28. KENA SEMUA

50 24 0
                                    

"Akh."

Teo meringis, saat mendapati tangan nya diinjak keras oleh sosok yang awalnya hanya berniat untuk menyiksa Wina.

"Orang yang tak membaca buku di perpustakaan, harus diambil bola mata nya."

"Nggak, jangan ambil mata gue."

Teo hendak melarikan diri namun secepat mungkin kakinya diinjak kencang oleh sosok menyeramkan itu sebelum dia bisa melarikan diri.

"Aaaaaaa sakit."

Teo berteriak kesakitan, Johan yang notabe nya punya indra pendengaran bagus, lantas berlari ke arah sumber suara. 

"Ssst, jangan berisik."

Teo melotot, saat menyadari jika kedua kakinya sedang dicengkram hebat oleh sesuatu yang ternyata, tangan Johan.

"Oh, shit."

"Tahan sebentar ya, bro," bisik Johan.

Teo menggeleng dan detik itu juga, dirinya ditarik kuat hingga suara nyaring dari mulut nya terdengar jelas memenuhi ruangan. Sial, kaki Teo sedang sakit dan Johan menariknya cukup kuat. Bisa mati muda dia kalau begini.

"Sakit, sialan." Ingin sekali rasanya Teo menangis sesegukan, namun belum juga dirinya berprotes, dirinya telah dipaksa untuk berdiri oleh Johan yang langsung menarik nya kencang agar datang menemui Bagas yang langsung cengengesan seperti orang bodoh.

"Ayo baca buku," ajak Bagas.

Teo mendesis, "kau gila? Kita harus liputan."

"Baca buku atau kena hukuman?" balas Bagas sambil menaik turunkan kedua alisnya secara bergantian.  

Teo berdecak, "oke fine, kita baca buku dulu baru habis itu liputan," jawab nya sembari menerima buku pemberian Bagas.

"Gue cari yang lain dulu ya, kalian berdua tunggu di sini, jangan ke mana-mana," ujar Johan memperingati mereka berdua.

Keduanya mengangguk. Untuk saat ini, Johan hanya berfokus pada anggota tim jurnalis nya karena dia tahu, Wina harus menjalankan hukuman nya tanpa harus diganggu gugat.

Setelah selesai mengumpulkan anggota tim jurnalis nya, Johan pun terduduk dan langsung mengambil salah satu buku yang sempat Bagas sisakan untuk dia baca.

Beruntungnya, mereka memiliki dua kamera yang mampu mengeluarkan cahaya sehingga kelimanya tidak perlu repot-repot merasa bingung harus membaca buku seperti apa dalam keadaan gelap gulita.

Meski merasa kesulitan karena harus membaca buku dalam keadaan minim cahaya, Teo tetap menyempatkan diri untuk melakukan liputan meskipun tidak lama.

Tanpa memperdulikan teman-teman yang sedang membaca buku, Teo mengarahkan kamera yang sedang ia pegang ke wajahnya sendiri untuk memberitahu jika mereka, harus membaca buku terlebih dahulu guna menghindari hukuman sadis.

Keadaan di sana tidak cukup hening, teriakan Wina masih meramaikan perpustakaan sehingga keadaan disana terasa sangat horor dan juga mencengkam.

"Teman-teman," bisik Bagas saat menyadari jika adanya tetesan darah yang mengenai lembar buku bacaan mereka.

Sontak, kelima nya saling bertukar pandang satu sama lain sebelum pada akhirnya, Teo mengarahkan kamera yang sedang ia pegang ke arah atap perpustakaan yang ternyata.

Bagas menutup mulut rapat-rapat, tubuhnya bergetar hebat. Diatas sana, sudah ada Wina yang nyaris hancur wajahnya.

Wina tertempel diatas atap perpustakan dengan tubuh yang menghadap ke mereka semua. Sontak, Sasabila menjerit ketakutan, membuat hantu yang awalnya sudah terduduk tenang kembali datang hanya untuk menarik kencang mulut nya.

Johan menahan tangis, bibirnya kelu dan Bagas menyadari jika sahabatnya sudah tidak bisa lagi berkutik.

"Apa masih lama?" tanya Bagas kemudian. 

"Apanya?" tanya sosok itu sambil terus meremas bibir Sasabila. 

"Hukuman yang harus dia terima," jawab Bagas sambil menunjuk Wina yang sudah tertempel di atap perpustakaan dengan satu bola mata yang nyaris copot.

Wina tersenyum samar namun Bagas tahu jika itu hanyalah senyuman palsu tak masuk akal. 

