☆゚⁠.⁠*⁠・⁠。゚thirty seven☆゚⁠.⁠*⁠・⁠。゚

15 3 0
                                    

Nindya menghampiri mereka karena untuk memastikan itu Nagara nya atau bukan.

"Nagara?!" Ujar Nindya dengan terkejut.

Orang yang dipanggil tersebut menolehkan kepalanya ke arah Nindya, dan dirinya terkejut.

"Ternyata gini ya kamu di belakang, jalan sama cewe lain, aku ga nyangka kamu ngelakuin hal kaya gini." Ujar Nindya menatap Nagara kecewa.

"Sayang aku bisa jelasin ke kamu, dia cuma sepupu aku aja." Ujar Nagara.

"Oh aku cuma kamu anggap sepupu?" Ujar cewe yang disamping Nagara.

"Gausah jelasin apa-apa lagi sama aku." Ujar Nindya sambil pergi dari hadapan mereka.

Nindya berlari ke tempat duduk yang di duduki nya ketika menunggu Shaka. Nindya menelfon Shaka untuk mengajaknya pulang saja.

"Halo bhum." Ujar Nindya di telfon.

"Iya nin, ada apa?" Tanya Shaka.

"Udah beli?" Tanya Nindya.

"Belum ini masih antre banyak." Ujar Shaka.

"Kita pulang aja, maaf udah bikin lo antre." Ujar Nindya.

Shaka mematikan telfonnya dan segera menuju ke arah Nindya, sedangkan ingatan Nindya masih memutar kejadian tadi dimana ia bertemu dengan Nagara yang sedang jalan bersama perempuan lain.

"Yakin mau pulang?" Tanya Shaka memastikan yang hanya di balas anggukan kepala oleh Nindya.

Nindya berjalan mendahului Shaka ke parkiran, sedangkan Shaka masih belum mengerti dengan keadaan sekarang.

Nindya masuk kedalam mobil Shaka, dan Shaka langsung menjalankan mobilnya untuk membawa Nindya pulang kerumah.

"Lo gapapa nin? Ada yang sakit?" Tanya Shaka namun hanya di balas gelengan oleh Nindya.

"Kalo ada apa-apa langsung bilang, jangan di pikirin sendiri ga baik buat kesehatan lo." Ujar Shaka.

Nindya tidak menanggapi perkataan Shaka namun akan ada saatnya dirinya akan bercerita kepada Shaka tentang yang ia lihat tadi.

Sebelum keluar dari mobil, tak lupa Nindya mengucapkan terima kasih kepada Shaka, setelahnya Nindya keluar dari mobil dan melihat Shaka keluar dari pekarangan rumahnya.

Nindya berjalan masuk kerumahnya dengan lunglai, jujur dirinya sangat kecewa dan marah kepala Nagara karena kejadian tadi.

"Assalamualaikum bundaa." Ucap Nindya tak bersemangat.

"Waalaikumsalam dek, langsung ke kamar gih istirahat besok kan sekolah." Ujar Kirana.

"Iya bun." Ujar Nindya pergi ke kamar melewati Arjuna yang sedang menatapnya.

Setelah di dalam kamar, ia merebahkan dirinya di kasur karena hari ini cukup sekali menguras tenaga dan emosinya. Nindya masih tidak menyangka dengan apa yang dilihat tadi.

Pagi hari telah datang, sedangkan Nindya masih tertidur pulas mungkin dirinya lelah karena menangis semalam. Seperti biasa Arjuna akan membangunkan adiknya itu dengan bar-bar pastinya.

"Woy kebo, bangun elah udah pagi." Ujar Arjuna sambil menepuk lengan Nindya.

Mendengar suara Arjuna yang membangunkannya, Nindya langsung bangun dan berjalan ke kamar mandi. Arjuna keluar dari kamar Nindya  meskipun Arjuna sendiri merasa heran dengan sikap sang adik yang seperti itu, tidak seperti biasa pikirnya.

"Kenapa lagi dah tu anak." Gumam Arjuna.

Setelah membersihkan diri dan memakai seragam nya, Nindya berjalan ke ruang makan karena dirinya tau bahwa dirinya telah ditunggu oleh keluarganya untuk sarapan bersama. Tidak seperti biasanya yang selalu menyapa keluarganya terlebih dahulu, hari ini Nindya langsung memakan makanannya dan berpamitan untuk berangkat ke sekolah. 

Nindya hari ini akan berangkat menggunakan transportasi umum seperti dahulu, dirinya mulai berjalan ke halte bus yang jaraknya tidak jauh dengan rumahnya. mungkin beberapa hari kedepan dirinya akan membuat jarak kepada yang lain sampai dirinya merasa baik-baik saja dan siap menceritakan masalahnya kepada teman-temannya.

