Situasi tak bisa di kendali semua mulai berteriak-teriak mulai muak dengan sikap polisi-polisi bayaran yang hanya membuat mereka berputar-putar di satu topik.
Dor!
Satu peluru berhasil meluncur ke udara membuat sebagian dari mereka mundur karna suara itu.
"Harap tenang!" Perintah menggema bukannya tenang justru mereka semakin tak terkendali makin bersorak dan berteriak tak terima.
Sorak-sorai belum sempat mereda ketika tiba-tiba terdengar bunyi letupan dari arah samping. Entah siapa yang memulai, sebuah botol plastik melayang melewati ke-empat orang yang berada di atas pick-up dan jatuh di depan barisan polisi. Seketika, ketegangan mengeras seperti udara yang membeku.
Polisi mulai mengetuk tameng tameng mereka, suara logam beradu bergema, membuat bulu kuduk merinding. Beberapa mahasiswa di belakang mendorong maju, terjebak diantara semangat dan amarah. Dirga dan keempat anggota BEM lainnya segera turun dari mobil pick-up ikut berlari menyusul kerumunan. Dirga merasakan denyut jantung yang berpacu. Ia melihat mata-mata yang berkaca-kaca bukan hanya karna teriakan, tapi karna gas air mata yang mulai di lepas di udara.
Asap putih mulai menyebar di udara menusuk mata dan tenggorokan. Dirga terbatuk-batuk, memegang poster yang kini telah terlipat di tangannya. Di tengah kabut gas dan suara riuh, ia melihat seseorang jatuh tersungkur terserempet dorongan massa. Tanpa pikir panjang ia menerobos kerumunan untuk menarik temannya menjauh, karna tidak memperhatikan ia menyenggol seorang polisi yang tengah membawa senjata hingga lengan kirinya tersobek panjang sampai bahu.
"Akh." Pemuda itu meringis, sembari menekan lukanya. ia tak berhenti malah menarik dua orang sedari tadi kesulitan untuk bergerak karna padatnya massa, agar keluar dari kerumunan
"Ukh ... Ukh kita mun-dur dulu!" Teriaknya, tapi Suara itu tenggelam di antara sirine dan teriakan.
"Lo gak papa bang?" Tanya pemuda yang di bopong Dirga, Dirga mengangguk dan tetap menopang keduanya. yang berada di lengan kanannya pingsan terpapar gas air mata apalagi luka di lengan kirinya membuat pergerakannya semakin terbatas.
"Kita menjauh dulu ukh! ... Keluar dari asap sini ada yang pingsan kita harus cari bantuan buat dia." Pemuda itu mengangguk lalu ikut menopang anak yang pingsan itu.
Anak-anak kesehatan dengan jas ala mahasiswa kesehatan mulai berdatangan, membantu teman-teman mereka yang terluka membuat suasana semakin memanas.
Bum!
Gas air mata kembali di lempar ke udara.
"Sialan! aprat anjing! Lo gak lihat massa dah chaos gini–ukh!" Pemuda itu berteriak tak terima, Dirga menepuk bahu pemuda itu menggeleng, kemudian mempercepat langkahnya keluar dari asap gas air mata yang semakin menebal.
"Tolong bawa dia ke anak kesehatan, gue masuk dulu ke dalam ada yang ketinggalan!" Dirga melepas rangkulannya memberikan tumpuannya pada pemuda itu.
"Bang luka lo!" Dirga tak mengindahkan seruan sang pemuda, ia kembali masuk kedalam asap gas air mata itu membantu teman-teman nya yang mungkin pingsan atau tertinggal di sana.
*******
Jalanan telah di tutup di beberapa titik, membuat gadis itu kesulitan untuk menerobos masuk, untungnya ia masih ingat beberapa jalan tikus untuk bisa sampai di sana. Raysa mempercepat langkahnya dengan nafas memburu dan ritme jantungnya yang tak kalah cepat. Ia menarik nafas kemudian masuk kedalam sana. memaksakan diri masuk ke dalam kekacauan.
Sirine meraung, asap gas air mata menelusup di antara nafasnya yang mulai tercekat.
Dengan seragam putih kebanggaan mahasiswa kesehatan Raysa menembus kerumunan sambil menenteng tas P3K di tangannya. Langkah ya mulai goyah, mata nya perih tapi ia tetap maju—karna di tengah kekacauan itu, seseorang butuh pertolongan.
YOU ARE READING
Epilog tanpa prolog : From different way to same way
Teen FictionAttention!!!⚠️ Dilarang keras memplagiat cerita ini ... Mohon kerjasamanya ;) Dunia tak lagi sama, mata yang dulu menatap dengan dalam entah mengapa tidak lagi mengerjab, tangan yang dulu kokoh kini tak lagi bertenaga, hanya air mata menjadi saksi...
12.Hope and reality
Start from the beginning
