T I G A P U L U H

6.9K 235 16
                                    

Tak pernah terbayangkan sedikitpun dalam benak Daren bahwa ucapannya ternyata mampu membuat hidupnya berubah. Perasaan sesak dan gelisah seketika melingkupinya. Setitik perasaan bersalah tiba-tiba hadir bersamaan dengan bulir bening yang keluar. Hatinya mendadak gundah. Hatinya ikut tersayat kala mendapati tubuh kekasihnya kini terkulai lemas setelah satu jam lamanya menangis.

Ia telah melukai Gaia.

Lagi.

Ditatapnya tubuh kecil yang masih menangis itu. Perempuan yang sangat ia jaga kini tengah berusaha melawan dirinya sendiri. Daren telah merenggut semua kepercayaan diri yang sebenarnya tak pernah Gaia miliki.

"Kamu udahan nangisnya. Aku kan udah minta maaf."

Daren tak pandai merayu seseorang yang tengah marah. Selama ini yang pria itu tau hanya mengeluarkan emosi guna menghilangkan rasa sesak di hati, tanpa perlu memikirkan bagaimana perasaan orang yang mendapat pelampiasan.

Daren adalah orang paling egois.

"Lagian itu salah kamu juga. Ngapain ngomong kayak gitu. Kata-kata mu tuh seakan nggak mau nikah sama aku."

Dan keegoisan tak akan mudah untuk luntur dalam hitungan menit. Sifat tercela itu sudah melekat sejak lelaki pemilik mata coklat terang itu sudah tau akan kehendak serta maunya.

Lelaki dengan kalung titanium itu mulai mendesah kesal. Ia mengambil jemari kecil milik Gaia lalu digenggamnya jari yang dingin itu. Daren tidak tau harus berbuat apa. Ia pikir sentuhan seperti ini mampu setidaknya membuat Gaia tenang.

"Aku nikahin kamu sekarang aja gimana sih?"

Gaia masih tak menyahut, perempuan itu bahkan nampak tak tenang. Sebelum akhirnya setelah menit-menit berlalu, Gaia berucap lirih. "Kamu mau nikah sama orang korban pemerkosaan?"

Kini giliran Daren yang bungkam. Mulut pria itu seakan terkunci, ada lem yang melekat diantara bibirnya. Kepala pria itu mulai berpikir sejenak. Ia memikirkan kembali perkataan Gaia. Daren mau menikahi seorang perempuan korban pemerkosaan?

Seumur-umur, tak pernah sekalipun terbesit dalam benaknya untuk tertarik dengan wanita lain kecuali dengan Gaia. Kehidupan Daren bahkan sudah berporos pasa Gaia, wanita yang Daren yakini sebagai pusat hidupnya.

Tapi kini keadaannya berbeda. Gaia tidak seperti dulu lagi, Gaia bukan seorang gadis lagi. Mahkota yang seharusnya menjadi milik Daren kini telah hilang. Direnggut paksa oleh orang asing yang berstatus sebagai musuhnya.

"Kamu aja nggak bisa jawab," lirih Gaia. Perempuan itu lalu tertawa getir.

Hidup perempuan malah itu benar-benar lucu. Skenario yang dibuat Semesta terlampau apik sampai Gaia tak kuasa untuk menebak arah hidupnya. 

Hari ini entah bagaimana semuanya menjadi kacau. Mereka masih berada di dalam mobil. Jarak lokasinya sekitar 15 kilometer dari kediaman milik Gaia. Besar keinginan perempuan itu untuk lekas turun dan kembali ke rumah. Tapi ia tak memiliki uang. Semenjak ia dinyatakan sempat depresi dan baru beberapa minggu ini ia pulih dari trauma, Gaia tak pernah mendapat uang saku dari Geo. Lagi pula untuk apa juga? Tapi sekarang ia butuh uang.

"Dari awal kamu harusnya nggak usah datang, Daren. Kalau kamu cuma mau bantu aku sembuh dari trauma terus pergi lagi, mendingan nggak usah datang dari awal. Kalau kayak gini yang ada malah kamu nyakitin aku," ujar Gaia dengan suara yang dibuat untuk tetap tegar.

"Aku udah cukup terluka. Aku nggak punya apa-apa sekarang. Bahkan tubuh ini." Gaia menatap jijik ke arah tangannya yang masih digenggam Daren. "Aku benci sama tubuh ini."

Daren tetap bergeming, dalam diam pria itu memindai wajah wanita yang sekarang masih menjabat sebagai pacarnya. Ia lalu sedikit menunduk untuk mensejajarkan diri agar lebih mudah menatap mata merah milik Gaia.

Darenio [ON GOING]Where stories live. Discover now