Bab 39

783 75 4
                                    

"Semuanya akan pergi pada saat waktu yang Allah tentukan telah usai."

— Siti Marhamah —



SELAMAT MEMBACA






   "Abang, tunggu!" Aisha berlari mengejar langkah Alexander yang besar.

   Abang dan Adik itu terlihat seperti sedang kejar-kejaran, dari ruang bawah tanah sampai lorong Istana Mutiara yang sepi.

   Alexander tidak memperdulikan Aisha yang mengejarnya, ia terus berjalan dengan cepat menuju landasan pribadi Istana Mutiara.

   Aisha yang menggunakan Abaya lengkap dengan niqob serba hitam, tidak menghalangi ia untuk berlari mengejar sang Abang.

   Para pengawal yang berjaga, sekilas menatap heran kedua Saudara bermarga The Adams tersebut.
Beberapa pelayan yang berjalan ikut menghentikan langkah, ketika dua keponakan Sheikh mereka berlari.

   Langkah Alexander terhenti, sebelum kakinya menaiki tangga memasuki pesawat pribadinyanya. Ia berbalik, melihat sang Adik yang ngos-ngosan, sampai di hadapannya.

   "Abang, mau kemana?" Aisha menatap serius sang Abang.

   "Apa kamu ingin bertemu dengan, Kakak iparmu?" tanya Alexander balik.

   Mendengar kata 'Kakak ipar', Aisha tersenyum di balik niqobnya. Ia menatap mata biru sang Abang yang persis sama dengannya.

   "Arha...," lirih Aisha dengan mata yang mulai berkaca-kaca, "dia baik-baik saja, Abang?"

   "Seseorang yang hampir mati, apakah bisa dikatakan baik-baik saja?" Alexander menaikkan alis dengan bibir menyeringai menatap Aisha.

   Kedua tangan Aisha tergepal erat, tatapan matanya juga tajam menatap sang Abang. Alexander tidak terpengaruh dengan ekspresi dari sang Adik, justru ia tersenyum melihat Aisha yang berekspresi demikian.

   "Kenapa kita harus terlahir dari rahim yang sama, Abang?!" teriak Aisha yang mulai dikuasai oleh amarah.

   DEG

   Senyuman di wajah Alexander hilang, perkataan sang Adik membuatnya merasakan sesak di dada.

   "Dady dulu membunuh Adik perempuannya, sedangkan Abang membunuh istri sendiri!" tunjuk Aisha tepat di wajah Alexander.

   "Arha, dia bukan hanya Kakak iparku, jauh sebelum itu dia merupakan teman sekaligus sahabat pertama dan, satu-satunya aku...," lirih Aisha dengan suara yang bergetar.

   Satu persatu kenangan masa kecil antara Siti dan, Aisha masuk kedalam pikiran Aisha. Bagaimana Siti juga keluarga sangat baik kepadanya dan sang Mama.

   Ketika semua orang dulu memandang rendah ia dan sang Mama, sebab Aisha dianggap Anak haram yang tidak memiliki Ayah, keluarga Siti tidak memandang mereka demikian.

   Bahkan Siti dulu saat kecil rela kehilangan banyak teman, asalkan Aisha tetap menjadi teman dan sahabat satu-satunya. Banyak teman sebaya dulu, menjauhi Siti ketika lebih memilih berteman dengan Aisha.

   Sampai sekarang Aisha masih mengingat, perkataan sarkas atau lebih seperti sumpah Siti kepada Ibu teman masa kecil dulu. Saat ditanya mengapa lebih milih berteman dengan Aisha, yang merupakan Anak tanpa Ayah dengan nada merendahkan.

BLACK ROSE DEVIL (The Adams) ENDWhere stories live. Discover now