(S2) 5. Udah Bang

181 18 14
                                    

Dimar masuk kedalam rumah megah milik Singto. Suara desahan dan erangan masih terdengar di pukul lima pagi ini. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya tanda hanya bisa menerima perilaku sang majikan.

Majikannya tersebut memanglah baik, sering mengantar Dimar untuk pulang kerja, gaji yang kadang dilebihkan dari yang biasanya, berserta uang bulanan untuk Singto makan yang selalu sisa, Dimar selalu mengembalikan, tapi Singto selalu menolak sambil berkata ; "Enggak apa Bi, buat Bibi saja". Itulah yang membuat Dimar betah untuk bekerja di rumah Singto. Ya, selain kelakuan bos nya yang tidak tahu malu itu, Dimar baik-baik saja. Toh, Singto tidak pernah macam-macam dengannya. Bahkan mungkin sikap Singto sudah menganggap Dimar layaknya Ibu sendiri.

Dimar bisa memakluminya, mengetahui akan hidup Singto yang tanpa sentuhan kasih sayang dari orang tua, membuat Dimar sadar darimana semua sikap Singto berasal.

Bekerja di rumah semewah ini tidaklah membuat Dimar merasakan lelah yang berlebihan. Singto hanya tinggal sendiri, yang sekarang ditambah Krist yang tidak terlalu banyak tingkah, tentu saja itu bukanlah beban bagi Dimar. Bahkan Dimar kerap tidur siang di sofa untuk bersantai kala tidak ada apapun yang harus dikerjakan.

'Tok tok tok'

Dimar mengetuk pintu kamar Singto, tapi tidak juga terdengar sahutan dari dalam. Yang terdengar hanyalah tawa Singto dan teriakan lemah dari Krist yang menyatu dengan suara gemericik air. Tidak lagi terdengar suara desahan dan erangan seperti sebelumnya.

'Tok tok tok'

"Pak." Kembali Dimar mengetuk pintu kamar Singto. Masih tak ada sahutan, Dimar pun memutuskan untuk kembali turun ke lantai satu. Dia bingung hendak memasak apa hari ini, jadi dia ingin bertanya pada Singto terlebih dahulu.

Sedangkan di dalam kamar mandi, Singto tengah mandi bersama Krist.

"Bang!" Krist berteriak lemah karena sedari tadi Singto terus saja menggelitik tubuhnya yang penuh dengan busa sabun, yang Singto gosokkan.

"Ahaha." Singto hanya tertawa melihat wajah lemah Krist yang tidak berdaya untuk melakukan apapun.

"Bang cukup Bang, gua lemes loh Bang." Krist terdengar memohon agar Singto menghentikan tangannya untuk terus menggelitik tubuhnya tersebut.

"Sepong dulu punya Abang, baru Abang berhenti." Pinta Singto. Sepertinya makhluk yang satu ini tidak pernah ada kata 'puas' dalam melakukan sex dengan Krist.

"Abang dulu aja kalo ngewe sama cowok cukup sekali, kenapa sama gua gak pernah cukup." Ujar Krist dengan nada yang sedikit kesal. Bagaimana dirinya tidak kesal, dari pukul setengah satu dini hari, hingga pukul setengah 6 pagi mereka melakukan sex hingga Krist lemah tak berdaya, tapi Singto masih meminta untuk Krist memanjakan penisnya dengan mulut Krist.

Krist bahkan tidak kuat untuk menggerakkan tubuhnya, inginnya dia hanya berendam sembari merebahkan badannya di dalam bak mandi, karena seluruh tubuhnya begitu lemas juga sakit, apalagi pada bagian analnya, begitu perih tak tertahan, pinggangnya pun terasa linu.

"Lagian kamu enak Dek." Singto sudah berhenti untuk menggelitik tubuh Krist, dia hanya menyiramkan air ke punggung Krist yang penuh dengan busa.

"Tapi kan gua dah lemes banget loh Bang, seluruh badan gua juga sakit banget. Lain kali gua gak akan menyanggupi dan gak akan mau lagi buat ngewe sampe pagi." Ujar Krist lemah.

"Yakin?" Tanya Singto dengan nada seperti menggoda.

"Yakin bet gua suer, sumpah, gak boong."

***

Keluar dari kamar mandi, Singto mengangkat tubuh Krist yang mengenakan bathrobe ala bridal style, dan mendudukkan tubuh Krist di sebuah sofa kecil di kamar itu. Singto pun mencari baju untuk Krist dan juga dirinya.

Jerk Roommate (S1-S3) [End]Where stories live. Discover now