T I G A

12.5K 422 11
                                    

🎶: Ghea Indrawari - Jiwa yang Bersedih

"Kita ini lucu. Kamu yang menikam pisau ke arahku, tapi aku yang harus minta maaf karena darah ini mengenai ujung kakimu."
🦋

[T I G A]

"Siapa yang izinin lo buat pergi?" desis pria itu dengan amat tajam.

Gaia diam. Ia menunduk menatap sepatu putih tanpa noda dengan rasa takut.

"Jawab bangsat! Siapa yang ngizinin lo pergi?! Kangen sama selingkuhan lo itu?!" Daren mendorong Gaia hingga gadis itu mengenai kap mobil bagian depan hingga terdengar suara dugh yang membuat siapa saja merasa ngilu.

Teman Daren hanya bisa menatap tak enak, mereka tak bisa berbuat banyak. Menasehati Daren agar tenang pun hanya akan membuat pria itu semakin marah. Tak ingin ambil resiko, mereka beranjak dari parkiran yang sudah lengang, membiarkan Gaia terpojokkan.

"A-aku nggak selingkuh. Aku cuma mau jenguk Loren aja."

Daren mengacak rambutnya frustasi, matanya memerah penuh kobaran api.

"Berani lo dateng ke rumah sakit sialan itu, gue bakar Loreng hidup-hidup!" 

Mata Gaia tak bisa untuk tak mengeluarkan bulir-bulir bening. Tubuhnya bergetar hebat, kakinya kian melangkah mundur kala Daren terus maju, memangkas jarak.

Gaia menatap matanya takut-takut bila ia mendapat tamparan atau kekerasan lain. Namun ternyata pria itu melewatinya, berdiri di samping pintu penumpang belakang. Gaia masih menatap takut walau Daren hanya melewatinya.

Daren berdecak kesal, ia memasukkan tas hitamnya ke jok belakang. "Nangis aja terus. Lo selalu bisa bikin gue seolah-olah jadi penjahat di sini."

"Padahal gue nggak bakal ngapa-ngapain si Loreng Loreng itu  kalau lo nggak bikin gue marah," lanjutnya sembari membuka pintu samping kemudi, mendorong paksa Gaia agar masuk ke dalam mobil. Disusul pria berkaos hitam itu, memutari mobil menuju kemudi.

***

Bulan Desember. Awan tiada lelahnya mengeluarkan tangis. Kini hanya gemercik yang turun, entah berapa menit lagi pasti akan menangis semakin deras membasahi ibu kota.

Mobil yang dikendarai Daren juga terdengar tangis, tak hanya awan, gadisnya pun tengah menangis sendu. Jalanan Jakarta tengah macet, Daren sudah kesal dengan gadisnya kini tambah kesal karena mobil di depannya tak kunjung beranjak.

"Daren-" panggil Gaia dengan isak tangis tertahan.

"Gue bilang engga ya engga! Lo budeg apa gimana sih?" belum selesai Gaia mengucapkan kata, Daren memotongnya cepat.

"T- tapi Loren sama ibunya di rumah
sakit. Aku ngerasa bersalah, mereka kayak gitu gara-gara aku."

Daren mendengus kesal, ia melirik gadisnya lewat ekor mata. "Masih mending nggak mati."

"Daren!" tanpa sadar Gaia meninggikan suara yang semakin memperburuk keadaan.

Lihatlah, pria yang tadinya hanya mengencangkan pegangan pada stir mobil menahan amarah kini memukul pintu sampingnya dengan kuat membuat Gaia menatap takut.

Suasana kembali menegang. Atmosfer sekitar seperti terkikis. Perlu ditanyakan lagi kemana perginya suhu dingin yang tadi menyerang.

"Gue jadi pengen bunuh Loreng. Gara-gara dia lo jadi berani bentak gue."

Daren menarik lengan Gaia hingga tubuhnya limbung ke kanan. Tangannya bergerak kasar membingkai pipinya menggunakan ibu jari dan jari tengah. Gaia dipaksa mendongak hingga mata coklat nan sembab itu bertemu netra elang milik Daren.

