(S2) 10. Kebenaran Lainnya

106 15 15
                                    

Singto hanya memasang wajah datarnya kala dirinya memasuki rumah tantenya yang tampak tidak berubah sama sekali sejak 14 tahun yang lalu. Tantenya itu bersikap baik pada Singto, seolah semua itu tulus dari hatinya. Tapi Singto tentu saja tahu bahwa itu hanyalah gimmick saja.

Ingatkan jika Singto tidak pernah diberikan kasih sayang oleh tantenya tersebut, dirinya waktu kecil hanya dianggap sebagai sampah oleh saudara dari sang ibu. Sering dianggap beban hidup untuk neneknya. Singto tentu saja tidak akan mudah melupakan semua hal itu.

Singto dan Krist duduk di sebuah sofa. Air putih, beberapa wadah yang berisi makanan kering yang disiapkan oleh tantenya tersaji di depan Singto. Semua itu sama sekali tak membuat Singto berselera untuk memakannya.

"Ini siapa?" Tanya tantenya Singto menunjuk Krist.

"Oh perkenalkan, dia Krist. Pacar aku." Jawab Singto percaya diri, yang membuat senyuman di bibir tantenya itu luntur seketika.

"Krist tante." Ujar Krist ramah sembari mengulurkan tangannya, yang diterima oleh tantenya itu secara terpaksa.

"Aku gak akan berlama-lama, lagian keberadaan aku disini juga gak penting buat tante. Tapi, aku disini juga buat hal penting." Ujar Singto serius.

"Kenapa?" Tanya tantenya Singto.

"Kenapa nenek benci sama ayah?" Tanya Singto langsung.

"Siapa yang bilang?"

"Ayah aku, siapa lagi." Jawab Singto sedikit angkuh.

"Ayahmu seorang Gay, oleh sebab itu dia dibenci oleh Ibu." Jawab tantenya yang membuat Singto terkejut.

"Ayah seorang Gay? Kalau ayah seorang Gay, kenapa dia nikah sama ibu." Ujar Singto tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh tantenya itu. Dipikir secara logika saja mana mungkin seorang gay akan menikah dengan wanita dan memiliki anak.

"Dia menikah dengan Maprang untuk menutupi kalau dia seorang Gay."

"Kalau memang dia menikah dengan ibu buat nutupin fakta kalau dia gay, kenapa dia punya anak?" Singto masih saja tidak percaya dengan penjelasan yang diberikan oleh tantenya itu.

"Ya mana tante tau."

"Bisa buktiin kalo memang ayah itu seorang gay?"

"Bisa." Tantenya itu mengambil ponsel dari saku bajunya dan menunjukkan sebuah foto dimana ada dua orang lelaki yang salah satunya adalah ayahnya Singto. Tapi Singto tidak tahu siapa lelaki satunya lagi.

"Ayah." Ujar Krist.

"Ayah?" Singto mengerutkan keningnya hingga alisnya bertaut.

"Dia ayah Adek, Bang." Ujar Krist yang membuat Singto tentu saja terkejut. Kebetulan semacam apa ini.

"Bisa aja itu temannya ayah." Ujar Singto masih tidak percaya.

"Oke, ini." Tantenya menggulir layar, dan tampaklah sebuah foto dimana ayahnya Singto tengah mengecup mesra pipi ayahnya Krist.

"Bang." Krist meremas tangan Singto, tidak percaya dengan kebenaran yang baru saja diterimanya.

"Bagaimana bisa ayah menikah sama ibu." Singto tidak menggubris Krist, dia hanya ingin tahu lebih rinci tentang kebenaran ayahnya itu.

"Ya tante enggak tau, tanya aja sama ayahmu."

"Oke, oke. Terima kasih, karena aku gak mau berlama-lama disini, aku pamit sekarang." Singto berdiri dari sofa dan menggenggam tangan Krist, membuat Krist ikut berdiri juga.

Mengeluarkan dompetnya, Singto mengambil beberapa lembar uang kertas dan memberikan uang kertas itu pada tantenya.

"Sekarang gak ada yang gratis." Ujar Singto sembari melenggangkan kakinya dari sana.

Jerk Roommate (S1-S3) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang