58. SKENARIO LAIN

29 5 0
                                    

Ternyata, tulisan berdarah tembok itu berasal dari Pak Dikta yang tak bisa bicara.

Pak Dikta bertanya pada mereka, siapa mereka? Kenapa mereka memanggilnya ke tempat sempit itu?

Jelas Mahen bersorak riang saat mengetahui jika Pak Dikta yang tak bisa melihat, mendengar dan juga berbicara.

Sudah jelas ini kemenangan bagi mereka meski satu menit kemudian dirinya teringat jika hari ini mereka baru saja membolos dari kegiatan ekstrakurikuler. 

Dan benar saja. Kegiatan ekstrakurikuler mendadak dihentikan.

Para peserta diwajibkan untuk ikut serta mencari keenam peserta yang mendadak hilang dan tak bisa ditemukan.

Sebenarnya, Yesha sudah nyaris pingsan tadi saat Pak Chandra dan Miss Jenna berdiri di depan gudang yang merupakan tempat teman-teman nya melakukan ritual.

Tapi siapa sangka? Saat pintu dibuka oleh Miss Jenna, gudang itu tampak sepi dan tak ada siapa-siapa. 

"Pak, kenapa ruangan ini gak boleh dibuka? Siapa tahu mereka ada di dalam," ucap Teo saat sampai di depan gudang yang terdapat kaca ajaib yang bisa memunculkan Angga. 

"Kata siapa? Sudah kami periksa kok tadi, tapi memang gak ada siapa-siapa di dalam," balas Lessa yang langsung meminta para peserta untuk berjalan melewati gudang itu. 

Jelas Teo merasa curiga atas tindakan Miss Lessa begitupun dengan Jefrano yang tak mau beranjak pergi dari depan gudang karena mau memastikan sesuatu.

"Ada apa?" tanya Bagas saat mendapati Teo dan Jefrano yang masih berdiri di depan gudang yang terdapat kaca ajaib penghubung ke Angga.

"Gak ada apa-apa. Udah sana pergi, jangan kepo," usir Jefrano. 

Bagas tersenyum simpul lalu beranjak pergi dan menghampiri Rara.

"Kira-kira kemana ya perginya Aora? Kok bisa-bisa nya ikutan hilang gini?" bingung Bagas. 

"Setahu gue sih, katanya Johan, Ace dan Tirta sempat lihat Aora pingsan di depan kamarnya sendiri cuma ya gitu, gak tahu kelanjutan nya gimana  karena emang udah keburu dikejar pocong keliling duluan," jawab Rara yang sempat diberi tahu oleh Johan tentang peristiwa pocong semalam. 

Bagaimanapun juga, Johan gak mau menutupi apa-apa dari anggotanya dan dia juga baru sempat mengobrol sama Rara karena kebetulan Rara berjalan di dekatnya saat melakukan pencarian.

"Han!" panggil Yesha. 

"Ada apa?" tanya Johan penasaran. 

"Sumpah ya, tadi tuh Miss Jenna sempat buka pintu gudang yang dipakai buat ritual tapi kok anehnya gak ada siapa-siapa alias kosong total dan kelihatan normal-normal aja," adu Yesha menggebu-gebu.

"Kok bisa ya?" heran Johan. 

"Gue juga gak tahu, makanya gue kasih tahu lo biar gak kepikiran sendiri."

Tak lama dari itu, Yesha dan Johan pun bertemu dengan Bagas dan Rara.

"Udah fix, pasti Angga turut andil dalam ritual ini buat bantu kita," ujar Yesha saat mendengar Bagas menyinggung-yinggung nama Angga. 

Di sisi lain, melihat Pak Dikta berdiri tidak berdaya dengan beberapa rantai di tubuhnya membuat Mahen penasaran, bahaya tidak ya jika dirinya menyentuh tubuh Pak Dikta yang tampak menyala terang? 

Pasalnya, Mahen tidak merasa panas sedikitpun meski tubuh Pak Dikta terlihat bagaikan arang yang begitu panas.

Apa mungkin karena Pak Dikta sedang lemah ya makanya hawa di tubuhnya tidak terlalu panas? Ah entahlah, Mahen juga tidak tahu. 

"Ace, apa ini benar-benar Pak Dikta?" tanya Raisha yang masih tidak percaya dengan apa yang sudah dia lihat saat itu. 

"Iya. Sekarang kalian percaya kan kalau Guru dan Ketua yang ada di tempat ini bukan manusia?" balas Ace.

