11.Seperti luka namun tak berwujud

Start from the beginning
                                        

Tanpa izin gadis itu bersembunyi pada meja yang menjadi pusat dari komputer-komputer lain, gadis itu menutup mulutnya menahan nafas.

Tring!

Kali ini pintu rental terbuka lagi, derap langkah terdengar tenang bergerak tepat pada meja yang menjadi tempat Cherly bersembunyi.

"Ada cewek rambut pendek di sini?" Tanya Arkan ya pemuda itu adalah Arkan.

"Gak ada di sini isinya cowok semua." Arkan menyerngit "Gue lihat jelas-jelas ada cewek masuk ke sini tadi."

"Lo salah liat paling ... Lagian malem-malem gini ngapain cewek main ke rental?"

"Lo coba nyembunyiin Cherly dari gue kan?" Pemuda itu mengangkat alisnya.

"Maksud lo? Gue gak ngerti?"

Bugh!

Satu Bogeman mentah menerjang pipi kanan Rayhan, membuat semua yang berada di sana mendelik kaget, Cherly menutup mulutnya syok.

"Lo sekongkolan sama Cherly hah!"
Rayhan menyerngit. "Lo sarap anjir!"

Bugh!

Lagi kali ini dua Bogeman berakhir kembali pada wajah Rayhan, semua pemuda yang melihat itu bergerak cepat menghalau pergerakan keduanya.

"Lo salah tempat ... Di sini gak ada cewek yang lo sebutin tadi, mending lo cabut deh," Ungkap Tirta terdengar tenang rekan Rayhan itu menepuk pundak Arkan.

"Arrghtt!!." Ia mengacak-acak rambutnya frustasi sembari menatap nyalang semua orang yang berada di sana, dengan tergesa-gesa pemuda itu segera melangkahkan kakinya keluar dari rental tanpa berniat pamit atau berkata-kata lagi.

Melihat mobil Arkan yang menjauh, Rayhan mengetuk meja tiga kali.
"Keluar udah aman." Cherly buru-buru mengusap airmatanya kasar, kemudian keluar dari tempat persembunyiannya, ia membungkukkan badannya berterima kasih.

"Makasih Rey udah tolongin gue."

Rayhan mengangguk. "Lo okey?"

"Iya gue gak papa, gue pamit ya makasih banyak loh sekali lagi." Saat akan melangkah pergi Rayhan menahan pergelangan Cherly.

"Biar gue yang antar ke rumah–"
Cherly menggeleng "Gue gak pulang kerumah gue." Rayhan menggeleng kemudian menatap Cherly.

"Lo pulang ke rumah gue," Ucap Rayhan tegas tanpa penolakan.

                           *******

Sepanjang perjalanan yang canggung itu tak ada yang membuka suara hanya deru angin yang membuat Cherly beberapa kali mengusap lengangnya yang tampak kosong melompong.

Rayhan tampak melirik dari kaca spion.
"DINGIN??" Teriak Rayhan.

"HAH?" Teriak Cherly juga yang berada di boncengan Rayhan.

"GUE TANYA LO KEDINGINAN?"

"APA KEDINGDINGAN?" Rayhan menyerngit, kemudian tertawa kecil.

"LO BUDEG KAH?"

"HAH? GUDEG? GUE LAGI GAK MAU MAKAN GUDEG!" Rayhan menyerngit tapi ia tak kembali menyahut, membiarkan perbincangan absurd itu berakhir begitu saja. Toh, mereka sudah hampir sampai.

Begitu motor berhenti, Raysa langsung muncul dari arah teras. Napasnya tersengal, ekspresinya panik. Jilbab yang di gunakan tampak tak terpasang rapi–miring? cardigannya cuma nyangkut di satu bahu, pemandangan yang bahkan di tengah kepanikan pun masih bisa membuat Cherly menahan senyum kecil. Tapi sungguh ... Ia tak ingin merepotkan siapapun.

Epilog tanpa prolog : From different way to same wayWhere stories live. Discover now