T I G A P U L U H S E M B I L A N

3.1K 176 9
                                    

Daren tidak pernah menyangka jika efek jet lag akan separah ini. Kepalanya terasa seperti dipukul menggunakan penggorengan, perut terasa seperti diaduk, dan jam tidur yang tidak teratur, ternyata membuat ia kerepotan. Tapi dibalik jet lag Daren, ada pihak yang merasa sangat dirugikan, keempat bawahan Aldevara.

Suasana hati Daren sangat buruk, jadi tak heran jika kesalahan kecil seperti ukuran sandal yang salah (sebenarnya tidak terlalu berpengaruh) membuat Daren naik pitam atau ketika bawahan Aldevara telat 1 menit membawakan sarapan, Daren akan menjadikannya ajang untuk berteriak, mencaci, dan mengeluarkan segala kemarahannya. Karena bawahan Aldevara tidak tahan dengan tingkah cucu dari bosnya, akhirnya mereka meminta tolong kepada Gaia yang baru satu hari keluar rumah sakit untuk menemui Daren.

Jadilah saat ini Gaia dengan pakaian rumahan berdiri seperti orang bodoh di depan kamar hotel Daren. Gaia menekan bel. Satu kali, dua kali, tidak ada jawaban. Sampai ia akhirnya mendapat sambutan kurang ramah dari pemilik kamar. Daren sudah bersiap mengeluarkan caci maki karena ada yang berani mengganggu tidurnya, tapi tidak jadi dilakukan karena yang berdiri di depan kamar hotelnya adalah Gaia.

"Akhirnya aku lihat kamu lagi," kata Daren sembari menarik lengan Gaia untuk masuk ke dalam. Setelah terdengar bunyi pintu yang tertutup barulah Daren kembali mendorong bahu kekasihnya pelan, menuntunnya masuk.

"Aku dari kemarin pusing banget, mual-mual, bawaannya pengen marah terus. Mana tiap jam ketemu sama bawahannya kakek, eneg aku."

Gaia tertawa kecil, mendengar Daren bercerita seperti ini ternyata sangat menggemaskan. "Sttt, nggak boleh bilang gitu. Mau gimanapun mereka juga yang bantu kamu selama disini."

Daren duduk di atas kasur dengan kepala yang bersandar pada kepala ranjang. "Kok kamu kesannya bela mereka?"

"Hng?"

Daren berdecak kesal. "Pacarnya lagi sakit loh ini. Bukannya diapain biar sembuh malah terang-terangan bela cowok lain di depan aku."

Astaga....

Gaia mendekat, mengusap surai Daren yang mulai memanjang dan tidak teratur. Gaia diam, mengamati kulit muka Daren yang lebih pucat, rahang yang terlihat lebih menonjol sejak terakhir kali ia melihat (kecuali kemarin saat Daren datang ke rumah sakit), bibir tipis yang pudar, dan alis tebal dengan luka menyilang. Gaia baru sadar ternyata Daren mempunyai satu tahi lalat kecil di pipi kanannya.

"Mau aku panggil dokter?" tawar Gaia karena wajah Daren semakin pucat.

"Nggak perlu. Aku nggak selemah itu."

"Panggil dokter bukan berarti kamu lemah, Daren."

Namanya juga Daren, jadi tidak heran kalau pria itu tetap menolak dan mengatakan seolah jika ia memanggil dokter atau pergi ke rumah sakit tingkat maskulinnya menurun.

"Kamu pulang ke Indonesia kapan?" tanya Gaia.

"Besok kayaknya. Di kampus lagi sibuk banget, aku nggak bisa bolos lagi."

Daren merubah posisi menjadi tidur menyamping, menghadap Gaia yang kini duduk di samping ranjang. Mata coklat milik Daren mulai meredup meski berusaha tetap terbuka.

"Tidur aja."

Daren menggeleng, meraih jemari kekasihnya yang hangat.

Dalam waktu yang lama (sekitar 10 menit) mereka hanya saling menatap, diam, menikmati sunyi. Sejak dulu hal favorit bagi Daren adalah memandangi wajah Gaia yang selalu menggemaskan. Bola mata besar, alis yang tidak terlalu lentik namun menarik, hidungnya yang lucu, dan bagian paling favoritnya setelah bibir adalah pipi Gaia yang bulat dan putih.

Darenio [ON GOING]Where stories live. Discover now