"Kamu nanyeakkk?!?"
"Wah beneran nih gak bisa di biarin!"
Sopir taksi itu menghentikan mobilnya mendadak membuat Dirga yang tak memakai sabuk pengaman terjungkal kedepan. Kemudian sang sopir buru-buru mengambil air mineral yang ia buka tutupnya asal, dengan cepat membacakannya doa apa saja yang di ingat nya, mulutnya komat-kamit berusaha fokus sambil menetralkan rasa takutnya.
Dengan perasaan campur aduk, sopir taksi itu berdiri pada kursi pengemudi menatap kearah Dirga.
"Lo bisa gak sih kalo nyetir yang–
pftt ... anjer air apaan nih!"
Air lebih dulu mengguyur wajah tampan Dirga, sebelum Dirga duduk dan menyelesaikan ucapannya. Dirga mengusap air nya kesal, di dapatinya sopir taksi itu menatap was-was kearahnya.
"Ada masalah lo sama gue?" Kata Dirga tak santai rahangnya mengeras.
"Wahh sudah sadar mas?" Tanya supir taksi itu tersenyum sumringah, ada rona-rona bangga di sana.
"Sadar-sadar gue emang sadar dari tadi! sialan lo!"
Sopir taksi itu nyengir kuda tanpa dosa sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Ma-maap mas saya kira tadi masnya kesurupan," ucap sopir taksi itu hati-hati.
Dirga hanya mendengus kesal sembari mengelap air yang masih tersisa di wajahnya dengan lengan baju kaosnya, kemudian menyandarkan dirinya pada kursi mobil.
"Saya minta maaf mas," ujar sopir taxi itu berusaha membujuk Dirga, Pemuda itu diam saja tak menyahut fokus pada layar handphonenya.
"Beneran ni mas saya minta maaf, kalo gitu saya antarin mas gak usah bayar deh," lanjut sopir taksi itu sedikit terpaksa.
"Setuju!" pekik Dirga dengan senyum lebar miliknya.
Sopir taksi itu membulatkan matanya, ia menggaruk kepalanya sedikit frustasi.
'Mampus saya! Bisa gak sih di tarik lagi ucapannya?' Batin sang sopir tak tenang.
*******
"Udah sampai mas," Ujar sopir taksi itu.
'Buset gede amat rumahnya,' batin sang sopir, ia di buat kagum dengan rumah milik Dirga yang terlihat megah seperti kastil.
Mereka telah sampai di depan perkarangan rumah 'Andre nicolas' rumah bak istana, yang berdiri di tengah-tengah pusat kota jakarta selatan.
Bughh ...
Pintu mobil tertutup, Dirga membuka casing handphone nya, di sana
Ia mendapati uang berwarna merah dengan senyum pak Soekarno dan pak Hatta yang membuatnya ikut tersenyum juga.
Sopir taksi itu hendak menjalankan mobilnya, namun tangan Dirga lebih dulu terjulur kedalam jendela mobil.
"Noh buat lo," ujar Dirga. sesaat kemudian ia menongolkan kepalanya.
"Loh ini betulan buat saya?"
"Kalo gak mau ya no prob–" belum selesai berbicara tangan Dirga sudah di tarik sopir taksi itu.
"Ya mau lah masa gak mau, rezeki mah gak boleh di tolak atuh," kata sopir itu cengengesan.
Si sopir memegang uang yang di pegang Dirga, Dirga malah menarik kembali uang itu, terjadi sedikit drama tarik-menarik uang sampai akhirnya Dirga melepas uang itu meski– sedikit tak rela.
Saat memberi kembalian pada Dirga, pemuda itu menolak.
"Buat lo aja kembaliannya."
"Beneran ni buat saya?"
YOU ARE READING
Epilog tanpa prolog : From different way to same way
Teen FictionAttention!!!⚠️ Dilarang keras memplagiat cerita ini ... Mohon kerjasamanya ;) Dunia tak lagi sama, mata yang dulu menatap dengan dalam entah mengapa tidak lagi mengerjab, tangan yang dulu kokoh kini tak lagi bertenaga, hanya air mata menjadi saksi...
03.Kembali
Start from the beginning
