64. Menuju Ending

Mulai dari awal
                                    

Deg

Keanel sedikit terkejut. Ini pertama kalinya dari sekian lama ia tidak mendapati Nazea memberikan sorot mata tajam dan penuh kebencian sekitar 5 tahun terakhir.

"Ak-"

"Kau tau, betapa terlukanya perasaanku saat mengingat itu?" Ingatan Nazea berputar pada kejadian 9 tahun lalu.

Hari dimana Nazea kehilangan putra ke empat-nya. "Hal itu sangat membuatku terluka El..."

"Kau tau, hari itu... Hari dimana aku sangat ingin menurunkan egoku yang gila ini."

"Dan itu adalah hari dimana aku ingin mengungkapkan segalanya kau tau El.... Tapi apa? Apa yang ku dapat!?"

"Hanya berita duka El! Kau tau... Itu sangat menyakitkan!"

Ya... Hari itu, hari dimana usia pernikahan mereka berjalan 6 tahun pernikahan, dan hari dimana Nazea mengandung anak ke empat mereka yang berada di usia 4 bulan berjalan, dan itu tanpa sepengetahuan El.

Kenapa begitu? Karena El terlalu sibuk dengan perusahaannya, dan Nazea yang mempertahankan ego-nya untuk tetap mendiami Keanel.

Dan saat itu, ia rela menurunkan ego-nya demi keluarganya agar tidak bertambah runyam. Nazea menunggu Keanel untuk kembali, ia rela sampai harus bergadang untuk menunggu kepulangan suaminya. Tapi, bukannya suaminya yang datang, malahan rumor kencan suaminya yang ia dengar.

Bukannya Nazea tidak berfikir positif, namun... Setiap Nazea menelpon Keanel, panggilannya selalu ditolak! Tidak, bukan tidak di angkat, tapi ditolak! Ditolak!

Nazea ingin bangkit karena merasakan sakit yang luar biasa pada perutnya. Dan masih mencoba menghubungi Keanel, namun hasilnya tetap sama... Di tolak, hingga akhirnya ia pingsan. Dan saat terbangun, bukan suaminya yang ia lihat untuk pertama kalinya, melainkan tetangga rumahnya dan wajah khawatir putra sulungnya. Dan yang lebih menyakitkan, ia keguguran!

Nazea menutup matanya mengingat itu, seburuk apapun Nazea, ia tidak pernah berfikir untuk melenyapkan titipan tuhan yang berharga untuknya.

"Kau tau El, aku mengalami hari-hari yang mengerikan karena itu...."

"Rasanya, hatiku selalu di kerumuni rasa bersalah. Dan bayang-bayang kebencian selalu menyelimuti perasaanku."

Nazea menunduk, hari itu, bukannya bertambah normal, psikis Zea bertambah buruk. Mulai dari emosi yang tidak mudah di kontrol dan itu berimbas pada putra-putranya yang harusnya ia rawat dan jaga.

Keanel hanya bisa menunduk, ia juga mengingat hari itu. Hari dimana ia yang sibuk dan ingin sekalih meluapkan emosinya karena masalah perusahaan dan rumor menyebalkan itu. Dan yang lebih menyakitkan, setelah 2 minggu kejadian itu, Keanel baru mendapatkan kabar akan kematian Putranya yang belum melihat atau bahkan menghirup udara di dunia ini.

Perasaan Keanel tentunya sangat sakit, dan ia juga menyalakan dirinya sendiri atas kejadian itu. Di tambah, sikap Nazea yang semakin menjadi-jadi, membuatnya semakin muak. Namun, bukannya marah, Keanel malah membiarkannya, karena ia sadar, jika ini terjadi karena kesalahannya yang tidak memperhatikan istrinya itu.

Kulian Mahdan, nama itu. Nama yang Keanel berikan untuk janin yang gagal ia jaga.

"Maafkan aku..." Keanel tidak berani menatap Zea. "Ini semua kesalahanku... Aku yang gagal menjadi orang tua yang baik untuk anakku."

Comeback ✔️ [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang