80. TRUST ME

29 4 2
                                    

Stop Jeffry, jangan ke sana,” cegah Wina seraya meraih lengan Jeffry.

Jeffry menggeleng, “gak, gak bisa. Gak bisa gue diam gitu aja lihat."

“Diam. Lo diam di sini dan jangan ke mana-mana,” ujar Tirta tanpa mau diganggu gugat.

Hahahaha. Jadi dia adik lo?”

Belum sempat Gilang melanjutkan ucapan nya. Ia terdiam saat merasa ada yang membacok nya dari belakang.

Itu Mahen, dengan kapak di tangannya.

Gilang kesakitan, tubuhnya keblingsatan, melepaskan Jefrano dari lilitan nya.

“Sakit, sakit.”

Mahen tertawa renyah, “hahahaha lemah lo."

"Enak gak gue kapak kayak gini?” tanya Mahen sambil terus berulang kali mengkapak ekor anak itu hingga nyaris putus mengepak-ngepak.

“Maaf ya, Gilang," ujar Elio.

Gilang mendongak, “keparat. Pantas saja kapak itu bisa melukai ku.”

Elio tersenyum, “Teo. Kau salah kaprah.”

"Apa maksud mu?"

“Sudah, nanti saja dulu hal itu  dibahasnya. Sekarang kalian pergi, biar monster ini aku yang urus,” ujar Elio.

“Gak, enggak. Gue gak mau pergi kalau lo belum ambil bola mata dia buat gue," sungut Mahen.

“Baik.”

“Jangan, jangan ambil mata gue.”

Gilang memberontak saat tangan besar Elio berupaya mengambil bola matanya tanpa permisi. Ia kesakitan, tubuhnya kejang-kejang.

“Ini matanya. Sana, pergi.”

"Terimakasih, Elio," jawab Mahen seraya menadahkan tangannya agar Elio menaruh dua bola mata itu di sana.

"Te, titip dulu nih mata."

Meski masih linglung, Teo terima dua bola mata itu dari tangan Mahen dan membiarkan anak itu membopong Jefrano yang sudah lemas tak berdaya.

"Kenapa diam? Ayo pergi,” ajak Mahen.

Teo melangkah, mengikuti ke mana pun Mahen pergi meski kepalanya sangat ribut.

“Di mana Ace, kenapa dia gak kelihatan?” tanya Wina. 

“Dia lagi di ruangan Pak Januar buat hafalin mantra yang seharusnya kita baca nanti," jawab Mahen.

“Sendiri? Lo ngebiarin dia pergi sendirian?” kaget Yera.

“Dia gak lemah, Yer,” jengah Mahen yang tanpa dia ketahui Ace sedang merasa kesulitan.

Tubuhnya terasa sangat panas dan kepalanya pun terasa sangat berat. Ace rasa, keberadaan nya sudah diketahui oleh Pak Januar

Tapi gimana ini? Ace belum afal. Meski dirinya sudah mengenakan kalung warisan keluarga Elio, ia masih kesulitan.

Pandangan nya terkadang kabur, sehingga sering kali dirinya salah baca dan harus mengulang bacaan nya berulang kali sampai dia merasa benar-benar yakin jika apa yang dibacanya sudah benar.

“Lanjut besok aja kali ya?”

Dirasa gak bisa lanjut lagi, Ace pun kembali ke kamar dan mendapati Elio yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya.

“Di mana teman-teman gue?”

Elio terkekeh, “manusia, manusia. Sama monster jadi-jadian saja takut.”

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 25 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LET'S PLAYWhere stories live. Discover now