(S3) 15. Pendekatan

Mulai dari awal
                                    

Gawin pun menceritakan semua kejadiannya, dari dirinya yang dijadikan pelampiasan nafsu bejat ayahnya, hingga akhirnya dirinya dikuasai oleh emosi dan berakhir membunuh sang ayah. Joss yang mendengar cerita dari Gawin pun hanya bisa mencermati cerita tersebut. Dan dia sadar, jika wajar saja Gawin membunuh ayahnya agar terbebas dari kelakuan sang ayah, hingga membuatnya tersiksa. Dia mengerti jika Gawin tersiksa selama ini ketika berada dengan sang ayah, dia tahu betul itu, walaupun tidak pernah merasakan penderitaan semacam itu selama hidupnya.

Hidup Joss selama ini baik-baik saja, tidak pernah ada masalah berarti yang menjadi hambatan untuk Joss bertahan hidup. Keluarga utuh, dan saling menyayangi, apalagi kedua orang tuanya menerima Joss apa adanya, tanpa ada penolakan. Bahkan pada saat Joss mengaku bahwa dirinya menyukai lelaki juga, dia harus bersyukur atas hal itu.

"Hidup aku ini kotor Bang, badanku sudah kotor, aku udah gak pantas buat dicintai siapa pun. Aku gak pantas merasakan apa itu cinta, karena tidak akan ada yang mau sama aku kalau tahu masa lalu ku. Mereka bakalan nganggap kalau aku menjijikkan, dan mereka bakalan nganggap kalau aku ini seorang pembunuh."

"Syut, jangan bilang gitu." Joss menempelkan telunjuknya di bibir Gawin. Dia tidak suka jika Gawin berkata demikian, karena semua orang punya masalah masing-masing.

"Mereka gak tau apa yang kamu rasain selama ini, mereka hanya menilai dari apa yang mereka lihat. Mereka gak tau gimana kamu sebenarnya," Joss tersenyum untuk menenangkan Gawin, "dan jangan bilang kalau kamu gak pantas buat dicintai, jangan bilang kalau kamu gak pantas merasakan apa itu cinta. Setiap makhluk di dunia ini diciptakan dengan perasaan cinta dan diciptakan berpasangan dalam hal cinta. Seperti Adam yang mencintai Hawa, seperti Romeo yang mencintai Juliette, dan seperti aku yang mencintaimu. Itu semua adalah perasaan cinta. Ingat, setiap orang berhak untuk merasakan cinta." Lanjut Joss, yang membuat Gawin langsung menundukkan kepalanya.

"Seperti aku yang mencintaimu." Perkataan itu apakah menjadi sebuah penanda jika Gawin berhak merasakan cinta kepada lelaki di depannya ini?

"Bang." Ujar Gawin dengan kepala yang masih menunduk.

"Hem, kenapa?" Ujar Joss bertanya.

"Kenapa Abang bisa cinta sama aku?"

"Apa itu masih harus dipertanyakan? Bukankah ada sebuah perasaan cinta yang tidak harus dipertanyakan? Bisa saja aku mencintaimu karena kamu adalah kamu, bukan karena kamu tampan, bukan karena kamu yang terlihat seperti lelaki lugu, bukan kamu yang dengan segala masalah hidupmu. Tapi, sekali lagi, karena kamu adalah kamu. Abang tidak peduli dengan apapun keadaan kamu. Sedikit berbohong, awalnya Abang hanya merasa simpati sama kamu karena kamu yang dulu bunuh diri. Abang ingin selalu membuat kamu ceria, sehingga kamu gak pernah kepikiran lagi buat bunuh diri. Tapi, lama kelamaan, sebuah simpati menjadi sebuah perasaan suka. Ralat, sebuah perasaan cinta, yang membuat Abang rela melakukan apa saja agar bisa sama kamu." Ujar Joss panjang. Mendengar Joss mengatakan semua itu, membuat hati Gawin menghangat, dia merasakan sebuah perasaan yang menjadi semakin besar.

"Sebuah perasaan cinta tidak harus dipertanyakan." Ujar Joss lagi.

"Bang."

"Hem."

"Abang masih mau nerima aku setelah tau semua masa lalu aku?" Tanya Gawin. Lagi-lagi, Joss tersenyum mendengar pertanyaan dari Gawin.

"Ingat kata Abang barusan? Abang gak peduli tentang semua masa lalu mu, karena kata Singto juga, yang lalu biarlah berlalu. Masa lalu ada bukan untuk terus diingat, tapi masa lalu ada untuk menjadikan kita lebih baik lagi. Mau seperti apapun masa lalumu, Abang tetap mencintai kamu." Jawab Joss dengan mantap tanpa ada jeda untuk berpikir. Itu semua muncul begitu saja dalam kepala Joss, Joss bahkan tidak pernah berpikir akan mengucapkan semua ini pada akhirnya.

"Aku cinta sama Abang."

"Begitu juga Abang."

"Tapi Abang kan punya cewek."

"Hubungan Abang sama pacar Abang udah selesai, jangan berpikir kalo kamu penyebab kandasnya hubungan Abang sama dia. Karena kami memilih menjalani hidup masing-masing."

"Tetep aja kan Bang, alasan hubungan kalian selesai itu karena ada aku di hidup Abang." Ujar Gawin, yang membuat dirinya merasa bersalah. Kalau saja dia tidak pernah hadir di hadapan Joss, hubungan antara Joss dengan kekasihnya tidak akan mungkin berakhir. Walaupun Joss mengatakan jika hubungan mereka berakhir bukan karena dia. Tapi tetap saja, hubungan mereka berakhir setelah ada dirinya dalam kehidupan Joss.

"Enggak Gawin, hubungan Abang sama Love berakhir bukan karena adanya kamu. Love yang memilih untuk menjalani kehidupan masing-masing, dan tidak saling mengikat satu sama lain. Kami tidak pernah sekalipun menyalahkan kehadiran kamu. Karena apa? Karena kita tidak pernah tahu kapan kita akan merasakan jatuh cinta."  Gawin kembali terdiam. Apa yang harus dia lakukan saat ini? Mengungkapkan betapa dia mencintai Joss, atau mungkin menunggu Joss menyatakan cinta padanya. Ah, itu sudah dilakukan oleh Joss, mungkin Gawin harus menunggu Joss meminta dirinya untuk menjadi kekasih.

"Kamu mau jadi pacar Abang?" Sontak, Gawin menoleh ke arah Joss. Baru saja dia memikirkan hal ini. Tapi sekarang dia bingung, apakah harus menerima langsung permintaan dari Joss, ataukah membiarkan Joss berjuang untuk menunjukkan bahwa Joss benar-benar mencintainya. Gawin kembali menunduk mengingat hal itu. Apakah cinta serumit ini? Atau dia yang membuat cinta menjadi serumit ini?

"Gawin." Tangan Joss terulur untuk menyentuh dagu Gawin, dan menggerakkan wajah Gawin untuk menatap ke arahnya.

"Kamu mau kan jadi pacar Abang?" Tanya Joss lagi. Opsi pertama yang dia ambil dari pemikiran yang sebelumya.

"Iya Bang."

TBC

Jerk Roommate (S1-S3) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang