74. KISAH MASALALU

38 8 4
                                    

Jedlan berlari meski seluruh jari kakinya telah hilang.

"Gak mau mati, gak mau mati, mau hidup, gak mau mati."

Jedlan terus menangis, tak peduli lagi dengan rasa sakitnya.

"Ku mohon, berhentilah, lepaskan aku."

Gilang tersenyum, "mati saja Jedlan, hidup di dunia ini hanya akan membuatmu menderita."

Nafas Jedlan tercekat, meski sedang dalam pelarian, ia tak bisa lupa bagaimana kejam nya Gilang waktu menebas leher Lala hidup-hidup.

Tak hanya melihat kematian Lala yang begitu tragis, Jedlan pun masih teringat dengan teriakan Yadi yang begitu menyakitkan saat anak itu dimakan hidup-hidup oleh Cherry.

"Sayang, bayi kita ingin sesuatu."

Gilang tersenyum lebar, "apa itu? katakan saja."

"Dia ingin memakan jari-jari kaki Jedlan."

"Makan saja sayang, dia ku bawa kemari memang untuk kamu makan, untuk memenuhi keinginan bayi kita."

Begitulah yang Jedlan ingat sebelum dirinya sibuk berteriak akibat gigitan Cherry yang tak main-main memutuskan jari kakinya.

"Akh tidak, jangan sekarang, aku mohon, jangan pingsan sekarang," mohon Jedlan sambil terus berusaha menguatkan dirinya.

"Hahahaha, matilah kau."

Jedlan nyaris kehabisan darah, bahkan dalam pelarian nya pun ia meninggalkan banyak darah.

"Siapapun, tolong aku."

Yesha terkecat, "gawat, Ace. Jedlan dalam bahaya. Ayo kita ke pergi ke area isolasi."

Gilang berdecak, mendekati Jedlan yang telah terjatuh karena sudah tak tahan lagi untuk berlari.

"Padahal sayangku sudah berbaik hati membiarkanmu kabur dari ruang isolasi. Tapi belum ada lima puluh meter, kau tumbang. Apa-apaan ini? Kau sudah menyerah? Kau ingin mati?"

"Dasar iblis. Apa salahku padamu? Dasar terkutuk!"

"Oh ya? Aku, terkutuk? Kata siapa? Aku bahkan belum pernah menyantap daging manusia."

Oh tidak, Jedlan ketakutan. Apa waktunya tidak tepat untuk dia menyulut amarah Gilang?

"Kau dengar tidak? Katanya, suami juga bisa mengidam."

Jedlan menggeleng panik sedangkan Gilang semakin gencar mendekatinya.

Dan tepat pada saat Gilang mengarahkan pedangnya pada Jedlan. Ace datang, memukul kencang kepala Gilang dengan balok hingga anak itu tak sadarkan diri.

"Kalian?"

Jedlan tersenyum sebelum pada akhirnya pingsan dan merasa tenang.

.....

Keesokan harinya, Gilang terbangun di jam delapan pagi. Jantungnya berdebar sangat hebat, ia tak berani pulang ke asrama karena takut jika kejahatannya telah dibongkar oleh Jedlan.

"Terimakasih, Ace. Berkatmu, aku gak jadi mati."

"Berterimakasihlah pada teman sekamarmu itu karena berkat dia, kami tergerak buat cari kamu," ujar Sobri.

Saat ini, Jedlan tengah berbaring diatas kasur milik Johan. Dia diobati oleh Bagas yang tak pernah mengeluh meski telah direpoti sejak tadi malam.

"Gimana Gilang? Dia balik ke asrama gak?" tanya Mahen penuh kesal.

"Nggak, dia bahkan masih belum datang sebelum gue pergi kemari," jawab Sobri.

"Lo ini gimana sih? Masa iya gak tahu kalau teman sekamar lo psikopat?" kesal Mahen.

LET'S PLAYWhere stories live. Discover now