"Lo yang buat gue gak nyaman ...." Cicit Raysa terdengar jujur, Dirga tersenyum tipis sangat tipis hingga, kemudian ia kembali mengontrol air wajahnya.
"Yaudah gue keluar kalo ada apa-apa panggil gue aja." Raysa mengangguk, kemudian kembali merebahkan tubuhnya di atas brangkar rumah sakit.
"Kenapa mesti dia lagi sih?" Raysa menutup wajahnya dengan kedua tangannya mukanya kembali memerah.
Sia–Astagfirullah!?
*******
Cherly kini telah berada di depan Raysa dengan tawa tanpa bebannya, bukannya menghibur, gadis itu malah meledeknya.
"Suer lo bukan ngurangin beban malah nambah beban!" Raysa bersungut-sungut sembari memasukkan potongan apel kedalam mulutnya.
"Dih siapa yang suruh lo makan, gue orang gue kupas buat gue sendiri!" Ucap Cherly mengambil kembali piring berisi potongan apel itu.
"Lo niat jenguk gue atau nyiksa gue sih?"
"Dua-duanya!" Kata Cherly santai dengan mulut yang penuh, mata Cherly menelisik ke seluruh ruang inap Raysa.
"Btw ini barang siapa?" Lanjutnya, ia berjongkok, sembari menunjukkan tas belanja besar di bawah meja nakas.
"Gue lah! Kan di ruangan gue!" Raysa sedikit melirik ke arah tangan Cherly menunjuk, gadis itu menyerngit.
"Gak deng itu dari Abang gue,"
Gadis berhijab itu kembali berpikir keras lagi "iya tapi tetap punya gue lah!"
"Wih lengkap bener!" Tanpa perintah gadis itu menuangkan isi tas belanja itu, ada pembalut berbagai merek dan ukuran, minyak aroma terapi, kain pengompres perut, jajanan ringan dan masih banyak lagi! Mata Cherly berbinar. apalagi ada coklat dengan aneka varian rasa di sana.
"Tumben Abang lo pengertian gini, gak biasanya?" Kata Cherly sembari mengunyah santai salah satu coklat yang telah ia buka bungkusnya.
"Enak loh lo gak mau coba?" Raysa menggeleng cepat sembari mengalihkan pandangannya.
Cherly termangu berapa sekon sebelum akhirnya ia menelan coklatnya cepat ... astaga kenapa ia bisa lupa?! Cherly buru-buru menyimpan coklat-coklat yang di hamburkan nya di lantai kalap.
"Gak papa makan aja santai." Raysa menatap Cherly meski entah mengapa tangannya kembali tremor ia memasukkan tangannya ke dalam selimut.
"Tapi lo-"
"Gue udah gak papa Cher percaya." Raysa berkata tulus meski matanya terlihat berkaca-kaca.
"Sorry sya gue gak ada maksud." Cherly merasa bersalah ia mendekat ke arah Raysa yang kini telah meneteskan air mata.
"Gue gak papa serius." Raysa berkata sembari mengelap kasar air matanya.
"Ka-kalo gue masih trauma berarti gue masih berburuk sangka sama takdirnya Allah."
Raysa menarik nafas panjang ia menatap Cherly.
"Ta-tapi gue juga gak bisa Cher ... sejauh ini setiap gue ngeliat coklat hanya bayangan-bayangan buruk yang terus terputar di otak gue ... Gu-gue udah berusaha Cher tapi kenapa selalu gagal?" Tak bisa menahan airmata Raysa menangis sesenggukan.
"Jujur gue masih takut Cher ... takut ... takut banget ...." Gadis berhijab itu menggelengkan kepalanya.
Cherly yang diam menyimak ucapan Raysa berusaha menenangkan gadis itu pelan, sambil merutuki dirinya, sumpah dia juga ikut kalut.
Cherly akui Raysa susah tidak se histeris dulu, dulu ia bisa berteriak-teriak kesetanan bahkan menginjak-injak coklat yang ia temui lalu akan berwajah murung tanpa semangat, mengurung dirinya di dalam kamar dan aksi mojok makan itu terjadi, belum lagi self harm yang membuat dirinya sering kehabisan darah ... Cherly tak mau hal itu terulang lagi ... tidak ... tidak akan pernah!
YOU ARE READING
Epilog tanpa prolog : From different way to same way
Teen FictionAttention!!!⚠️ Dilarang keras memplagiat cerita ini ... Mohon kerjasamanya ;) Dunia tak lagi sama, mata yang dulu menatap dengan dalam entah mengapa tidak lagi mengerjab, tangan yang dulu kokoh kini tak lagi bertenaga, hanya air mata menjadi saksi...
06.Him again?
Start from the beginning