"Iya, kami percaya," mana mungkin Raisha tidak percaya setelah melihat ini semua.

Ya... Meskipun awalnya dia sempat denial, tapi setelah ditelaah dengan teliti, wajah iblis itu memang terlihat seperti wajah Pak Dikta. 

"Lalu mau sampai kapan kita berada di tempat ini?" tanya Jafa. 

"Gak tau, intinya Pak Dikta gak boleh lihat hasil video anak-anak jurnalistik sebelum malam senggang tiba," jawab Mahen. 

"Apa? Jangan bilang kita bakal ngurung Pak Dikta sampai malam itu tiba?" pekik Jafa tidak percaya.

"Tenanglah, aku akan cari informasi. Kalian jangan pergi ke mana-mana, tunggu aku dan percaya kalau semuanya akan baik baik saja," ucap Ace yang langsung di angguki oleh keempat pelaku ritual lainnya. 

Segera, Ace mentransparankan dirinya dan berteleport menemui Yesha yang kebetulan sedang berjalan bersama anak-anak dari tim lain.

Yesha kegelian, tengkuknya terasa seperti ditiup-tiup oleh seseorang tapi siapa? Perasaan tidak ada seseorang yang berdiri dekat-dekat dengan nya.

"Ini aku, Ace."

Yesha terdiam namun tak banyak omong dan langsung memisahkan diri dari rombongan itu ke rombongan lain yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat dia berjalan. 

"Semua orang sedang mencari kalian Ace dan seluruh kegiatan dihentikan." 

"Bagus. Kalau begitu kami akan pergi dari gudang menuju hutan belakang aula. Apa ada informasi lain?" 

"Ada. Aora menghilang."

"Oke. Terimakasih, Yesha."

Mendapat kabar buruk yang bisa dimanfaatkan, Ace segera kembali dan memberitahukan Mahen tentang apa yang sudah diprediksi olehnya sebelumnya.
.
Mahen senang bukan main apalagi saat Ace membawa mereka semua untuk berteleportasi ke hutan belakang aula.

"Akting yang bagus dan jangan ada yang ketawa apalagi sampai kelihatan gugup," pinta Mahen yang langsung mengotori seluruh wajah dan tubuhnya dengan pasir basah yang ada di sana.

Jafa pun tak mau kalah untuk terlihat meyakinkan sehingga dirinya menampar kencang wajah Hendriko yang langsung membantingnya dengan kasar.

"Thanks. Penampilan gue udah kelihatan menderita banget kan?"

Jafa tersenyum meski ia kesakitan dan Hendriko pun paham, sehingga dirinya segera berjalan lima meter di belakang Mahen lalu mengambil posisi tidur tengkurap.

"Gu...gue, gue harus gimana?" tanya Raisha yang gak punya ide.

Gak mau skenario nya berjalan buruk hanya karena satu orang, Mahen pun
membisikan skenarionya pada Raisha yang langsung mengotori wajah, tangan serta kedua kakinya sebelum pada akhirnya berlari menuju kerumunan orang-orang yang sedang mencari mereka. 

"Cepat ambil posisi, Ace!" pekik Mahen.

Ace berteleportasi, mengambil tambang besar yang sempat mereka pakai untuk tarik tambang minggu lalu, lalu kembali ke hutan belakang dan mengikatkan dirinya dengan posisi terbalik di salah satu pohon agar skenario ini semakin terlihat bagus.

"Tolong, tolong!"

Telinga Johan bergerak lalu memberitahu para peserta sekaligus guru dan ketua untuk berlari ke arah aula belakang gedung sekolah. 

"Ada yang teriak dari arah sana," ujar Johan.

Sontak, semua orang berlari ke tempat yang Johan maksud dan betapa terkejutnya mereka saat melihat Raisha yang sedang berlari dengan tampilan yang begitu buruk. 

Rambutnya yang acakan, serta wajah dan tubuh yang begitu kotor dan juga kaki tanpa alas kaki yang berdarah-darah.

"Raisha, kamu kenapa?" tanya Jenna penuh kekhawatiran.

"Hu… hutan belakang," ucap Raisha sebelum pada akhirnya pingsan karena merasa sakit beneran. 

"Cek hutan belakang aula, Toro!" perintah Jenna. 

Toro pun segera pergi bersama Jordy, Rendi dan Januar menuju hutan belakang sedangkan sisanya lagi menahan para peserta agar tidak ikut karena dirasa janggal.

LET'S PLAYWhere stories live. Discover now