(S3) 11. Permintaan Maaf

102 13 2
                                    

"Gua minta maaf atas apa yang terjadi dulu." Ujar Joss setelah mendudukkan dirinya di sofa bersama Gawin dan juga Krist, sedangkan Singto beranjak untuk mengambil air minum. Walaupun Joss adalah tamu yang tak diharapkan, tapi tetap saja dia adalah tamu, Singto masih memiliki tata krama dalam menyambut seorang tamu.

"Gua gak punya minuman alkohol, gua gak pernah minum alkohol." Ujar Singto yang meletakkan sebuah nampan di atas meja yang ada di depan 3 orang lainnya. Di atas nampan ada 4 gelas, dan juga satu pitcher minuman dengan rasa jeruk.

"Gua gak akan maksa buat pacar gua maafin lo, karena itu udah keputusan dia." Ujar Singto sembari mendudukkan dirinya di samping Krist, menghadap Joss yang duduk di samping Gawin. Dia pun melihat ke arah Krist, yang tengah melihat ke arahnya juga.

"Prinsip Adek sama kayak prinsip Abang, yang lalu biarlah berlalu." Ujar Krist dengan senyuman, Singto pun membalas senyuman Krist, dan mengusap lembut pipi Krist, tanpa mempedulikan Joss yang tengah menatap kemesraan antara dirinya dan sang kekasih.

Gawin, dirinya sedari tadi hanya menunduk dan tak berbicara, bukan dia bisu, tetapi dia sedari tadi tengah berusaha untuk menetralkan debaran jantungnya yang semakin menggila kala kata demi kata terucap dari bibir Joss. Bahkan suara Joss dapat membuatnya salah tingkah sendiri.

"Lo denger kan, apa kata pacar gua." Ujar Singto dengan tangan yang membentang untuk merangkul bahu Krist.

"Jadi?" Tanya Joss untuk memastikan.

"Gua udah maafin lo, tapi jangan pernah lo ungkit lagi." Ujar Krist.

"Makasih, emhhh ..." Perkataan Joss menggantung.

"Krist." Ujar Krist memberitahukan namanya pada Joss.

"Makasih Krist."

"Iya, gak usah dipikirin."

"Dek, kamar yok. Abang capek." Ajak Singto pada Krist.

"Ayok Bang." Jawab Krist dengan bersemangat. Jangan berpikir macam-macam, dirinya hanya ingin berpelukan hangat dengan Singto.

"Yaudah, lo udah dimaafin sama Krist, gua masuk kamar dulu. Lo terserah mau nginep atau mau pulang," Singto berhenti sejenak, dan menatap Gawin yang terlihat hanya menundukkan kepalanya sedari tadi, "gua saranin nginep sih, udah malam soalnya, takut ada begal," ujar Singto kembali menggantung ucapannya, dia pun berdiri dengan tangan yang masih melingkar di bahu Krist, "kalo mau nginep, terserah mau tidur dimana, mau di sofa sini atau," Singto melihat Joss yang menunggu apa yang akan dia ucapkan selanjutnya, kembali menatap Gawin, dia pun menaik turunkan alisnya, sembari menunjuk Gawin dengan bibirnya, "atau dimana pun terserah lo." Lanjut Singto.

"Yaudah." Jawab Joss singkat, dia mengerti tentang kode yang diberikan oleh Singto.

"Yaudah ya, gua mau masuk kamar." Singto pun berjalan menjauhi dua orang yang masih saja duduk di sofa.

Suasana canggung terasa semakin canggung, bagi Gawin. Nyatanya, Joss tampak biasa saja, dia hanya menatap takjub rumah besar nan megah milik Singto, tanpa merasakan jika orang yang berada di sampingnya tengah dilanda debaran jantung yang luar biasa.

"Gawin." Ujar Joss, sembari melihat Gawin. Ucapan Joss pelan, tapi sukses membuat Gawin tersentak seketika.

"Aaa! Apa Bang?" Ujar Joss yang hampir saja berteriak karena rasa terkejutnya.

"Lo gapapa?" Tanya Joss.

"Gu-gua gapapa." Ujar Gawin cepat, sembari menggelengkan kepalanya tak kala cepat.

"Sial, kenapa gua gugup gini si." Gawin merutuki dirinya sendiri dalam hati.

"Itu muka lo merah banget." Ujar Joss mengungkapkan apa yang dia lihat. Gawin merasa jika wajahnya panas sedari tadi, itulah penyebab wajahnya jadi merah. Tangan Joss terulur untuk menyentuh dahi Gawin dengan punggung tangannya, yang membuat Gawin semakin gugup saja.

"Ini orang ngapain. Arghhh jantung gua lagi." Ujar Gawin dalam hati, dirinya merasakan debaran jantungnya yang semakin menggila dengan tangannya. Dia tidak pernah tahu jika jatuh cinta bisa membuatnya segugup ini, padahal saat dengan Krist, dia biasa saja.

