D U A P U L U H D E L A P A N

6.6K 225 12
                                    

Tak ada suara, senyap, dan sunyi. Meski sesekali jalanan di bawah sana terus menggaungkan suara kendaraan seolah membuktikan bahwa Jakarta merupakan kota yang tak pernah mati. Meski jam di dinding sudah menunjukkan pukul 12 dini hari.

Kekasih dari Daren sudah tertidur pulas setelah memakan pesanannya. Dan kini tinggal Daren sendiri, menatap tubuh Gaia yang tengah meringkuk sembari memeluk guling.

Daren tengah duduk di sofa kamar, sudah terhitung 1 jam lamanya ia memandang tubuh Gaia yang tampak mungil dan wajah yang menggemaskan sekali. Dengan wajah tanpa ekspresi milik Daren, ia mulai bangkit, hendak bergabung dalam ranjang bersama Gaia. Tapi baru beberapa langkah ia berjalan, dering ponsel sudah mengejutkannya.

Ayah dari Gaia pelakunya, tak tau waktu menelpon pada dini hari. Mau tak mau Daren harus mengangkatnya.

"Kurang ajar ya kamu udah berani-berani bawa anak saya nginep ke apartemen!"

Daren menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga. Suara Geo keras sekali, bisa-bisa telinganya rusak.

"Gea yang minta, Om."

"Halah! Saya nggak percaya sama kamu. Cukup hari ini aja anak saya nginep di sana. Dan kamu, jangan berani-berani buat tidur bareng anak saya!"

"Terus aku tidur dimana? Kamar di apart cuma dua, yang satu dijadiin gudang."

"Ya itu bukan urusan saya. Tidur di lantai juga bisa kan."

Tut.

Daren meletakan asal ponselnya ketika sambungan diputus sepihak. Lelaki dengan baju serba hitam itu tersenyum miring. Geo pikir ia akan menurut? Tentu saja tidak. Daren akan tetap tidur di ranjang yang sama dengan Gaia. Lagian Geo juga tidak melihatnya kan?

Tapi sepertinya dewi keberuntungan sedang malas untuk membantu Daren, terbukti ketika pria itu hendak merebahkan diri dan larut dalam mimpi bersama sang kekasih, suara bel dari luar apartemennya sudah lebih dulu membuatnya terjaga kembali.

Daren mengumpat pelan. Siapa tamu yang datang disaat jam masih menunjukkan waktu dini hari? Terlebih bel apartemennya ditekan dengan brutal dan terkesan tak sabaran. Ia segera membuka pintu dan langsung dihadapkan dengan 3 pria biadab yang tak lain dan tak bukan adalah sahabatnya sendiri.

"Emang parah lo, Ren. Kita udah lama dari tadi nggak lo bukain juga itu pintu," ujar seorang pria dengan hoodie putih.

Sudah ada Gerry, pria tak tau diri itu langsung ngacir masuk ke dalam dan tengkurap di sofa panjang. Dilanjutkan dengan pria keturunan Spanyol berdarah Jawa, Diego Pramudya dengan dua tangan yang sibuk membawa kantung belanjaan yang sudah dapat dipastikan isinya. Kalau tidak kaleng bir ya berbagai macam camilan ringan. Lalu terakhir ada Reano Heaven yang sekarang mempunyai surai gondrong hingga menutupi matanya, jika biasanya pria sombong itu tampil percaya diri dan dengan raut tak kenal takut, kini wajah Reano sudah pucat pasi.

"Lo kan yang nyuruh mereka ganggu gue?" tanya Daren dengan mata penuh selidik.

"B-bukan gue, Ren. Sumpah, gue juga nggak mau ganggu lo sebenernya tapi tiba-tiba gue diseret ke sini."

"Halah!"

Si perusuh Gerry sudah menjalankan aksinya yaitu mengotori rumah Daren. Gerry langsung membuka kripik singkong dan memakannya dengan brutal hingga remahan-remahannya berjatuhan ke lantai. Tak cukup sampai di sana, pria itu kembali memakan coklat dan sesekali remahannya berjatuhan seolah mengundang semut untuk berkerumun.

"Gerry! Mulut lo kalau makan bisa biasa aja nggak? Lo mau bikin koloni semut di rumah gue?!"

"Ya elah cuma kayak gini doang. Nanti juga bakal dibersihin."

Darenio [ON GOING]Where stories live. Discover now