Nindya tidak habis pikir dengan kelakukan Nagara, padahal dirinya memergoki Nagara sedang bersama wanita lain namun, Nagara sama sekali tidak ada niatan menemui dirinya untuk menjelaskan kejadian malam hari itu sehingga membuat Nindya berpikir bahwa Nagara sudah bermain belakang. 

Setelah melihat bus yang akan ditumpanginya berhenti di depannya, Nindya langsung masuk kedalam bus itu dan duduk di salah satu bangku kosong yang ada di bus itu. Tak memerlukan waktu lama Nindya sudah sampai di depan sekolahnya, dirinya bergegas keluar dari bus tak lupa memberi uang kepada supir bus tersebut. 

Nindya berjalan menuju kelasnya saat sedang santai berjalan dirinya tidak sengaja berpapasan dengan Raden, namun dirinya menghiraukan keberadaan Raden dan langsung masuk kedalam kelasnya karena bel masuk akan segera berbunyi. 

"Apa kabar Nindya ku sayang?" tanya Alya sambil mengedipkan matanya menggoda. 

"Gw baik." Balas Nindya seperlunya. 

Teman-teman Nindya merasa ada yang janggal dengan Nindya yang menjadi pendiam seperti sekarang, karena biasanya ketika Nindya memasuki kelas dirinya akan berisik namun tidak kali ini. Meskipun teman-temannya merasa janggal, mereka hanya berpikir mungkin nindya sedang kedatangan tamu bulanan sehingga membuat mood Nindya sedikit kurang bagus.

Tak terasa sudah beberapa hari berlalu Nindya masih menjaga jarak dari teman-temannya bahkan Shaka sekalipun sehingga membuat Mala terheran-heran sebenarnya apa yang sudah terjadi kepada Nindya hingga membuat Nindya menjadi seperti ini. Mala mulai mengumpulkan niat untuk bertemu dengan anggota inti dari geng phoenix. 

"Halo, ini Raden kan?" Tanya Mala dari sambungan telfon.

"Iya ini gw, kenapa?" Balas Raden.

"Hari ini bisa ketemu gak? Gw mau bahas soal Nindya." Ujar Mala.

"Bisa, ke taman belakang sekolah sekarang, Gw tunggu." Ujar Raden.

Raden mematikan panggilan telfon itu secara sepihak dan dirinya meninggalkan teman-temannya di ruangan pribadi Shaka yang ada di sekolah itu untuk ke area taman belakang sekolah.

"Guys gw pergi ke taman belakang dulu ya." Ujar Raden.

"Ngapain? Tumben ke taman belakang." Tanya Shaka sambil mengernyitkan dahi.

 "Ketemu Mala temennya Nindya." Jawab Raden.

"Waduh ketemu gebetan nih ye." Goda Bagas.

"Bahas Nindya." Ujar Raden.

"Gw ikut." Ujar Shaka mengikuti Raden ke taman belakang.

Setelah sampai di taman belakang Raden bisa melihat Mala yang sudah menunggu di bangku taman, dan wajahnya berubah menjadi tegang karena di belakang Raden ada Shaka yang menatap matanya dengan datar.

"Jadi ada apa sama Nindya?" Tanya Raden yang to the point.

"Eum, gw mau tanya sama lo, kenapa Nindya berubah jadi pendiem gini padahal kan biasanya dia bawel, dia sekarang juga jadi suka ngurung dirinya sendiri." Tanya Mala. 

"Gw kira lo tau soalnya lo teman dekatnya Nindya, gw sendiri juga gatau tentang itu soalnya Nindya juga lagi jaga jarak sama gw." Ujar Raden. 

Shaka hanya menyimak obrolan mereka tanpa ada niat untuk membalas perkataan mereka karena dirinya juga tidak tau mengapa Nindya menjadi seperti itu, mungkin dirinya akan bertanya nanti sepulang sekolah. 

"Nanti gw tanyain ke Nindya." Sambung Raden.

Raden melihat ke arah Shaka yang tiba-tiba pergi dari tempat tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata pun. 

"Gw balik dulu." Ujar Raden.

Setelah mendengar bel masuk berbunyi Raden berjalan menuju kelas dan langsung mendudukkan dirinya di bangku samping Nindya yang kosong, dirinya melihat Nindya sedang menyembunyikan kepalanya di lipatan tangannya. 

"Nin." Panggil Raden namun tidak ada sahutan. 

"Nindya." Panggil Raden sedikit keras sambil mengelus rambut Nindya.

Mendengar suara Raden yang lumayan keras Nindya mengangkat kepalanya dan melihat Raden dengan kantung mata yang terlihat sangat jelas. Sungguh Raden sangat mengkhawatirkan kondisi Nindya saat ini.  

EpochWhere stories live. Discover now