S E M B I L A N B E L A S

7.2K 213 2
                                    

Semua tampak gelap, segelap langit malam tanpa rembulan. Asap rokok berterbangan, memaksa perempuan yang baru saja membuka mata untuk menghirupnya. Sejenak Gaia mencoba untuk sadar, mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi.

Otaknya menganalisa saat kejadian dimana ia pergi ke perpus untuk mencari novel lalu bertemu dengan orang berambut ikal lalu semuanya menjadi gelap.

"Udah puas tidurnya?"

Tanpa menoleh Gaia sudah tau itu suara Leo. Pria itu tengah duduk di atas sofa dengan rokok yang mengapit di ruas jarinya. Gaia berusaha untuk membuka suara, memaksa pita suaranya untuk bekerja. Tapi yang ia dapatnya hanya kesunyian semata.

Gaia tidak bisa menggerakkan mulutnya.

Gaia tidak bisa bicara.

Gadis itu mencoba untuk bangkit, memaksa syaraf miliknya untuk mematuhi perintah otak. Tapi ia tidak bisa.

Gaia tidak bisa bergerak.

"Efeknya lumayan juga," gumam Leo diikuti decitan kursi dan suara sepatu yang bergesekan dengan lantai. "Nggak bisa gerak ya?"

Leo duduk di samping tubuh Gaia yang terlentang di atas kasur. Pria itu mengelus lembut pipi gadis malang itu hingga satu tetes mata lolos tanpa perlawanan.

"Kenapa harus nangis sih?" Leo menghapus bulir bening yang membasahi pelipis.

Jika bisa bicara, Gaia ingin berteriak, memaki pria yang kini tengah menatapnya dengan mata yang menggelap. Gaia hanya bisa menangis ketika Leo mulai merangkak dan menatapnya dari bawah.

"Mau cerita dulu nggak? Gue suka dongeng tau," katanya degan suara yang dibuat lucu, kontras dengan wajahnya yang garang. "Mulai dari mana ya?"

Leo merubah posisi, ia membaringkan diri di samping Gaia, menahan kepalanya menggunakan lengan. Sedangkan tubuh Gaia yang terlentang dirubah untuk menghadapnya. Leo sesekali memainkan surai milik Gaia yang kecoklatan.

"Dulu ada anak kecil yang bahagia banget. Punya ayah yang membanggakan, punya ibu yang pengertian, punya harta yang melimpah, punya segalanya." Leo mengambil napas, tersenyum tipis, membiarkan Gaia memejamkan mata, tak ingin menatap Leo dari jarak sedekat ini.

"Sampai suatu hari anak kecil yang bahagia itu jadi anak kecil paling menyedihkan. Dia kehilangan ibunya, kehilangan harta, kehilangan kasih sayang ayahnya. Semuanya dirampas sama monster."

Lengang sejenak.

Leo merubah raut wajahnya menjadi pilu meski diwajahnya tetap terlihat konyol.

"Tapi saat perlahan-lahan ayah dari anak itu bangkit, monster yang udah menghancurkan keluarga kecil mereka tiba-tiba datang lagi. Mulai mengusik keluarga kecil itu dengan cara yang keji."

Pria berambut ikal itu merapatkan diri hingga jarak antara Gaia dan Leo hanya sejengkal.

"Wajar kan kalau keluarga kecil itu berusaha untuk membalas dendam kepada monster?"

Lengang.

Leo tersenyum pilu sebelum akhirnya ia membantu merubah posisi Gaia menjadi terlentang seperti semula. Leo melepas sepatu putihnya. Pria itu bangkit lalu merangkak dan kini sempurna berada di atas tubuh Gaia dengan lengan sebagai tumpuan. Mengurung Gaia dengan kedua tangan itu.

"Ingat apa yang gue ceritain kemarin?" tanya Leo yang percuma saja karena tidak akan bisa mendapat jawaban dari Gaia yang sekadar membuka mulut saja tidak bisa. "Ada bagian yang lupa gue ceritain."

Leo mendekatkan wajah hingga aroma nikotin menyeruak di hidungnya.

"Sebelum temen gue dibuang ke sungai, dia diperkosa dulu sama penculiknya," kata tepat di wajah gadis malang itu.

Darenio [ON GOING]Where stories live. Discover now