8. Nyaman.

239 22 6
                                    

Gua menatap Singto sekilas dan ngeliat dia yang nenteng satu kantong plastik berwarna transparan.

"Lu udah makan belom?" Tanya Singto setelah masuk.

"Udah tadi." Jawab gua singkat dengan wajah yang melihat ke HP, tapi mata mengikuti pergerakan dia.

"Tadi kapan?" Tanya dia lagi sambil meletakkan plastik itu di lantai gitu aja, dia pun berjalan ke arah lemari baju.

"Kapan ya," gua berfikir sejenak, "jam 2 atau jam 3 tadi." Lanjut gua, emang tadi gua makan sebelum tidur. Makanin kue dari Ibu kost.

"Udah lama itu, sini makan. Gua bawa ayam geprek, lu suka ayam geprek kan." Dia pun mengganti baju kerjanya dengan baju pendek dan celana kolor. Gua pun berdiri dan menghampiri plastik yang dia bawa tadi lalu membukanya. Tampak dua potong ayam yang udah digeprek sama sambel dalam sebuah Styrofoam yang enggak terlalu besar.

"Enak nih." Ucap gua sambil ngeluarin Styrofoam itu dari plastik. Tercium wangi ayam goreng dan sambel yang tentu saja menggugah selera.

"Pasti dong, gua kalo istirahat biasanya suka makan disana. Jadi gua pikir sesekali bawa ke rumah buat lu juga." Dia mendekati gua dengan membawa dua buah piring. Kan, gua bilang juga apa, dia itu perhatian.

"Nasinya mana?" Tanya gua yang emang di plastik itu gak ada nasi sama sekali.

"Gua lupa beli tadi, di tempat gua beli ayam juga udah abis." Ucap dia sambil duduk bersila menghadap ayam.

"Yaudah, kalo gitu gua beli nasinya dulu." Gua pun berdiri dan beranjak keluar dari kost buat beli nasi. Kalo buat makan ayam geprek biasanya lebih nikmat nasi di masakan Sunda, lebih pulen nasinya.

"Téh, beli nasi 2 bungkus." Ucap gua ke si Tétéh penjual yang pake kerudung cokelat. Si Tétéh pun langsung membungkus dua nasi itu.

"Tumben Krist beli dua, biasanya cuma satu doang." Ucap si Tétéh. Gak aneh kalo si Tétéh ini tahu nama gua, orang gua langganan di si Tétéh ini.

"Sekarang kan saya ngekost berdua sama temen Téh. Eh Téh, sekalian sama pencok kacang ya Téh satu porsi." Nasi panas sama pencok kacang. Beuh, perpaduan yang sempurna.

"Tunggu bentar ya Krist." Ucap Tétéh itu sambil senyum. Orang Sunda emang gak bisa disangkal, mukanya pada manis. Lu kalo misal nih makan kue, terus ada cewek orang Sunda senyum, gua yakin dah itu lebih manis senyuman cewek itu dari kue yang lu makan, manisnya gak ada obat anjir. Kalo misal si Tétéh ini belum nikah, udah gua nikahin dah.

Lama melamun, pesanan gua pun udah selesai dibikin. Gua pun membayar sebesar 25.000, selesai itu gua bawa ke kost.

"Nah." Ucap gua sambil meletakkan nasi di lantai, sedangkan Singto masih setia duduk bersila menghadap ayam geprek yang dia bawa tadi.

Gua meletakkan satu bungkus nasi di piring Singto dan satu lagi di piring gua.

"Itu apaan Krist?" Tanya Singto sambil liatin bungkusan satu lagi.

"Pencok kacang." Ucap gua, gua pun melepas ikatan karet di bungkusan itu, tampaklah satu porsi pencok kacang yang sangat menggugah selera siapapun yang melihatnya.

"Yaudah ayok makan." Ucap gua, gua mengambil sepotong ayam geprek dan meletakkannya di piring gua lalu menyendokkan pencok kacang di samping nasi dan kami pun mulai makan.

Setelah makan, kami pun langsung bergegas buat tidur.

"Sing." Ucap gua di kasur gua sendiri.

"Hem." Jawab Singto di kasurnya.

"Gua boleh tidur disana enggak." Pinta gua, gua gak peduli jika nanti dia peluk gua waktu tidur, karena itu yang sebenarnya gua mau.

"Nah sini." Ucap Singto sambil menggeser badannya seolah memberi ruang. Gua pun berpindah ke kasurnya Singto. Gua ambil tangan kiri Singto lalu kepala gua diletakkan di otot lengannya Singto.

"Usap kepala gua dong Sing." Ucapku meminta. Pikiran gua entah kenapa, gua pengen diperlakukan seperti itu sama Singto. Singto pun menurut buat ngusap lembut kepala gua tanpa bertanya dan dia memiringkan badannya menghadap gua. Gua membenamkan wajah gua di dada dia. Rasanya begitu nyaman, gua gak pernah merasakan senyaman ini, apalagi wangi badan dia yang bikin gua tambah nyaman buat diposisi kayak gini. Dan lagi, ini pertama kalinya buat gua.

"Lu kenapa Krist?" Tanya Singto akhirnya.

"Enggak kenapa-kenapa, gua pengen diposisi ini aja." Jawab gua seadanya.

"Lu kalo lagi gini, manis banget." Ucap Sibgto, gua gak balas dan  Singto gak ngomong lagi, dia tetep ngusap lembut kepala gua pake tangan kanannya sampe akhirnya gua pun tidur.

"Krist, Krist." Singto menepuk pundak gua.

"Emhhh." Jawab gua dengan suara parau.

"Bangun, udah pagi." Ucap dia, gua pun membuka mata dan mendongakkan kepala buat liat muka dia. Sial, dia bangun tidur pun  ganteng. Gua pun duduk dan segera beranjak dari kasur Singto buat mandi.

Dan kini gua telah ada di restoran. Kayak biasa, kalo gak ada pelanggan gua duduk santai aja di meja tempat istirahat, sama pegawai lain.

"Gimana?" Tanya Bang Off, yang gua udah tau dia nanyain itu buat hal apa.

"Baik-baik aja." Jawab gua singkat, gua ini dalam mood yang gak mau ngomong sama siapapun. Melayani pelanggan aja gua dengan senyum yang dipaksain. 

Pulang kerja, Singto gak jemput gua. Biasa, dia lagi ngewe sama cowok di kost kalo gak jemput gua. Gua pun jalan kaki buat balik ke kostan dengan langkah sedikit gontai. Rintik-rintik hujan pun turun, dan perlahan hujan semakin lebat, membuat gua gak bisa lanjut jalan, gua berteduh di emperan toko orang sambil jongkok dengan tangan yang memeluk lutut karena dingin.

Udah setengah jam lamanya gua diem disini, hujan gak juga menunjukkan bakal reda, padahal ini belum waktunya musim hujan. Entah kapan hujan ini reda. Seenggaknya ada untungnya hujan turun, gua jadi gak harus liat Singto yang lagi ngewe.

Entah udah berapa lama gua menunggu hujan reda. Jam di HP udah nunjukin pukul 11 malam, hujan masih aja lebat kayak tadi. Gua paling gak bisa kena hujan, kena hujan dikit auto sakit. Gua udah bosen cuma jongkok terus dari tadi, ngarepin Singto mau jemput gua, tapi entah mau berapa lama lagi dia mau jemput gua.

Gua pun memutuskan buat menerobos hujan aja, biarin sakit, daripada kemalaman gua pulang.

Sesampainya di kostan dengan kondisi basah kuyup, gua melihat kalo gak ada sendal lain selain sendalnya Singto. Berarti dia gak bawa siapa-siapa ke kost. Gua pun membuka pintu dan setelah membuka pintu, gua melihat bercak darah di lantai.

Gua melihat ke kasur Singto, gak ada siapa-siapa di sana. Singto kemana? Ini juga bekas bercak darah siapa? Gua mengikuti bercak darah tersebut yang menuju ke kamar mandi dan melihat Singto yang tengah terduduk di kamar mandi dengan kondisi tangan yang luka.

"Sing, lu kenapa?" Gua panik ngeliat Singto.

"Gua dibegal di jalan." Jawab Singto yang bikin gua makin panik, kepala gua sakit karena tadi kehujanan, tapi gak gua gubris. Gua segera mendekat ke arah Singto, mengambil tangan Singto yang mengeluarkan darah tadi. Luka sayatannya dalem banget.

Gua menyampirkan tangan Singto di pundak gua dan membawa Singto ke dekat kasur, kayaknya dia lemas banget karena banyak kehilangan darah, apalagi ngeliat wajah dia yang pucat gitu.

Segera gua ambil kotak p3k yang ada di deket pintu masuk.

"Lu tahan bentar ya." Ini udah malem, mana kondisi masih hujan juga, motor Singto juga gak ada karena dia dibegal. Jadi gua memutuskan buat tutup dulu luka dia pake perban, seenggaknya buat hentiin pendarahan dia dulu, daripada kehilangan banyak darah terus. Gua pun mengambil HP gua dan memesan taxi online. UGD itu 24 jam kan?

Setelah ada di rumah sakit, Singto dibawa kedalam ruangan UGD. Kepala gua sakit banget, berdenyut. Dan gua pun kehilangan kesadaran gua karena kepala gua sakit.

TBC

Jerk Roommate (S1-S3) [End]Where stories live. Discover now