12.Hope and reality

Start from the beginning
                                        

Pandangannya menyapu keseluruhan tempat. memfokuskan pandangannya di dalam asap gas air mata yang lumayan tebal mencari sosok Cherly, sampai tubuh nya sedikit limbung di bersenggolan dengan mahasiswa lainnya.

Ekor matanya mengarah pada seorang gadis yang telah limbung ke tanah. Raysa kemudian berteriak dengan nafas yang sedikit tersendat.

"Hentikan gas nya! Ada yang pingsan!" Raysa buru-buru membopong gadis itu menjauh dari kerumunan dan sesak asap itu, menuju anak kesehatan yang berjaga pada mobil-mobil ambulance yang telah menunggu di luar tempat aksi demokrasi.

"RAYSA!!!" Raysa berbalik mencari sumber suara itu, gadis yang berteriak itu Nadia, ia memeluk tubuh Raysa erat.

"Syukur lo selamat!" Raysa mengangguk, Nadia melepas pelukannya.

"Kalo gitu kita balik ayo!" Raysa menggeleng. "Gak sekarang Nad, Cherly belum ketemu!" Gadis berhijab itu berdiri tak tenang kakinya bergerak-gerak kecil tak nyaman.

"Sya keselamatan lo lebih utama, masih ada tim medis yang lain buat nyariin di–"

"GUE JUGA TIM MEDIS MAHASISWA NAD!" Suara Raysa tak sengaja meninggi. Nadia tersentak diam mulutnya terasa kelu

"Gue gak maksud buat bentak lo, Nad sumpah gue–" Nadia memalingkan wajahnya ia menunduk mengepalkan tangannya.

"Gue cuman mau kira semua selamat sya ...."

"Kita bertiga teman kan? Kita juga harus balik sama-sama Nad!" Nadia mengangkat wajahnya lalu menatap Raysa.

"Emang seharusnya gue gak ada di dalam dunianya kalian kan?"

"Nadia lo ngomong apa sih? Kita semua teman!" Nadia menggeleng.

"Makasih buat waktunya." Nadia berpaling melangkah menjauh meninggalkan Raysa. Gadis berhijab itu menggeleng air matanya menetes.

"Lo apa-apaan sih Nadia!" Raysa menarik lengan Nadia, Nadia menatap tangan Raysa seperkian detik sebelum menghempas keras dari tangannya.  Nadia tetap melangkahkan kakinya tanpa berbalik lagi. Raysa memeluk tas P3K nya kuat dadanya terasa terhimpit ia terduduk di tanah.

"Kalian berdua sama-sama berharga buat gue ... Jangan pergi gue mohon," Lirihnya, ia mencoba menahan isakan nya namun tangis itu lolos begitu saja.

"Gak gitu maksud gue Nad ...." Raysa menunduk dalam. Menggeleng tak percaya.

"Sya! Jangan diem aja ayo ... masih banyak yang perlu pertolongan!" Raysa mengangkat wajahnya yang penuh air mata.

Tangannya terkepal ia menghapus jejak air matanya kasar lalu berdiri, ia tak boleh lengah ia harus tetap maju, ia adalah calon garda terdepan untuk siapa saja, ayo tetap maju!

Raysa mengangguk mencoba meyakinkan dirinya, kemudian ia kembali masuk ke dalam kekacauan itu sekali lagi, masih ada yang membutuhkannya kan?

Sekali lagi ia masih berusaha untuk mencari Cherly,  namun yang di dapati nya malah seorang Dirga ya, Dirgantara Andre Nicolas. Pemuda yang ia wanti-wanti melakukan hal gegabah seperti ini.

Dirga telah membawa dua orang yang  dibopongnya menjauh dari asap, kemudian ia kembali masuk.

Apa-apaan sih anak itu?

Raysa mempercepat langkahnya menarik tas pemuda itu cukup keras Sampai pemuda itu menoleh.

"LO GILA YA!"

Mikrofon di tangan Dirga masih menyala, dan gema teriakan Raysa malah terdengar dari pengeras suara di belakang mereka.

"Gak gini caranya lo nyelesain masalah!"
Suara Raysa pecah. terdengar parau  karna gas air mata dan emosi yang menumpuk, air matanya menetes ... Lagi

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: a day ago ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Epilog tanpa prolog : From different way to same wayWhere stories live. Discover now