras membuat gadis itu memutuskan ucapannya.
"Keluar! Keluar dari ruangan saya!" Ucapannya penuh emosi, matanya memerah menahan amarah.
Gadis itu membuang nafas kasar sembari mengambil tas slempang miliknya dari atas sofa kemudian melangkah menuju pintu keluar.
"Aku peringatkan, kau tidak akan menang dengan permainan kotor sekalipun berhasil itu tidak akan bertahan lama," Ujar gadis itu penuh penekanan dan ....
Blam! Pintu ruangan itu tertutup.
"Arrght–" ia mengacak-acak kertas-kertas yang berada di atas meja kasar, ia melonggarkan tali dasinya sambil bernafas gusar, dan mendudukkan tubuhnya pada kursi kemudian mengambil handphonenya untuk menghubungi seseorang.
"Bagaimana sudah mengambil keputusan?" Ucap seorang di sebrang sana.
Ia terdiam lama kemudian menjawab pendek "Ya."
"Bagus."
"Sesuai kesepakatan 30 kan?."
"50."
"Bagaimana bisa? Yang kita sepakati bukan seperti itu."
"Dan sesuai kesepakatan, fleksibel sesuai lonjakan harga pasar, Deal?"
Ia menjawab dengan berat "Deal."
Tut! Sambungan terputus
Ia mengacak-acak rambutnya frustasi sembari menghantamkan tangannya pada dinding kuat.