T I G A P U L U H D U A

Start from the beginning
                                    

Mereka telah sampai di lantai 4, kurang dua lantai lagi maka mereka akan sampai di ruangan milik Skala. Tapi agaknya pria tua itu menyesali keputusannya, karena setelah itu Skala menyeret kakinya dengan napas terengah menuju ke lift, lalu mereka akhirnya menaiki dua lantai terakhir menggunakan lift.

"Dulu Daddy juga pernah kerja jadi barista, part time sana-sini. Pokoknya apa aja dilakuin buat bikin usaha. Waktu itu Daddy masih kuliah, tapi keinginan buat punya perusahaan itu besar banget."

"Uang dari part time sama jadi barista emang cukup?" tanya Daren heran

Skala berjalan keluar sari lift diikuti dengan putranya. Lelaki paruh baya dengan sweater hitam itu mengumpat pelan, merutuki kemampuan fisiknya yang kian menurun.

"Dulu usaha awal Daddy nggak langsung di properti kayak sekarang. Sempat bikin buku lks terus dijual ke sekolah-sekolah, terus mulai berkembang lagi ke konfeksi, terus bangkrut. Nyoba jualan frozen food, nyoba buat jual barang-barang yang lagi trend. Ya gitu lah, banyak jatuhnya sampai Daddy udah hafal gimana cara ngatasinnya."

Mereka mulai memasuki ruang kerja Skala yang lebarnya bisa untuk ditampung 50 orang. Ruangan ini didesain dengan elegan dominan warna gold dan hitam, khas seorang Skala, elegan namun terkesan misterius dan berani. Di bagian belakang terdapat rak dengan buku-buku tebal bahasa asing. Sedangkan bagian sampingnya terdapat kaca yang membatasi pemandangan kota yang nampak sesak.

Skala memilih untuk duduk di sofa depan meja kerjanya, menyandarkan punggung tuanya itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Skala memilih untuk duduk di sofa depan meja kerjanya, menyandarkan punggung tuanya itu. Kegiatan Skala begitu padat, ia tidak sempat untuk sekedar berolahraga guna meningkatkan ketahanan fisik. Jadi tak heran jika sekarang Skala menjadi mudah lelah.

"Satu bulan ini Daddy sebenarnya lagi pusing. Proyek buat pembangunan mall di Bandung harus ditunda gara-gara sebagian lahan warga nggak mau dijual."

Seolah sudah tau tiap sudut ruangan, Daren mendengarkan sembari mengambil apel dari dalam kulkas yang sudah pasti bersih, tanpa mencuci terlebih dahulu pria itu mulai mengigit apelnya.

"Tapi akhirnya tetep dijual juga."

Daren tersenyum sinis. "Dipaksa?"

"Nggak ada pilihan lain. Sebenarnya akan lebih mudah kalau kamu nggak bikin ulah dan bikin citra keluarga kita rusak."

Kunyahan pada mulutnya terhenti, Daren terkekeh singkat, tak ingin memasukkan kalimat Skala ke dalam hatinya. Dalam urusan mengabaikan, pria itu jagonya Ia bisa pura-pura tak mendengar dan sibuk untuk berkeliling di ruangan dengan meja besar yang terdapat papan bertuliskan CEO.

"Bikin perusahaan ini dari nol itu nggak mudah Daren. Daddy harus menabung lama, belajar investasi biar bisa muter uang, sampai semuanya terkumpul dan bisa bikin Aldevara semakin besar kayak sekarang. Itu semua nggak mudah dan Daddy nggak mau semua hancur cuma gara-gara pandangan publik tentang keturunan Aldevara yang problematik kayak kamu."

Darenio [ON GOING]Where stories live. Discover now