Sherren tak tau bagaimana ekspresi anak perempuan itu karena wajahnya terlihat blur, namun tak lama Sherren menyaksikan anak perempuan itu memegang tangan Xavier yang terkepal.

"yaudah aku minta maaf, aku bakalan sama kamu terus Vier..., tapi tolong ya biarin aku temenan sama yang lain" ucap anak perempuan itu masih dengan lembut.

"tapi nanti kamu lupain aku Eri..., kamu pasti bakal nemuin temen baru dan nanti kamu lupain aku.." ucap Xavier SMP dengan wajah murung.

"enggak bakal Vier..., aku gak bakal lupain kamu" ucapan anak perempuan itu mampu membuat Xavier SMP terdiam.

tak lama Xavier memeluk erat tubuh anak perempuan itu dengan wajahnya yang terlihat cerah serta matanya berbinar.

"janji ya?" ucap Xavier SMP antusias.

"iya"

setelah itu layar kembali gelap, dan kini berganti menayangkan sebuah adegan lain yang dimana anak perempuan tersebut tengah duduk bersama kedua paru baya, atau mungkin kedua orangtuanya.

Sherren tak bisa melihat wajah mereka, lagi dan lagi wajah mereka di blur yang membuat Sherren kesusahan untuk mengetahui siapa mereka.

"sayang... kita bakal pindah" ucapan itu terdengar dari seorang wanita paru baya.

"pindah? kemana ma? kok tiba-tiba?" pertanyaan beruntun itu di pastikan dari anak perempuan bernama Eri.

"kita pindah ke Amerika" balas seorang pria paru baya.

"kenapa gak di sini aja? kenapa harus pindah ke amrik pah?"

"kamu udah tau jawabannya dan sekarang kita harus berusaha sayang"

"tapi pah-"

"gak ada penolakan"

adegan terus bergantian, Sherren dengan fokus melihatnya tanpa melewatinya sedikitpun.

layar terus-menerus menayangkan beberapa adegan yang membuat Sherren semakin penasaran.

sampai pada saat adegan tersebut menayangkan sebuah kecelakaan mobil yang membuat kedua paru baya dalam adegan tersebut meninggal dunia.

dan baru Sherren sadari bahwa anak perempuan dalam layar tersebut adalah dirinya atau mungkin 'Sherren' yang kini tubuhnya di tempati olehnya.

badan Sherren bergetar hebat saat sebuah adegan dimana 'Sherren' di lecehkan terpampang jelas di layar tersebut.

pelecehan bahkan kekerasan yang 'Sherren' alami membuat trauma serta luka menganga dalam hatinya.

Sherren terduduk, tubuhnya bereaksi sama seperti halnya 'Sherren' yang kini dalam layar tersebut menangis meraung ketakutan.

"pah.. mah.. aku harus gimana, aku takut.., aku gak bisa ngelawan dia, aku harus gimana..."

racauan itu terdengar jelas oleh telinga Sherren, racauan putus asa tak lupa sebuah isakan yang mampu membuat hati Sherren tersayat pedih.

"aku mau mati... mati... mati.."

Sherren menutup telinganya erat, racauan tersebut memenuhi kepalanya, hatinya sakit, kaki nya lemas, begitupun kepalanya yang berdenyut hebat.

"enggak... berhenti..."

"berhenti... ARGHHH"

Sherren menjerit histeris, tubuhnya jatuh terduduk, ia kehilangan kendali atas tubuhnya.

seluruh tubuhnya sakit, kini ia terlentang dengan kedua tangan menutup telinganya, Sherren tak mampu menggerakkan tubuhnya.

yang ia bisa hanya menjerit kesakitan.

I'm not perfect Woman's!! {END}Where stories live. Discover now