(S2) 6. Apa Itu Ayah?

115 15 7
                                    

"Ayahnya Pak Singto?" Dimar tentu saja bingung dengan maksud ayah dari pria di depannya ini. Karena sepengetahuan Dimar, Singto ini tidak memiliki ayah, bahkan Singto tidak mengenal sosok ayah.

"Iya, saya ayahnya Singto." Jawab pria di depannya, terdengar sedikit angkuh bagi Dimar. Sedangkan satu pemuda di belakangnya hanya menyimak saja percakapan antara pria yang mengaku sebagai ayah Singto, dan juga Dimar.

"Singto-Nya ada?" Tanya Pria tersebut.

"Maaf sekali Pak, Pak Singto nya sedang istirahat."

"Maaf Bu, dia ayahnya Bang Singto. Jadi saya mohon, tolong panggilkan Abang." Ujar pemuda yang tadi bersama sang Pria paruh baya.

Tak enak jika harus berdiri, Dimar mengajak kedua lelaki tersebut untuk masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Menyajikan minuman kepada kedua lelaki itu, Dimar pun naik ke lantai 2 untuk memanggil bos nya dengan bertanya-tanya.

'Tok tok tok'

Pintu diketuk oleh Dimar, Singto yang pada dasarnya bukan seorang kebo jika tidur pun langsung terbangun dan berjalan dengan wajah bantalnya.

"Ada apa Bi?" Tanya Singto dengan suara serak, rambutnya masih berantakan dan tangannya menggaruk perutnya sendiri.

"Itu Pak, ada orang yang katanya ayahnya Bapak." Ujar Dimar sopan. Rasa kantuk Singto seketika hilang kala mendengar kata 'ayah' dari bibir Dimar. Tanpa menutup pintu kamar, Singto berjalan ke lantai satu, dan melihat jika dua orang lelaki tengah duduk.

"Siapa lo?" Tanya Singto dengan nada dingin tapi setiap kata yang ditekankan. Kedua kakinya masih berjalan menapaki anak tangga. Bukan Singto tak tahu, jelas dia tahu jika kedua lelaki itu adalah ayah dan juga adik beda Ibu.

Kedua lelaki itu menoleh ke arah sumber suara, menampakkan Singto dengan wajah keras dan rambut yang berantakan.

"Singto." Sang Pria paruh baya yang mengaku sebagai ayahnya itu berdiri dan mendekat, diikuti oleh lelaki muda di belakangnya.

"Jangan deket-deket sama gua." Ujar Singto sembari menjauh dari ayahnya itu.

"Singto, ini ayah nak." Ujar ayahnya itu dengan nada yang terdengar sendu. Tapi, itu sama sekali tidak berpengaruh untuk Singto. Rasa sakit hatinya akan sosok lelaki dengan julukan 'ayah' tidaklah main-main, bahkan tidak bisa diobati oleh tangis pria paruh baya di depannya.

"Ayah?" Singto tersenyum masam mendengar penuturan dari ayahnya itu.

"Iya ini ayah Sing." Ujar ayahnya lagi, dengan langkah yang terus mendekat ke arah Singto.

"Gak ada, ayah gua dah mati kek Ibu gua yang mati waktu ngelahirin gua." Ujar Singto masih dengan nada dinginnya, membuat langkah kaki pria di depannya terhenti.

"Bang, lu kok gitu sama ayah." Ujar sang lelaki muda, dengan tangan yang memegang ayahnya tersebut.

"Diem lo Gawin!" Ujar Singto sembari mengeraskan telunjuknya ke arah wajah Gawin. Adik beda ibu, dan salah satu tim nya yang baru di pabrik.

"Lu gak bisa gitu sama ayah Bang." Ujar Gawin tak mendengarkan apa yang Singto baru saja katakan.

"Gak bisa gitu? Heh." Singto tersenyum miring seolah remeh. Tatapannya kembali ke ayahnya yang masih berdiri dengan wajah sendu.

"Kalo emang lo ayah gua, dulu lo kemana hah? Gua dibesarin sama nenek gua bukan sama lo. Lo jangan seenaknya ngaku jadi ayah gua." Ujar Singto lebih keras dari sebelumnya, dengan jari telunjuk yang keras menunjuk ke arah ayahnya tersebut.

"Sing." Ujar sang ayah sedikit lirih, tapi sama sekali tak membuat Singto luluh.

"Baru datang lo sekarang disaat gua udah sukses begini. Ijo mata lo liat gua banyak duit, hah." Nafas Singto memburu karena emosi yang kian memuncak.

Jerk Roommate (S1-S3) [End]Where stories live. Discover now