"Lima menit lagi. Setelah lima menit, dia akan kulempar ke depan pintu perpustakaan."

"Bisa ku minta dia untuk tetap berada di sini sampai waktu kami selesai?" tanya Bagas. 

"Bisa. Dengan catatan, dia harus ikut membaca meski matanya hendak lepas."

"Bagaimana Win, apa kamu mau?" tanya Bagas kemudian.

"I….. Iya, aku mau."

"Jadi, bisa lepaskan dia?" tanya Bagas. 

"Bisa, asal tidak di tangkap."

Johan hendak berprotes namun segera Bagas tahan hingga beberapa detik kemudian, tubuh Wina dihempas begitu saja, dirinya dibiarkan terjatuh mengenai ubin perpustakaan.

Melihat hal sadis itu, Sasabila hendak terjatuh, namun remasan yang dilakukan oleh sosok itu pada bibirnya, membuat nya tetap berdiri meskipun ia lemas.

"Bisa tolong lepaskan dia juga?" tanya Bagas sambil terus menatap Sasabila dengan penuh iba.

"Bisa. Silakan dilanjutkan acara membaca nya dan jangan berisik," jawab sosok itu sambil melepas remasan nya dari mulut Sasabila sebelum pada akhirnya pergi meninggalkan mereka semua.

Sekarang, keenam nya sedang membaca buku dengan penuh rasa tidak karuan.

Sakit, gelisah, gugup dan tak sabar ingin keluar dari perpustakaan terus mereka rasakan selagi mereka sedang membaca buku.

Tubuh Wina dibiarkan berada dipangkuan Bagas yang kedua tangan nya tampak sibuk karena harus mengurus Wina sendirian.

Tangan kiri Bagas, Bagas pergunakan untuk mengarahkan buku ke wajah Wina sedangkan yang satu nya lagi Bagas pergunakan untuk menyentuh beberapa bagian tubuh Wina yang sudah terluka parah agar rasa sakit yang gadis itu rasakan, segera menghilang.

Johan tak tega, saking parahnya kondisi Wina saat ini, untuk berkedip pun gadis itu tidak bisa.

Johan paham, maksud dari permintaan Bagas yang menginginkan Wina untuk terus berada disisi nya karena Bagas tahu, Wina tidak akan bisa diselamatkan jika dirinya dibiarkan keluar tanpa adanya pertolongan sedikitpun.

"Tahan ya," bisik Bagas.

Pelan-pelan, Bagas menyentuh bola mata Wina yang sudah sedikit keluar untuk dimasukan kembali.

Wina tak sempat merespon, bibirnya kelu. Namun pada saat Bagas melancarkan aksinya, tubuhnya tak bisa berbohong. Wina kesakitan, dirinya kejang-kejang dengan darah yang terus muncrat mengenai sekitarnya.

Setelah kejang-kejang selama sepuluh detik, tubuh Wina kembali normal, dirinya sudah tidak lagi kejang dengan bisikan Bagas yang langsung membuyarkan suasana.

"Hore, Wina gak jadi buta," bisik Bagas yang langsung digelepak oleh Johan.

"Jangan bercanda, bodoh!" omel Johan.

Wina yang telah diobati dan merasa sudah agak baikan, lantas tersenyum dan berupaya mengulurkan tangannya untuk menyentuh pelan wajah Bagas. 

"Iya, sama-sama," ujar Bagas yang seolah mengerti arti dari tatapan Wina kepadanya.

Tak terasa, waktu keenamnya telah habis. Setelah mengalami hal yang cukup buruk, akhirnya mereka semua diperbolehkan untuk keluar dan tetap melanjutkan sesi liputan yang sempat tertunda karena Teo tak mau gagal apalagi sampai membuang-buang kesempatan emas ini yang tak mungkin datang untuk yang kedua kalinya.

"Baik pemirsa, dapat kalian ketahui jika liputan kali ini sangatlah membahayakan tim kami."

Johan tersenyum masam saat tahu, jika Teo melanjutkan liputan yang sempat tertunda ini.

"Bocah gila," batin nya menggerutu.

"Baik. Sekarang kita bisa bertanya langsung pada murid yang baru saja selesai dari masa hukuman nya. Bisa saya minta waktunya sebentar, ananda Wina?"

Wina mengangguk, mempersilahkan Teo yang langsung membombadirnya dengan begitu banyak macam pertanyaan.

LET'S PLAYOnde histórias criam vida. Descubra agora