"Golongan darah ibu?"

"B suster."

"Kita butuh golongan darah AB secepatnya ... Kurang lebih 24 jam setelah di tangani." Air mata wanita paruh baya itu semakin deras bahkan tubuhnya terasa sangat lemas.

"Ada keluarga ibu yang memiliki golongan darah AB?" Wanita paruh baya itu menggeleng tak yakin ... di mana bisa ia dapatkan darah itu dalam waktu 24 jam?

Sang suster menatap wanita paruh baya itu lekat sembari menepuk kedua bahunya menguatkan.

"Pihak rumah sakit berusaha untuk mencari dulu, karna darah AB ini sedikit langka. semoga keberuntungan berpihak pada anak ibu, senantiasa langit kan doa ibu kepada yang maha kuasa semoga di lancarkan." Setelah mengatakan itu sang suster melenggang pergi, menyisakan wanita paruh baya itu semakin rapuh, di titik ini ia merasa ketidakadilan itu semakin mempersempit ruang geraknya.

"Ya Allah ... Berilah ketabahan untuk ku kuatkan bahu ku. Berilah kesempatan yang baik untuk putra semata wayang ku ini ya Allah ...." Doanya penuh harap dengan air mata yang berlinang.

                           *******

"Halo sya?"

"Iya gimana Cher??"

"Kakak gue kecelakaan sekarang lagi di ruang IGD!"

"Di rumah sakit mana?" Tanya Raysa di sebrang sana panik.

"Rumah sakit Cipto Mangunkusumo."

"Gue kesana sekarang! Tunggu gue di sana!"

Tut! Sambungan terputus.

Di tempat yang sama Cherly tengah mondar mandir tak tenang, mengigit buku-buku jarinya gusar. Sesekali menengok ke dalam kaca ruang IGD kemudian memeriksa handphonenya. Lalu kembali lagi duduk di kursi tunggu dengan perasaan panik yang menjadi-jadi.

Tak bisa ... Tak bisa! Ia terlalu terlalu panik untuk sekedar bisa duduk dengan tenang! bahkan mengambil nafas pun rasanya berat sekali, lagi-lagi hanya air mata yang bersuara ia menunduk menyembunyikan wajahnya yang telah tergenangi air mata.

Bu Chintya– ibu Bayu, hendak menelfon salah satu kerabatnya sampai ekor matanya menangkap seorang gadis manis berambut sebahu tengah duduk dengan bahu yang berguncang membuatnya tertegun sebentar.

Bahkan sekalipun dunia ingin, ia bisa menunjukkan—semua hal bisa terjadi pada siapapun termasuk pada dirinya atau pun gadis yang tengah menangis itu. ia mengusap air matanya pelan kemudian dengan langkah tenang dan teratur wanita paruh baya itu menghampiri gadis itu kemudian duduk di sampingnya.

Tidak ada suara yang mengintimidasi, atau pun mengancam. Wanita paruh baya itu mengusap bahu gadis berambut sebahu itu perlahan, kemudian mencoba menggenggam tangan gadis itu untuk menyalurkan kehangatan.

Gadis itu mengangkat wajahnya yang telah tergenangi air mata bahkan sekedar berbicara pun ia tak sanggup, wanita paruh baya itu tersenyum senyum hangat yang mengingatkan gadis itu dengan ibunya–

Wanita paruh baya itu mengangguk kemudian berkata, "tak apa menangis kita hanya perlu waktu untuk menunggu, tak apa sesak asal jangan di pendam sendiri ya? Tuhan kasih perempuan hati yang lembut agar kita tak selalu terlihat kuat dan menumpahkan semuanya lewat tangisan tak apa–" gadis berambut sebahu itu memeluk kuat tubuh wanita paruh baya itu dengan isakan yang semakin terdengar pilu, wanita paruh baya yang mendapat refleks dari gadis itu tersenyum kecil kemudian menepuk punggungnya memberi kekuatan.

Bahkan jika tuhan tidak mengabulkan doanya yang satu itu, ia berharap masih bisa berguna untuk orang lain.

                             *******

Epilog tanpa prolog : From different way to same wayWhere stories live. Discover now