Lupakan tentang Krist.

"Badan lo enggak panas." Ujar Joss yang telah berhasil menyentuh dahi Gawin, dan merasakan jika suhu tubuh Gawin normal. Tapi anehnya, wajah Gawin begitu merah.

"Gua baik-baik aja." Ujar Gawin, berusaha untuk menghilangkan gugup pada dirinya.

Gawin pun beranjak hendak pergi ke kamarnya, tapi tangannya ditahan oleh Joss.

"Kenapa?" Tanya Gawin, karena Joss yang menggenggam tangannya, seolah tak ingin dia pergi.

"Lo mau kemana?" Jawab Joss dengan bertanya.

"Gua mau ke kamar, Bang. Mau istirahat. Lo juga harus istirahat, karena besok lo kerja." Ujar Gawin, dirinya ingin melepaskan tangan Joss di pergelangan tangannya, tapi hatinya menolak. Hatinya bahkan ingin tangan mereka bertaut.

"Lo tega ninggalin gua sendiri di sini?" Ujar Joss meminta belas kasih dari Gawin.

"Ya kan lo bisa pulang."

"Takut ada begal." Ujar Joss beralasan. Dirinya ingin lebih dekat mengenal Gawin, maka pendekatan apapun akan dia lakukan untuk menaklukkan hati Gawin.

"Badan lo gede, bukan lo yang takut sama begal, malah begal yang takut sama lo." Ujar Gawin, mendengar itu, Joss langsung berdiri di belakang Gawin, dan membalikkan tubuh Gawin, mengangkat wajah Gawin agar mata mereka berdua bertatapan.

"Kalo begal nya bawa senjata, gimana nanti? Lo mau kalo Abang mati?" Ujar Joss. Mendengar hal tersebut tentu saja membuat Gawin luluh. Tapi, sejak kapan Joss berani memanggil dirinya dengan embel-embel 'Abang'.

"Ya-Yaudah deh." Gawin akhirnya mengizinkan.

"Yes." Joss mengayunkan tangannya ke belakang dengan rasa girang yang tertahan.

"Tidur satu kamar?"

"Iya." Jawab Gawin, dia pun beranjak dari sana dengan tangan yang masih digenggam oleh Joss. Memasuki kamarnya, Joss langsung saja melepaskan tangannya dari pergelangan Gawin, dan langsung berhambur untuk membaringkan tubuhnya di kasur dengan ukuran besar itu. Dengan posisi telungkup, Joss dapat mencium wangi tubuh Gawin di selimut yang tengah dirinya tiduri. Menyesap dalam-dalam wangi selimut itu yang dapat menenangkan pikirannya dalam sekejap.

Meraih ponsel dalam sakunya, Joss melihat jika jam sudah menunjukkan hampir pukul setengah dua dini hari. Pantas saja jika dirinya merasakan kantuk yang luar biasa.

Gawin dengan perlahan berjalan ke arah lain dari kasur itu, melepaskan bajunya karena tidak terbiasa tidur dengan mengenakan baju, Gawin pun membaringkan tubuhnya.

"Bang, posisi lo yang bener napa? Badan lo gede, kasurnya jadi sempit!" Titah Gawin, tapi Joss sama sekali tidak menggerakkan badannya ataupun menyahuti ucapannya. Gawin yang sedikit tak nyaman karena sempit pun mendekati Joss, yang telah menutup matanya untuk mengarungi alam mimpi. Entah apa yang tengah Joss mimpikan sehingga membuat lelaki itu tersenyum dalam tidurnya.

Melihat itu, Gawin tidak tega untuk membangunkan Joss, jadi dia hanya berusaha untuk mengangkat tubuh Joss yang terbilang tidak kecil itu. Dengan susah payah, Gawin pun membenarkan poisi Joss, hingga ruang yang tersisa di kasur itu menjadi lebih luas.

Hebatnya, jantungnya tak berpacu seperti sebelumnya, malah ketika Gawin menatap wajah damai Joss, dia kembali merasakan jantungnya yang kembali menggila. Sebuah perasaan senang membuat Gawin betah untuk berlama-lama menatap wajah Joss, walaupun dengan jantung yang masih menggila.

Entah keberanian dari mana, Gawin mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Joss Singkat. Setelah itu, dia pun langsung beringsut, menutup badannya dengan selimut, dan membelakangi Joss, yang tidak Gawin ketahui bahwa Joss tengah tersenyum senang. Siapa sangka, jika niat untuk melakukan pendekatan pada Gawin, malah membuahkan hasil yang tidak pernah Joss duga.

TBC

Jerk Roommate (S1-S3) [End]Where stories live. Discover now