T I G A P U L U H E M P A T

4.4K 200 8
                                    

Aroma kopi langsung menguar begitu saja ketika pria itu mendudukkan tubuhnya pada kursi kemudi. Dipandanginya cup yang berisi cairan pekat penuh kafein itu, ia lalu menghisapnya pelan, berharap kantuk segera reda. Malam ini, pria itu harus kerja ekstra guna meluruskan segala masalah yang menimpa.

Ia kembali melirik smart watch, pukul 2 pagi. Dan itu artinya sudah 3 jam lamanya pria itu menunggu di area parkir pada salah satu rumah sakit swasta, ia berdecih, rumah sakit itu sempat menjadi proyek pembangunan besar yang dilakukan oleh ayahnya.

Daren memandang pintu keluar rumah sakit dengan mulut penuh yang sibuk menguyah kentang hangat, baru saja dibelinya tadi. Seringai di bibirnya terlihat ketika dari arah pintu keluar rumah sakit terdapat gadis dengan pakaian serba maroon dengan rambut diikat asal tengah berjalan menuju ke arahnya atau lebih tepatnya ke arah tempat parkir. Daren buru-buru keluar dari mobil, pria itu bersandar pada bagian samping kuda besinya.

Leana nampak tidak terkejut ketika mendapati Daren, gadis itu seolah dapat memprediksi kehadirannya. Dengan penampilan yang cukup kacau serta kantung mata yang menghitam, Leana berucap pelan terkesan lirih. "Ada apa?"

Daren masih tidak percaya, ia sekarang terkesan seperti pihak yang membutuhkan. Lidahnya bergerak guna menghapus saus yang menempel di ujung bibir kemudian umpatannya lolos begitu saja dengan suara yang amat pelan. Bibir pria itu memaksa untuk senyum yang kini membuat wajahnya terlihat sangat horor alih-alih tampan. Meski terlihat menawan, Daren lebih terlihat seperti psikopat yang mendapat target untuk disiksa. Saat senang saja Daren jarang menarik sudut bibir ke atas, apalagi ketika menahan dongkol begini.

"Udah lama lo nggak ganggu gue." Sialan, Daren benar-benar melakukannya. Berinteraksi dengan perempuan selain Gaia ternyata begitu sulit.

"Maunya gitu tapi gue sibuk banget, sekarang aja baru selesai. Kangen lo ya?" Leana tertawa kecil, ia kemudian melepaskan ikat rambut lalu menyisir surai coklatnya menggunakan sela-sela jari yang nampak jenjang. "Jadi ada apa Daren? Lo nggak mau labrak gue kan?"

Daren memasukkan tangannya ke dalam kantung celana kain hitamnya. Ia menggeleng. "Labrak?"

"Gue udah tau beritanya. Lo juga paling udah tau siapa yang minta wartawan buat publish kasusnya Gaia. Reano kan?"

Daren mengangguk.

"Lo mau labrak gue karena ini semua ada kaitannya sama hubungan gue dan Reano yang belum kelar? Iya kan?"

"Labrak sih engga ya, gue cuma mau tanya-tanya. Lo kira gue cowok apaan." Meski berkata demikian, dalam hati Daren ia sebenarnya ingin berkata "Bangsat juga nih cewek."

"Mau ngobrol panjang?" Leana menunduk, menatap pergelangan tangan yang terpasang smart watch warna hijau pastel. "Cafe depan masih buka sih harusnya. Yuk?"

Jika bukan karena harus meminta keterangan dari Leana, pria bermata coklat itu tak akan mau menuruti keinginan gadis itu. Meski sebenarnya semasa SMA hubungan keduanya biasa-biasa saja—dalam artian tidak bermusuhan dan tidak akrab juga— tapi pergi ke cafe dengan perempuan yang katanya influencer itu ternyata cukup membuatnya was-was, takut-takut jika ada yang melihat mereka lalu membenarkan opini publik yang sempat berkata bahwa hubungan keduanya sempat dikabarkan baik.

Bisa bahaya jika tiba-tiba berita seperti 'Anak dari pengusaha properti besar menjalin hubungan dengan dokter muda setelah dikabarkan putus dari mantan pacarnya yang korban pemerkosaan'. Membayangkan saja sudah membuat Daren bergidik ngeri. Tapi untuk malam ini Daren akan mengalah, lagi pula pria itu lapar.

Mereka menempati bangku dekat jendela. Cafe ini tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa pengunjung, itupun kebanyakan bekerja sebagai tenaga kesehatan. Mereka memesan menu, Leana dengan kopi americano sedangkan Daren memilih untuk membeli makanan berat guna mengganjal perut yang lapar. Soalnya dari semalam ia tidak mengkonsumsi makanan yang layak, hanya kentang goreng saja itupun tidak seberapa.

Darenio [ON GOING]Where stories live. Discover now