T I G A P U L U H T U J U H

Start from the beginning
                                    

"Turun, kita bicara di bawah."

Bahkan ayahnya tampak biasa saja ketika mendapati putri bungsunya yang tampak kacau. Nampak biasa saja ketika mendapati putrinya masih mengenakan gaun hitam bercampur tanah bekas pusara yang dipakainya siang tadi, nampak biasa saja biasa saja ketika lengan putrinya berlumuran darah, nampak biasa saja ketika mendapati kamar putrinya yang berantakan, nampak biasa saja ketika melihat langsung pecahan kaca yang tergeletak di atas lantai, semua terasa biasa saja bagi ayahnya.

"Tentang apa?"

"Pengganti posisi Andra di kantor."

Leana menggeleng tidak percaya. "Dad ... Kakak baru aja pergi, Daddy nggak bisa apa nggak bahas masalah kantor saat ...." Leana tak kuasa melanjutkan kalimatnya. Ia lalu berkata dengan lirih seakan pita suara ditahan oleh makhluk kecil dalam lehernya. "Pusara Kak Andra bahkan masih basah."

"Tidak ada gunanya kamu sedih kayak gini. Meratapi Andra juga nggak akan bikin dia bangun lagi."

Leana tau bahwa bagian daratan di bawah langit ini penuh dengan makhluk jahat. Dan Leana juga tau kalau Semesta memang pandai membuat alur cerita yang mengesankan, tapi Leana tidak tau bahwa ayahnya ternyata sejahat itu.

"Andra sudah mati. Dia nggak akan hidup lagi." Ayahnya kemudian sedikit mundur, menjauh guna sampai di antara pintu. "Turun, Daddy tunggu di ruang kerja."

Leana tidak tau sampai kapan ia bisa bertahan. Dadanya semakin sesak, ia bergumam tidak jelas ketika pintu kamarnya selesai ditutup.

"Aku penyebab Kak Andra mati."

Leana nampak tidak tenang, bergerak gelisah, kesana kemari hingga menginjak potongan vas bunga imitasi yang tergeletak di lantai. Gadis itu meringis pelan, merasakan nyeri yang luar biasa, ia kemudian mencabut paksa benda tajam itu, alih-alih merintih kesakitan ia malah merasa biasa saja seolah luka memang sudah tercipta untuknya. Leana lalu duduk di atas ranjang, membiarkan kakinya berayun menyentuh lantai, membentuk pola berwarna merah di sana.

Ia kemudian kembali fokus pada layar ponsel, ada nama Reano disana. Leana buru-buru menggerakkan layar ke atas, mendekatkan benda pipih itu hingga sampai ke telinga.

"Aku udah dengar berita tentang Kak Andra."

"Kak Andra udah pergi Reano .... Dia ninggalin aku. Dia pergi. Semuanya ... aku yakin pasti ulah Daren. D-dia yang udah bunuh Kak Andra. Aku yakin Reano."

"Kamu harus tenang dulu. Polisi baru aja bilang itu kecelakaan tunggal."

"Nggak! Itu pasti akal–––"

"Iya aku ngerti. Tapi Leana, Kak Andra nyetir dalam kondisi nggak sadar. Dia ... pakai narkoba."

"SIALAN! NGGAK MUNGKIN! Kakakku nggak pernah nyentuh narkoba. Itu pasti udah direkayasa sama Daren. Kamu harus tau Reano, dia itu licik!"

"Lea, aku temenan sama Daren cukup lama. Aku tau dia nggak akan nekat kayak gitu."

"Aku juga kenal kakakku lama. Aku yakin dia nggak akan makai narkoba, dia aja nggak pernah ngerokok Reano, mana mungkin berani nyentuh narkoba."

"Tapi buktinya sudah jelas Leana. Kamu harus sadar. Polisi nemuin sabu di mobil Kak Andra."

"Jadi kamu percaya kalau kecelakaan itu murni kesalahan Kak Andra? Kamu percaya kakakku makai narkoba?"

"Nggak gitu juga ...."

"Reano, aku lagi hancur. Jangan buat aku makin hancur lagi."

"Aku cuma mau tenangin kamu aja. Biar kamu fokus sama kuliah, jangan terlalu pikirin kejadian ini."

Darenio [ON GOING]Where stories live. Discover now