"Sekarang lo udah mulai berani ya sama gue," Daren berucap datar. "Cewe gue udah mulai nakal."

Tak ia pedulikan suara klakson di belakang sana yang mulai menggila. Bersahutan memakinya yang tak kunjung maju.

"Dar—"

Daren melumat kasar bibir gadisnya.  Menggigit bawah bibir ranum Gaia agar terbuka. Ia memaksa lidahnya masuk kala ada sedikit cela. Gaia terus berontak, ia memukul dada bidang Daren sekuat tenaga. Tangan kekar milik pria itu menahan tengkuk Gaia agar gadisnya tak bisa berontak lagi. Hingga suara klakson bersahutan di luar sana semakin menggila membuat Gaia mau tak mau mencubit dada Daren agar pria itu berhenti.

"Sakit Gea," ujar Daren sembari memegang jemari kecil gadisnya.

Gaia mengelus bekas cubitan di dada Daren sembari mengucapkan maaf. Ia takut akan mengundang marah.

"J-jangan di sini Daren. Buruan maju sebelum kamu didatangin orang."

Daren menarik ujung bibirnya ke atas. Seperti biasa, Daren masih belum pandai tersenyum. Ia mengangguk menurut lalu mulai menekan pedal gas membuat seruan klakson teredam jarak.

Ia menyetir menggunakan satu tangan, sedangkan tangan satunya sibuk menggenggam jemari kecil milik Gaia yang terasa dingin. Daren memainkan gelang hitam yang melingkar di pergelangan tangan Gaia. Daren ingat, itu gelang yang dibelikannya sejak 4 tahun lalu, sejak mereka menjalin hubungan dengan serius. Di dalam liontin kupu-kupu terdapat GPS kecil.

"Berarti kalau di rumah boleh?" tanya Daren masih dengan suara datarnya yang khas. Ia bingung bagaimana cara membuat nada agar terdengar lebih enak.

Gaia menggeleng membuat surai sebahunya bergerak. Yang benar saja!

"Lo nggak suka gue cium ya?" tanya Daren kembali dengan prasangka yang tak ada habisnya.

Gaia gelagapan. Aduh bukan begitu maksudnya. Susah sekali menjelaskannya. Gadis itu memilih diam saja, takut salah bicara dan akan membuat Daren marah.

"Kalau ditanya tuh jawab, Gea!" bentaknya tak suka didiamkan.

"SUKA!" jawabnya refleks karena kaget dibentak. Gaia membekap mulutnya menggunakan tangan. Wajahnya merah padam seperti kepiting rebus.

Daren tertawa geli, mencium jemari gadisnya dengan lembut. Pria satu ini, mudah sekali suasana hatinya berubah. Tak ada yang tau bagaimana sosok Daren. Sudah dikatakan berkali-kali, Daren itu rumit.

"Gea suka dicium aku ya?"

"Darennn!!!" Gaia melepas jemarinya yang digenggam, ia menutup wajah menggunakan kedua telapak tangan karena malu.

Hatinya tak tinggal diam, ia merutuki mulut yang tak bisa diajak kerja sama barang semenit. Masih dengan wajah semerah tomat, ia membelakangi Daren yang sibuk menertawainya.

"Lucu banget Gea-nya aku," ujar Daren dengan datar. Sudah sering kali disebutkan kalau Daren itu tak pandai berucap. Nada yang keluar dari mulutnya hanya dua, datar atau meninggi.

Gaia sudah menutup telinganya menggunakan kedua tangannya. Daren brensek! Pria itu mampu membuatnya tertawa menahan semu merah setelah membuatnya menangis!

TBC
917 kata

hahaha gemes banget Daren pengen cubit ginjalnya😁

terima kasi ya sudah mau membaca sampai akhir✨🖤

tau gasi aku publish 4 bab dalam sehari. tapi nulisnya udah dari jauh-jauh hari sih hoho

17 Desember 2023

Darenio [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang