(S3) 6. Joss

88 9 7
                                    

"Gawin." Tiba-tiba suara berat seorang lelaki menyapa Gawin yang baru saja takeover pekerjaan dengan operator dari shift sebelumnya.

"Ehh, Bang Joss." Jawab Gawin sedikit menoleh ke arah Joss sembari sedikit tersenyum canggung, lalu kembali pada pekerjaannya. Bukan karena apa-apa, Gawin merasakan jika debaran jantungnya menggila saat ada Joss di dekatnya, setelah apa yang Joss lakukan pada Gawin.

"Jangan dengerin apa kata orang lain, lo pasti ngelakuin itu bukan tanpa alasan." Ujar Joss pada Gawin yang tidak sama sekali menoleh ke arahnya, karena fokus dengan pekerjaannya.

"Iya Bang." Jawab Gawin menganggukkan kepalanya kikuk. Joss merasa kesal karena Gawin tak menolehkan wajah ke arahnya.

Mendekat ke arah Gawin, wajah Joss kini sangat dekat dengan wajah Gawin.

"Bang, jangan gitu, nanti ada yang liat lo dilaporin ke pacar lo." Ujar Gawin karena merasa tak nyaman dengan apa yang Joss lakukan. Cukup selama ini hidupnya bermasalah, dia tak mau lagi menambah masalah dalam hidupnya. Dirinya tak ingin jatuh ke dalam pesona Joss, walaupun sebenarnya dia telah jatuh terhanyut dalam pesona lelaki tinggi di sampingnya ini.

"Jangan gangguin operator gua yang lagi kerja." Suara tegas dari Singto membuat Joss langsung menjauh dari Gawin.

"Gua gak gangguin dia." Ujar Joss mengelak.

"Terus barusan apa?" Singto menyilangkan tangan di depan dada, tak takut dengan Joss yang memiliki badan lebih besar darinya.

"Gua cuma ngajak ngobrol ringan doang." Jawab Joss.

"Tapi lo ganggu dia yang lagi kerja."

"Yaudah gua pergi." Ujar Joss, tapi dia malah mendekat ke arah Gawin, lalu sedikit mengacak lembut rambut Gawin.

'Tap'

Singto langsung meraih tangan Joss yang tanpa tahu malu melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan. Dia pun menyeret tangan Joss dan membawa Joss untuk menjauh dari Gawin.

"Apa maksud lo kayak gitu?" Tanya Singto langsung.

"Apa?" Joss seolah tidak mengerti apa yang hendak Singto tanyakan.

"Lo jangan pura-pura bego ya. Apa maksud lo kayak gitu sama Gawin?" Tanya Singto sekali lagi. Bukan dia marah karena tak suka jika Gawin seperti itu. Dia kesal karena tidak mau jika Gawin digantung. Gawin harus merasakan cinta sejati, bukan cinta sepihak.

"Emang gua gak boleh?" Joss seolah remeh.

"Iya gak boleh, karena lo udah punya pacar. Perlakuan lo sama dia bikin orang lain salah paham, ngerti gak lo."

"Gua gak peduli sama orang-orang. Emangnya lo siapa berhak larang gua buat berperilaku sama Gawin kayak gitu. Ohh, lo suka juga sama Gawin ya," ujar Joss dengan menganggukkan kepalanya, berspekulasi sendiri, "oke, ayok kita liat, siapa yang bakalan duluan dapatin hati Gawin. Lo, atau gua."

"Suka? Buat apa gua suka sama Gawin, dan asal lo tau, gua gak tertarik bersaing buat dapatin 1 orang, karena gua udah punya pacar."

"Sok sok an gak tertarik sama Gawin, tapi ngelarang gua ini itu sama Gawin. Emangnya lo siapa."

"Gua Abangnya Gawin, ngerti lo. Jangan lo deket-deket sama adik gua, kalo lo cuma mau permainin hati dia aja." Pungkas Singto, yang sukses membuat Joss terkejut dan tidak dapat mengeluarkan kata-katanya lagi. Singto pun hendak berlalu dari hadapan Joss, sebelum akhirnya tangannya itu ditahan.

"Lo abangnya Gawin?"

"Iya."

"Lo gak marah waktu kemarin Gawin bunuh ayahnya? Ehh, ayah lo?"

"Enggak gua gak marah, karena gua tau apa penyebab Gawin jadi nekat buat bunuh ayah gua. Ohhh ya, terima kasih karena udah nyelamatin Gawin yang bunuh diri. Berkat lo, gua jadi dekat sama adik gua. Tapi, bukan berarti lo bisa deket-deket sama adik gua seenaknya. Lo punya pacar, gua gak suka kalo adik gua digantung dalam masalah hati. Dia berhak dapat cinta yang layak, bukan cinta yang bakalan bikin dia sakit hati." Ujar Singto panjang, yang setelah itu pun dia benar-benar berlalu dari hadapan Joss.

Gamang, Joss segera menyelesaikan pekerjaannya, dan setelah itu, dia pun keluar dari area pabrik. Mengendarai motornya, Joss memikirkan segala perkataan dari Singto.

Memasuki rumahnya yang berada dekat pantai dimana dulu Gawin hendak merenggang nyawanya sendiri. Keluar dari rumah dan terduduk di pasir pantai di sore hari dengan bertemankan deburan ombak dan semilir angin laut sore ini.

Joss sadar jika dia memiliki seorang kekasih, tapi tidak wajar karena dia menyukai orang lain juga. Dia sebelumnya leluasa untuk mendekati Gawin, tapi sekarang geraknya terbatas karena sudah mendapatkan peringatan dari Singto.

Memeluk lututnya sendiri, Joss berpikir keras bagaimana harus menempatkan dirinya yang mencintai dua manusia dengan jenis yang berbeda. Harus apa dia, dia tidak bisa memilih untuk melepaskan kekasihnya yang sekarang, tapi dia juga tidak bisa berhenti untuk menyukai Gawin. Serakah? Mungkin iya, karena dia menyimpan satu hati di dua orang yang berbeda.

Mengacak rambutnya kasar, langkah apa yang seharusnya dia ambil sekarang. Tetap mempertahankan satu cinta dan melepaskan cinta lainnya? Atau dia melepaskan sebuah cinta dan mendapatkan cinta yang lain? Apakah dia se brengsek itu untuk membuat orang lain patah hati. Kembali, langkah apa yang harus dia ambil.

Dua buah tangan ramping tiba-tiba melingkar di leher Joss, membuat Joss langsung menoleh ke arah belakang, dan melihat pacarnya yang tengah tersenyum.

"Kenapa Bang?" Tanya kekasih Joss yang menyadari jika Joss tengah banyak pikiran.

"Enggak Yang." Jawab Joss berbohong, atau lebih tepatnya tak ingin memberitahu kekasihnya itu. Dia tidak ingin membuat kekasihnya itu sakit hati jika ia jujur.

"Gak usah bohong sama aku Bang, aku emang gak bisa baca pikiran, tapi aku tau kalo Abang punya masalah." Ujar sang kekasih lagi, dan Joss hanya bisa menghela nafas gamang, lalu tersenyum untuk meyakinkan kekasihnya itu.

"Enggak Yang, tuh liat." Ujar Joss dengan senyuman yang terlihat cukup meyakinkan, tapi tak cukup untuk membuat kekasihnya itu percaya.

"Abang tau? Kita ini walaupun baru 5 bulan pacaran, tapi aku tau. Abang kalo gak ada masalah gak mungkin diam di pantai kayak gini, abang lebih suka duduk di rumah aja sambil main HP, enggak merenung liatin pantai kayak gini." Ya, kekasihnya itu memang sulit untuk dibohongi. Dia tau semua kebiasaan Gawin, jadi memang sulit untuk membohonginya. Kembali menghela nafasnya, Joss kembali berpikir untuk memberitahu kekasihnya atau tidak.

"Cerita aja sama aku Bang." Ujar kekasihnya lagi.

"Abang gak mau bikin kamu sakit hati Yang, Abang masih cinta sama kamu, cinta banget." Percuma dia berbohong sekarang jika nanti kekasihnya akan mengetahuinya cepat atau lambat. Maka, yang harus dia lakukan adalah berbicara jujur sekarang.

"Apa maksud Abang?" Tanya kekasihnya itu sembari melepaskan tangannya yang melingkar di leher Joss.

"Kamu inget kan Yang, Abang pernah cerita kalo Abang nyelamatin orang yang mau bunuh diri." Dan, Joss mulai bercerita.

"Iya Bang, aku inget, kenapa sama dia?"

"Abang gak tau ini simpati karena tau dia pernah mau bunuh diri, atau ini perasaan yang lebih dari sekedar simpati. Abang suka liat dia senyum sama Abang, Abang gak mau dia mengalihkan pandangan dari Abang, Abang mau kalo cuma Abang yang dia lihat. Abang minta maaf." Ujar Joss sembari menunduk, dia sadar dia salah karena merasakan dua cinta dalam satu hatinya. Dan kekasihnya hanya diam menanggapi apa yang Joss katakan.

"Abang gak mau bikin kamu sakit hati Yang, tapi perasaan Abang gak bisa dibohongi." Lanjut Joss, memberitahukan perasaannya. Tanpa menjawab, kekasihnya pun pergi meninggalkan Joss yang hanya termenung. Dia tahu dia salah, jadi dia akan menerima apapun reaksi kekasihnya. Walaupun mungkin nanti berakhir dengan hubungan mereka yang tak akan berlanjut, atau cukup sampai disini saja.

"Abang masih cinta sama kamu, Love." Ujar Joss dengan kepala menunduk sesal. Berbicara pada sang kekasih bukanlah waktu yang tepat untuk saat ini, bisa jadi berbicara malah memperkeruh keadaan.

TBC

Jerk Roommate (S1-S3) [End]Where stories live. Discover now