71. SIAPA YANG HARUS DIPERCAYA?

34 9 2
                                    

“Bukan saya… Bukan saya yang berbuat.” 

Hana menangis histeris saat dihampiri para polisi dan juga keempat partner skenarionya. 

“Bukan saya, bukan saya yang membunuh dia. Sa...saya… Saya kebetulan lewat dan dia…kepala itu… kepala itu sudah tergeletak di sana."

Hana menangis sejadi-jadinya dan keempat partner nya pun terjatuh duduk dengan mulut yang terbuka lebar akibat syok dengan apa yang mereka lihat. 

“Lala?” Nila menangis, menghampiri kepala Lala yang sudah tergeletak di atas lantai. 

“Siapa? Siapa yang udah bunuh Lala kayak gini?”

Hana menggeleng panik, “bukan gue, bukan gue, Nil, pelakunya."

"Gue gak nuduh lo, tapi kenapa lo sibuk ngelak?!” bentak Nila.

Hana tersudutkan, kepalanya terus menggeleng dengan keringat yang membasahi wajah.

“Gue, gue gak tau, huhuhu. Dia... Kepala dia, tau-tau udah ada di situ."

“Kalian urus ini, biar gue sama Jiko yang cari tubuh Lala,” ucap Mahen menginstruksi.

“Gue ikut,” pinta Teo.

“Te, lo disini, biar Jafa yang ikut gue.”

Teo pasrah dan ikut kata Mahen.

Hoooooek.”

Melihat kepala Lala yang terpisah dari tubuhnya, tak memungkiri jika Raisha tidak muntah-muntah saat melihatnya.

"Huaaaa, gue gak sanggup, gue mau pergi dari sini. Hoeeeeek.” 

“Pak polisi, Bu Polisi, saya izin bawa Raisha pergi ke bawah dulu ya,” ucap Winda yang langsung diangguki oleh Teo dan Yesha. 

“Jadi gimana? Apa yang harus kita lakukan saat ini?” tanya Yesha sambil menatap lurus Teo. 

“Pertama-tama, kita harus tangkap Hana lebih dulu baru setelah itu bawa kepala ini ke rumah sakit."

“Ampun pak, ampun. Bukan saya yang membunuh Lala.”

“Berisik lo. Kalau emang bukan lo yang bunuh dia, kenapa lo panik histeris gini?”

Nila benar-benar emosi sampai tak sadar jika dirinya telah melempar kepala Lala sampai kepala itu mendarat diperut Hana.

Hiks, bukan gue kan La yang berbuat kayak gini ke lo? Bukan gue kan, La?"

Ditatapnya lekat-lekat kepala Lala oleh Hana untuk menyakinkan para polisi yang masih bersikeras menangkapnya.

“Gak usah banyak drama deh, lo. Semua orang harus tahu kali kalau lo seorang pembunuh," pekik Nila. 

“Gak, gue gak setuju," tolak Teo.

Teo gak mau kehilangan rekan satu timnya lagi, “gue mohon ke kalian buat rahasiakan kejadian ini dari para warga."

"Kenapa? Lo harus profesional dong, Te. Jangan mentang-mentang dia satu tim sama lo, lo jadi ngelindungin dia," cerca Nila.

"Lah, siapa juga yang ngelindungin dia? Lagipula nih ya, kita gak punya bukti kuat. Bisa aja kan kalau Hana emang beneran gak bersalah dan gak sengaja nemuin kepala itu karena dia mau turun ke bawah?" balas Teo memberi pembelaan. 

"Bersikaplah profesional, Te. Umumkan kejahatan yang telah Hana perbuat sebelum para warga tahu kejahatan yang telah dia perbuat dari orang lain,” tekan Jaiden mendesak Teo.

“Gue setuju sama Jaiden. Apa yang diperbuat oleh Hana sangatlah fatal. Padahal ini cuma permainan tapi kenapa dia begitu serius?” ucap Hugo keheranan.

LET'S PLAYМесто, где живут истории. Откройте их для себя